Nih Perbedaan Surat Resmi Dengan Surat Langsung | Cirinya

Share:
Surat resmi menggunakan bahasa resmi. Bagian-bagiannya lengkap yang terdiri atas kepala surat, tanggal surat, nomor surat, lampiran, hal/perihal, alamat surat, salam pembuka, kalimat pembuka surat, isi surat, kalimat epilog surat, salam penutup, dan tembusan. Selain itu, surat resmi juga harus taat hukum dalam hal sistematika dan penggunaan kaidah tata bahasa. Surat langsung merupakan surat yang dibentuk oleh seseorang atas nama langsung dan ditujukan kepada orang lain, menyerupai saudara atau sobat dengan tujuan tertentu. 
Surat langsung mempunyai ciri-ciri antara lain:
1. bahasa yang dipakai kurang memperhatikan kaidah tata bahasa baku Indonesia;
2. bentuk surat bebas, tidak mengikuti hukum bentuk surat resmi; dan
3. bersifat pribadi.
       Surat pribadi mempunyai bab penting, yaitu alamat, salam pembuka, kalimat pembuka surat, isi surat, kalimat epilog surat, dan penutup. Surat langsung juga dilengkapi tanda tangan dan nama terang.

Contoh Surat Resmi:

Contoh surat pribadi:
Surabaya, 24 September 2007
Yts. Saskia Permatasari
Jalan Apollo 35
Medan
Salam kangen . . . .
       Hai, Saskia . . . apa kabar? Bagaimana kabar paman, bibi, dan si jahil, Andika?
Semoga keluarga Medan dalam keadaan sehat. Alhamdulillah, saya dan keluarga di Surabaya dalam keadaan sehat.
       Selamat, ya. Kata paman, kau diterima di Sekolah Menengah Pertama Harapan Bangsa yang populer mempunyai prestasi dan ekstrakurikuler yang hebat. Oh, iya, kau ikut ekstrakurikuler apa? Cerita dong, mungkin acara ekstrakurikuler kau sama dengan saya. Nah, kita sanggup bertukar pengalaman. Kita sanggup saling membantu.
       Saya diterima di Sekolah Menengah Pertama Pancasila. Teman-teman baruku sangat menyenangkan. Saya lebih gampang bergaul. Kamu tahu sendiri, ’kan? Saya pemalu dan tidak percaya diri. Saya harus berusaha membuka diri dan bergaul dengan teman-teman. Sekarang saya aktif di PMR (Palang Merah Remaja) sekolah. Saya akan menceritakan hal-hal menarik yang saya dapatkan selama menjadi anggota PMR.
Saya tertarik mengikuti PMR alasannya yaitu saya berharap sanggup membantu teman, keluarga, atau tetangga yang sakit. Hari pertama masuk PMR saya merasa tidak ingin masuk lagi. Kakak pembina galak-galak.
       ”Kalian harus patuhi semua peraturan yang telah ditentukan oleh pembina. Selain itu, kalian harus jalani semua perintah pembina. Ingat, tidak bolehmenggerutu!” kata salah seorang pembina.
Badanku sudah gemetar. Padahal, kata-kata itu hanya untuk menguji mentalami. Oh, iya kau ingat ’kan dikala kau membentak saya. Itu, dikala saya memecahkan gelas kaca. Saya pikir kau benar-benar marah. Ternyata, hanya menggertak saja.
         Lama-kelamaan saya terbiasa. Saya mengikuti semua acara dengan perasaan senang. Saya sudah sanggup membalut luka, menciptakan drakbar (itu lho, alat untuk mengangkat orang sakit), cara menangani orang pingsan, pokoknya lengkap deh. Bahkan, saya dijuluki suster oleh teman-teman.
         Ada hal memalukan yang pernah saya lakukan dikala latihan. Ceritanya, saya dan Sari (temanku di PMR) bertugas menjaga Pos 2 dikala latihan di luar sekolah. Nah, pada dikala kami bercakap-cakap, seorang anak kecil terjatuh dari sepeda. Lututnya berdarah, hatiku berdesir. Kamu tahu ’kan saya takut dengan darah. Saya hanya membisu terpaku.
       ”Andini, cepat obati adik ini!” Sari memangkunya. Anak itu mengaduh kesakitan. Saya masih membisu alasannya yaitu bingung. ”Ayo, cepat hentikan darahnya!” Saya semakin gugup. ”Ya, sudah! Ambilkan kapas dan obat agar saya yang bersihkan luka dan mengobatinya.” Sari dengan cekatan membersihkan dan mengobati luka anak itu.
          Anak itu berterima kasih, kemudian berlalu. Sari hanya memandang saya dengan kecewa.
”Maafkan saya, Sari. Saya takut darah, tapi jangan bilang kepada abang pembina, ya. Saya malu.” Saya menunduk usang sekali dan saya berjanji akan memberanikan diri apa pun yang saya hadapi untuk menjadi PMR sejati.
          Nah, kau sudah dengarkan ceritaku. Saya tunggu ceritamu niscaya lebih seru.
Sudah dulu ya, Sas. Kapan-kapan kita sambung lagi.
Bye . . . .
(B.Indonesia R.Novi)
Advertisement
Advertisement


EmoticonEmoticon