Nih Pengertian Dan Pola Esai

Share:
Esai ialah karangan yang membahas suatu persoalan secara sepintas dari sudut pandang pribadi penulisnya. Dalam esai, penulis membahas suatu objek yang kasatmata memakai sudut pandang pribadi. Esai berisi pendapat atau pandangan pribadi penulis terhadap suatu objek. Esai berupaya meyakinkan pembaca untuk mendapatkan pendapat atau pandangan. Objek esai boleh apa saja dari persoalan kecil hingga persoalan besar, menyerupai persoalan ekonomi, kebudayaan, sosial, keamanan, karya sastra, atau politik.
       Esai cenderung singkat, padat, dan terfokus pada objek yang ditulis. Esai memakai gaya bahasa yang sangat pribadi atau personal sesuai dengan aksara sang penulis. Selain itu, pilihan kata atau istilah yang dipakai pun sangat pribadi. Gaya bahasa dan pilihan kata yang dipakai pada esai ditentukan oleh penulis esai sendiri. Misalnya Mahbuh Djunaedi (alm.), ia dikenal sebagai penulis esai dengan gaya bahasa satire (sindiran). Banyak sindiran yang dikemukakan oleh Mahbuh.
Esai menggelitik, jenaka, dan yummy dibaca walaupun isinya merupakan kritik pedas. Esai sanggup Anda temukan/baca di media cetak, menyerupai surat kabar atau majalah.

Berikut ialah pola esai, mari kita pahami pola dari esai berikut ini:
Sajak-Sajak Cerah
       Elaborasi terhadap kata-kata yang marak dilakukan oleh para penyair di tahun 1970-an. Berbagai upaya pembebasan kata serta pemanfaatan musikalitas serta kandungan nuansa kata didapat dari akar tradisi. Di awal tahun 1980-an mulai dianggap final atau telah hingga pada titik jenuh. Tahun 1980-an perhatian utama para penyair cenderung beralih pada imaji.
       Kata-kata cenderung diberi tugas terutama sebagai alat membuat dan memberikan imaji
(gambar dalam pikiran serta hati) dari penyair atau sajak untuk para pembacanya. Bila pada dasawarsa sebelumnya dilakukan upaya pembebasan bagi katakata, pada periode berikutnya, tahun 1980-an, imajilah yang ingin dibebaskan. Kata-kata hanya sekadar alat untuk membangun kehadiran imaji yang kebebasannya sanggup begitu ekstrem, sehingga tak perlu diperhitungkan apakah sinkron dengan imaji-imaji pada ungkapan-ungkapan dari larik-larik atau bait-bait sebelum atau sesudahnya.
       Sajak sebagai kesatuan dari banyak sekali imaji yang saling mendukung dalam suatu kesatuan, kurang
dihiraukan. Imaji-imaji tidak diupayakan saling bahumembahu untuk mengarah pada suatu pemusatan (fokus). Agaknya ada imbas pandangan posmo yang sedang terkenal waktu itu. Yang penting kehadiran banyak sekali imaji walau hanya sesaat, artinya boleh dihapus oleh imaji sebelumnya atau berikutnya.
      Dalam bentuk yang ekstrem, sajak seakan membiarkan pembaca menentukan imaji-imaji atau larik-larik atau bait-bait mana yang penting, dan selebihnya boleh dianggap sebagai intro, epilog, atau ornamen, yang sanggup pula dibuang atau tak dibaca. Mitos bahwa setiap kata dalam sajak ialah penting dan tidak sanggup diabaikan atau dihapus, tidak lagi dipercayai.
       Membaca sajak sanggup dianggap membaca suatu teks yang cerai-berai dan pecah-belah. Teori gestalt ialah angin yang sudah lalu. Tidak heran jikalau sajak sanggup jadi gelap. Minim pintu, arah, tanda, dan instruksi yang diberikan pada pembaca untuk membuat sesuatu yang masuk hati dan logika sehat.
       Namun, kegelapan sebuah sajak ialah kebebasan bagi pembaca. Sajak yang ekstrem gelap
menciptakan pembaca yang ekstrem merdeka. Kebebasan ekstrem dari pembaca untuk menunda atau
membuangnya sebagai sajak. Atau pembaca mencipta kembali sajak yang dibaca, dalam porsi yang lebih dari diri pembaca dibandingkan dengan diri sajak. Mungkin alasannya jenuh, di tahun 1990-an para penyair kembali menulis puisi dengan memerhatikan kata dan tidak melulu menekankan kehadiran kebebasan imaji sebagai yang utama. Kata-kata diupayakan membuat keutuhan sajak. Dan sajak menjadi transparan.
       Tentu saja yang dituliskan di atas ialah gejalagejala atau kecenderungan yang sengaja dibentuk hitam putih untuk penyederhanaan. Kelekatan kata dengan imaji ialah suatu yang niscaya, jadi memisahkan satu dengan yang lainnya tidak segampang membedakan toilet laki-laki dan toilet perempuan. Juga hendaknya diingat sajak gelap ataupun sajak jelas tidak pribadi berkaitan dengan mutu, sebagaimana mutiara hitam dan putih ialah sama-sama mutiara. Di samping itu, klarifikasi terperinci pada kata-kata saja sanggup pula menjadikan sajak yang gelap.
Sumber: Gelak Esai dan Ombak Sajak Anno 2001, Sutardji Calzoum Bachri, Jakarta, Penerbit Buku Kompas, 2001

Itulah tadi pembahasan mengenai Pengertian dan pola esai, semoga bermanfaat.
Advertisement
Advertisement


EmoticonEmoticon