Perkembangan ilmu pengetahuan menjadi perhatian utama pada masa Khulafaur Rasyidin dan khalifah setelahnya. Khususnya pada masa kekhalifahan Daulah Abbasiyah, bangsa Arab dan kaum muslimin umumnya bahkan bisa menguasai seluruh ilmu pengetahuan. Mereka berhasil membuatkan dan menyempurnakan dasar-dasar kekayaan ilmu pengetahuan Yunani hingga sebegitu jauh. Tidak hanya itu, kaum muslimin telah berhasil menemukan jauh lebih banyak lagi cabang ilmu pengetahuan daripada pengetahuan Yunani. Islam sangat menyayangi ilmu pengetahuan dan menawarkan penghargaan dan kedudukan tersendiri bagi orang-orang yang mempunyai ilmu pengetahuan. Islam mendorong pemeluknya untuk mempergunakan logika dan memperhatikan alam sekitar untuk menemukan ilmu pengetahuan. Selain itu, dengan memperhatikan alam sekitar insan sanggup memahami dan mengetahui kekuasaan Allah swt.
1. Perkembangan Ilmu Pengetahuan Masa Khulafaur Rasyidin
Masa Khulafaur Rasyidin merupakan masa sahabat dan termasuk waktu awal berlangsungnya dakwah Islamiyah. Oleh alasannya yaitu itu, ilmu yang berkembang pada ketika itu yaitu ilmuilmu keislaman. Misalnya ilmu fikih, Al-Qur’an, dan hadis. Ilmuilmu tersebut diperoleh pribadi dari Rasulullah. Berbekal pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki, para sahabat memberikan kembali kepada kaum muslimin yang lain. Sepeninggal Rasulullah, acara ini masih tetap berjalan. Seiring dengan meluasnya kawasan kekuasaan Islam, pemeluk agama Islam juga semakin tersebar luas. Kenyataan tersebut mengakibatkan para mualaf membutuhkan orang-orang yang sanggup menjelaskan pedoman Islam. Oleh alasannya yaitu itu, khalifah pada masa pemerintah Khulafaur Rasyidin mengutus para sahabat untuk berdakwah di wilayah kekuasan Islam yang tersebar luas di banyak sekali penjuru. Dalam bidang ilmu fikih misalnya, khalifah telah mengutus para fuqaha (sebutan untuk hebat fikih) untuk menjadi mufti. Mufti yaitu para cendekiawan dan hebat aturan yang sekaligus ditunjuk sebagai hakim untuk menuntaskan banyak sekali dilema yang dihadapi umat Islam. Para mufti mengajar dan membuatkan ilmu fikih di tengah-tengah masyarakat muslimin di banyak sekali penjuru wilayah kekuasaan Islam. Ada yang di Mekah, Madinah, Basrah, Kufah, Syam, Mesir, dan daerah-daerah lain. Untuk ilmu Al-Qur’an, kemajuan yang dicapai sangat mengagumkan. Al-Qur’an yang pada masa Rasulullah belum terkumpul dan gres ditulis pada tempat-tempat tertentu menyerupai di pelepah kurma, tulang unta, dan kulit domba, pada masa sahabat mulai dikumpulkan. Pada masa Abu Bakar, tulisan-tulisan tersebut dikumpulkan menjadi satu. Program ini dilanjutkan pada masa Umar yang kemudian menyalinnya dalam bentuk lembaran-lembaran. Bahkan, pada masa Khalifah Usman naskah Al-Qur’an tersebut dibukukan dan disalin kembali menjadi empat buah. Naskah aslinya disimpan di rumah Khalifah Usman sendiri yang dikenal dengan Mushaf ‘Imam.
Dalam mengajarkan ilmu Al-Qur’an, para sahabat sangat berhati-hati. Mereka sangat teliti dalam menafsirkan Al-Qur’an biar sesuai yang disampaikan Rasulullah. Di antara para sahabat yang dikenal mempunyai pemahaman baik dalam ilmu ini yaitu empat Khulafaur Rasyidin, Zaid bin Sabit, Abdullah bin Zubair, Abdullah bin Mas‘ud, Abdullah bin ‘Abbas, Ubay bin Ka‘ab, serta Abu Musa al-Ansyari. Para ulama inilah yang menjadi konsultan dalam hal penafsiran Al-Qur’an pada masa Khulafaur Rasyidin.
Adapun untuk ilmu hadis pada awal perkembangannya, hanya dilakukan melalui hafalan semata. Dikhawatirkan, kalau naskah hadis itu ditulis, akan bercampur dengan naskah orisinil Al-Qur’an. Oleh alasannya yaitu itu, di kalangan para sahabat banyak yang hafal hadis Rasulullah di luar kepala. Ada yang paham makna, bahkan tidak sedikit pula yang hafal lafal hadisnya. Di antara para hebat hadis yang populer ketika itu yaitu Abdullah bin ‘Abbas, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Amr, Abu Hurairah, Abu Said al-Hudri, Aisyah bin Abu Bakar, Abas bin Malik, Jabir bin Abdullah, dan Ibnu Mas‘ud.
2. Perkembangan Ilmu Pengetahuan Masa Daulah Umayyah
Kebijakan ekspansi wilayah menjadi corak pembangunan politik pemerintah Umayyah. Secara tidak pribadi hal ini menambah jumlah penganut agama Islam. Sekalipun dalam ekspansi wilayah tidak ada pemaksaan biar menganut agama Islam, tetapi penduduk secara sukarela mendapatkan dan memeluk agama ini. Umat Islam ketika itu juga berkembang pesat seluas kawasan kekuasaannya yang membentang luas mulai dari Afganistan hingga Andalusia.
Banyaknya penduduk yang tetapkan memeluk Islam sekaligus memotivasi mereka untuk mendalami lebih jauh perihal pedoman Islam. Dengan demikian, pembangunan ilmu pengetahuan pada masa Umayyah pun terus berjalan, meskipun masih sebatas pada ilmu-ilmu keislaman. Penduduk banyak yang mempelari ilmu Al-Qur’an, hadis, fikih, sejarah Rasulullah, serta filsafat. Kaum muslimin pun tetap menimbulkan masjid sebagai tempat belajar, selain sebagai tempat ibadah. Ada juga yang lebih menentukan berguru di tempat tinggal para ulama. Penduduk pada ketika itu lebih tertarik mempelajari ilmu Al-Qur’an, hadis, fikih, sejarah, dan filsafat alasannya yaitu dianggap sangat penting bagi pelatihan akidah, syariah, dan moral umat. Bahkan, kalau pada masa sebelumnya, sejarah Nabi Muhammad belum banyak dikaji, pada masa ini masyarakat sudah tertarik untuk mempelajarinya. Demikian juga dengan ilmu filsafat, diminati masyarakat muslim yang salah satunya berfungsi sebagai sebagai alat berdebat dengan orang-orang Yahudi dan Nasrani. Ilmu umum menyerupai ilmu hitung, ilmu alam, dan ilmu sosial belumlah berkembang.
3. Perkembangan Ilmu Pengetahuan Masa Daulah Abbasiyah
Pada masa Daulah Abbasiyah (132 H-656 H/750-1256 H) kemajuan di bidang pendidikan sangat mengagumkan. Kemajuan ini tidak lepas dari kondisi ketika itu di mana kehidupan ekonomi dan stabilitas politik telah terbangun. Hal ini terjadi sehabis Khalifah Abu Abbas as-Saffah dan Khalifah Abu Ja’far berhasil mempertahankan dan menumpas musuh-musuhnya. Dengan demikian, muncullah di zaman ini para tokoh mulai dari penyair, filosof, sejarawan, hingga agamawan. Masa Khalifah Abbasiyah dianggap sebagai puncak ilmu pengetahuan dan peradaban Islam. Kesuksesan dinasti ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang mempersilakan anggota pemerintahan dan hebat ilmu pengetahuan biar membuatkan pengetahuan mereka sesuai dengan keahlian masing-masing.
Pada masa Abbasiyah ini kaum muslimin begitu bersemangat untuk berguru ilmu. Tidak sedikit di antara mereka yang melaksanakan pengembaraan ke luar negeri untuk menuntut ilmu. Sepulang dari menuntut ilmu, mereka menyusun hasil pengkajiannya dalam bentuk buku. Buku inilah yang kesannya menjadi referensi para sarjana dan peneliti. Dari pengetahuan tersebut, mereka sanggup membuatkan kebudayaan yang tengah dibangun.
Beberapa kebijakan penting Daulah Abbasiyah dalam pengembangan ilmu pengetahuan sebagai berikut.
a. Menggalang penyusunan buku-buku.
b. Menggalang penerjemahan karya asing.
c. Menghidupkan acara ilmiah.
d. Membangun forum pendidikan dan penelitian.
Dari usaha-usaha yang dilakukan di atas, berkembanglah beberapa disiplin ilmu pengetahuan baik ilmu agama maupun umum. Di antara ilmu agama yang berkembang yaitu ilmu tafsir, hadis, fikih, tasawuf, dan bahasa. Sementara ilmu umum yang berkembang ketika itu yaitu kedokteran, sejarah, geografi, geometri, dan kesenian.
4. Perkembangan Ilmu Pengetahuan Masa Daulah Umayyah Andalusia
Seiring dengan runtuhnya Daulah Umayyah dan digantikan Daulah Abbasiyah, di Andalusia berdiri Daulah Umayyah. Tepatnya lima tahun sehabis runtuhnya Daulah Umayyah Damaskus, berdirilah Daulah Umayyah Andalusia. Daulah Umayyah Andalusia didirikan oleh Abdurrahman ad-Dakhil yang berhasil melarikan diri dari Damaskus. Masa pemerintahan Daulah Umayyah Andalusia yaitu sezaman dengan Daulah Abbasiyah. Jika di Bagdad berdiri Daulah Abbasiyah, di Andalusia berdiri Daulah Umayyah Andalusia (Spanyol). Pada masa pemerintahan Daulah Umayyah Andalusia ilmu pengetahuan berkembang cukup pesat. Para Khalifah Daulah Umayyah Andalusia mempunyai perhatian yang cukup besar terhadap perkembangan ilmu pengetahuan.
Perkembangan ilmu pengetahuan pada masa Daulah Umayyah Andalusia dimulai ketika Khalifah Abdurrahman al-Ausat memerintah. Ia dikenal sebagai khalifah yang cinta dan mempunyai perhatian terhadap ilmu pengetahuan. Ia mempunyai kebiasaan mengundang para ilmuwan dan peneliti untuk berkunjung ke negeri yang dipimpinnya. Perkembangan ilmu pengetahuan pada masa Daulah Umayyah Andalusia mencapai puncaknya ketika Abdurrahman III memegang kepemimpinan. Menandai berkembangnya ilmu pengetahuan pada masa Daulah Umayyah Andalusia dibangunlah Universitas Cordoba. Mereka yang berguru di universitas ini tidak hanya umat Islam, tetapi orang-orang Eropa turut menimba ilmu di Universitas Cordoba. Ketika Daulah Umayyah memerintah, Andalusia menjadi sentra perkembangan ilmu pengetahuan di Eropa.
Meski bermula turun pada kaum Arab yang terbelakang, Islam memberi ide yang dahsyat hingga kaum muslimin bisa mengukir sejarah peradaban ilmu pengetahuan yang gemilang.
1. Perkembangan Ilmu Pengetahuan Masa Khulafaur Rasyidin
Masa Khulafaur Rasyidin merupakan masa sahabat dan termasuk waktu awal berlangsungnya dakwah Islamiyah. Oleh alasannya yaitu itu, ilmu yang berkembang pada ketika itu yaitu ilmuilmu keislaman. Misalnya ilmu fikih, Al-Qur’an, dan hadis. Ilmuilmu tersebut diperoleh pribadi dari Rasulullah. Berbekal pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki, para sahabat memberikan kembali kepada kaum muslimin yang lain. Sepeninggal Rasulullah, acara ini masih tetap berjalan. Seiring dengan meluasnya kawasan kekuasaan Islam, pemeluk agama Islam juga semakin tersebar luas. Kenyataan tersebut mengakibatkan para mualaf membutuhkan orang-orang yang sanggup menjelaskan pedoman Islam. Oleh alasannya yaitu itu, khalifah pada masa pemerintah Khulafaur Rasyidin mengutus para sahabat untuk berdakwah di wilayah kekuasan Islam yang tersebar luas di banyak sekali penjuru. Dalam bidang ilmu fikih misalnya, khalifah telah mengutus para fuqaha (sebutan untuk hebat fikih) untuk menjadi mufti. Mufti yaitu para cendekiawan dan hebat aturan yang sekaligus ditunjuk sebagai hakim untuk menuntaskan banyak sekali dilema yang dihadapi umat Islam. Para mufti mengajar dan membuatkan ilmu fikih di tengah-tengah masyarakat muslimin di banyak sekali penjuru wilayah kekuasaan Islam. Ada yang di Mekah, Madinah, Basrah, Kufah, Syam, Mesir, dan daerah-daerah lain. Untuk ilmu Al-Qur’an, kemajuan yang dicapai sangat mengagumkan. Al-Qur’an yang pada masa Rasulullah belum terkumpul dan gres ditulis pada tempat-tempat tertentu menyerupai di pelepah kurma, tulang unta, dan kulit domba, pada masa sahabat mulai dikumpulkan. Pada masa Abu Bakar, tulisan-tulisan tersebut dikumpulkan menjadi satu. Program ini dilanjutkan pada masa Umar yang kemudian menyalinnya dalam bentuk lembaran-lembaran. Bahkan, pada masa Khalifah Usman naskah Al-Qur’an tersebut dibukukan dan disalin kembali menjadi empat buah. Naskah aslinya disimpan di rumah Khalifah Usman sendiri yang dikenal dengan Mushaf ‘Imam.
Dalam mengajarkan ilmu Al-Qur’an, para sahabat sangat berhati-hati. Mereka sangat teliti dalam menafsirkan Al-Qur’an biar sesuai yang disampaikan Rasulullah. Di antara para sahabat yang dikenal mempunyai pemahaman baik dalam ilmu ini yaitu empat Khulafaur Rasyidin, Zaid bin Sabit, Abdullah bin Zubair, Abdullah bin Mas‘ud, Abdullah bin ‘Abbas, Ubay bin Ka‘ab, serta Abu Musa al-Ansyari. Para ulama inilah yang menjadi konsultan dalam hal penafsiran Al-Qur’an pada masa Khulafaur Rasyidin.
Adapun untuk ilmu hadis pada awal perkembangannya, hanya dilakukan melalui hafalan semata. Dikhawatirkan, kalau naskah hadis itu ditulis, akan bercampur dengan naskah orisinil Al-Qur’an. Oleh alasannya yaitu itu, di kalangan para sahabat banyak yang hafal hadis Rasulullah di luar kepala. Ada yang paham makna, bahkan tidak sedikit pula yang hafal lafal hadisnya. Di antara para hebat hadis yang populer ketika itu yaitu Abdullah bin ‘Abbas, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Amr, Abu Hurairah, Abu Said al-Hudri, Aisyah bin Abu Bakar, Abas bin Malik, Jabir bin Abdullah, dan Ibnu Mas‘ud.
2. Perkembangan Ilmu Pengetahuan Masa Daulah Umayyah
Kebijakan ekspansi wilayah menjadi corak pembangunan politik pemerintah Umayyah. Secara tidak pribadi hal ini menambah jumlah penganut agama Islam. Sekalipun dalam ekspansi wilayah tidak ada pemaksaan biar menganut agama Islam, tetapi penduduk secara sukarela mendapatkan dan memeluk agama ini. Umat Islam ketika itu juga berkembang pesat seluas kawasan kekuasaannya yang membentang luas mulai dari Afganistan hingga Andalusia.
Banyaknya penduduk yang tetapkan memeluk Islam sekaligus memotivasi mereka untuk mendalami lebih jauh perihal pedoman Islam. Dengan demikian, pembangunan ilmu pengetahuan pada masa Umayyah pun terus berjalan, meskipun masih sebatas pada ilmu-ilmu keislaman. Penduduk banyak yang mempelari ilmu Al-Qur’an, hadis, fikih, sejarah Rasulullah, serta filsafat. Kaum muslimin pun tetap menimbulkan masjid sebagai tempat belajar, selain sebagai tempat ibadah. Ada juga yang lebih menentukan berguru di tempat tinggal para ulama. Penduduk pada ketika itu lebih tertarik mempelajari ilmu Al-Qur’an, hadis, fikih, sejarah, dan filsafat alasannya yaitu dianggap sangat penting bagi pelatihan akidah, syariah, dan moral umat. Bahkan, kalau pada masa sebelumnya, sejarah Nabi Muhammad belum banyak dikaji, pada masa ini masyarakat sudah tertarik untuk mempelajarinya. Demikian juga dengan ilmu filsafat, diminati masyarakat muslim yang salah satunya berfungsi sebagai sebagai alat berdebat dengan orang-orang Yahudi dan Nasrani. Ilmu umum menyerupai ilmu hitung, ilmu alam, dan ilmu sosial belumlah berkembang.
3. Perkembangan Ilmu Pengetahuan Masa Daulah Abbasiyah
Pada masa Daulah Abbasiyah (132 H-656 H/750-1256 H) kemajuan di bidang pendidikan sangat mengagumkan. Kemajuan ini tidak lepas dari kondisi ketika itu di mana kehidupan ekonomi dan stabilitas politik telah terbangun. Hal ini terjadi sehabis Khalifah Abu Abbas as-Saffah dan Khalifah Abu Ja’far berhasil mempertahankan dan menumpas musuh-musuhnya. Dengan demikian, muncullah di zaman ini para tokoh mulai dari penyair, filosof, sejarawan, hingga agamawan. Masa Khalifah Abbasiyah dianggap sebagai puncak ilmu pengetahuan dan peradaban Islam. Kesuksesan dinasti ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang mempersilakan anggota pemerintahan dan hebat ilmu pengetahuan biar membuatkan pengetahuan mereka sesuai dengan keahlian masing-masing.
Pada masa Abbasiyah ini kaum muslimin begitu bersemangat untuk berguru ilmu. Tidak sedikit di antara mereka yang melaksanakan pengembaraan ke luar negeri untuk menuntut ilmu. Sepulang dari menuntut ilmu, mereka menyusun hasil pengkajiannya dalam bentuk buku. Buku inilah yang kesannya menjadi referensi para sarjana dan peneliti. Dari pengetahuan tersebut, mereka sanggup membuatkan kebudayaan yang tengah dibangun.
Beberapa kebijakan penting Daulah Abbasiyah dalam pengembangan ilmu pengetahuan sebagai berikut.
a. Menggalang penyusunan buku-buku.
b. Menggalang penerjemahan karya asing.
c. Menghidupkan acara ilmiah.
d. Membangun forum pendidikan dan penelitian.
Dari usaha-usaha yang dilakukan di atas, berkembanglah beberapa disiplin ilmu pengetahuan baik ilmu agama maupun umum. Di antara ilmu agama yang berkembang yaitu ilmu tafsir, hadis, fikih, tasawuf, dan bahasa. Sementara ilmu umum yang berkembang ketika itu yaitu kedokteran, sejarah, geografi, geometri, dan kesenian.
Kegiatan ilmiah pada zaman Daulah Abbasiyah berlangsung semarak hingga pantas kalau zaman itu peradaban Islam sangat maju.
4. Perkembangan Ilmu Pengetahuan Masa Daulah Umayyah Andalusia
Seiring dengan runtuhnya Daulah Umayyah dan digantikan Daulah Abbasiyah, di Andalusia berdiri Daulah Umayyah. Tepatnya lima tahun sehabis runtuhnya Daulah Umayyah Damaskus, berdirilah Daulah Umayyah Andalusia. Daulah Umayyah Andalusia didirikan oleh Abdurrahman ad-Dakhil yang berhasil melarikan diri dari Damaskus. Masa pemerintahan Daulah Umayyah Andalusia yaitu sezaman dengan Daulah Abbasiyah. Jika di Bagdad berdiri Daulah Abbasiyah, di Andalusia berdiri Daulah Umayyah Andalusia (Spanyol). Pada masa pemerintahan Daulah Umayyah Andalusia ilmu pengetahuan berkembang cukup pesat. Para Khalifah Daulah Umayyah Andalusia mempunyai perhatian yang cukup besar terhadap perkembangan ilmu pengetahuan.
Perkembangan ilmu pengetahuan pada masa Daulah Umayyah Andalusia dimulai ketika Khalifah Abdurrahman al-Ausat memerintah. Ia dikenal sebagai khalifah yang cinta dan mempunyai perhatian terhadap ilmu pengetahuan. Ia mempunyai kebiasaan mengundang para ilmuwan dan peneliti untuk berkunjung ke negeri yang dipimpinnya. Perkembangan ilmu pengetahuan pada masa Daulah Umayyah Andalusia mencapai puncaknya ketika Abdurrahman III memegang kepemimpinan. Menandai berkembangnya ilmu pengetahuan pada masa Daulah Umayyah Andalusia dibangunlah Universitas Cordoba. Mereka yang berguru di universitas ini tidak hanya umat Islam, tetapi orang-orang Eropa turut menimba ilmu di Universitas Cordoba. Ketika Daulah Umayyah memerintah, Andalusia menjadi sentra perkembangan ilmu pengetahuan di Eropa.
Advertisement
Baca juga:
Advertisement
EmoticonEmoticon