1. Pengertian Adil
Kata adil secara bahasa artinya sama berat, tidak berat sebelah, atau tidak memihak. Secara istilah, adil diartikan dengan sikap menempatkan sesuatu pada tempatnya. Dengan demikian, adil tidak selalu berarti memperlihatkan sesuatu kepada orang lain dengan jumlah sama persis. Dalam Al-Qur’an, adil juga mengandung banyak pengertian sesuai konteks ayat-ayatnya. Adil kadang diartikan dengan seimbang, benar, tebusan, atau memperlihatkan segala sesuatu kepada yang berhak. Contohnya pengertian adil yang dijelaskan dalam firman Allah sebagai berikut:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاءَ لِلَّهِ وَلَوْ عَلَىٰ أَنفُسِكُمْ أَوِ الْوَالِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِينَ ۚ...
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kau penegak keadilan, menjadi saksi alasannya Allah, walaupun terhadap dirimu sendiri atau terhadap ibu bapak dan kaum kerabatmu . . . . (Q.S. an-Nisa [4]: 135)
Keadilan pada ayat di atas mengandung pengertian bersikap seimbang/jujur dikala menjadi saksi, baik kepada diri sendiri, orang tua, maupun kerabat kita. Pengertian adil ini berbeda dengan yang dijelaskan dalam ayat yang artinya, ”Sungguh, Kami telah mengutus rasul-rasul kami dengan bukti-bukti yang konkret dan kami turunkan bersama mereka kitab dan neraca (keadilan) semoga insan sanggup berlaku adil . . . .” (Q.S. al-Hadid [57]: 25).
Keadilan dalam ayat ini mengandung pengertian memperlihatkan segala sesuatu kepada yang berhak, baik langsung atau golongan, tanpa melebihi dan mengurangi. Berdasarkan beberapa pengertian di atas, memperlihatkan bahwa keadilan sanggup diukur memakai hati nurani dan rasio maupun fisik dan indra. Oleh alasannya itu, dalam bahasa Arab, adil sanggup dibedakan menjadi dua istilah, yaitu al-‘adl dan al-‘idl. Jika al-‘adl merupakan keadilan yang ukurannya didasarkan pada kalbu ataupun rasio, al-‘idl merupakan keadilan yang sanggup diukur dengan fisik ataupun pancaindra, ibarat timbangan maupun hitungan. Dengan demikian, keadilan tidak hanya diukur dengan besarnya bab bahan yang sama rata, tetapi sesuatu yang bersifat ajaib yang hanya dirasakan dengan kelapangan hati dan pikiran. (Ensiklopedi Islam untuk Pelajar 1. 2001, halaman 18).
Keadilan merupakan nilainilai kemanusiaan yang sangat penting. Dengan demikian, dalam menjalani hidup kita harus menjunjung tinggi keadilan. Selalu berusaha bersikap adil merupakan salah satu ciri-ciri orang yang takwa. Dalam Surah al-Maidah ayat 8 dijelaskan perihal keutamaan bersikap adil
yang berbunyi:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ ۖ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَىٰ أَلَّا تَعْدِلُوا ۚ اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
Artinya: ”Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kau sebagai penegak keadailan alasannya Allah, (ketika) menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kau untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah. Karena (adil) itu lebih bersahabat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah Mahateliti apa yang kau kerjakan.” (Q.S. al-Maidah (5): 8).
Begitu dekatnya keterkaitan antara adil dan takwa, bila kita hendak mempunyai sifat takwa salah satunya dengan menjunjung keadilan. Menjunjung nilai-nilai keadilan dalam segala aspek kehidupan sangat penting. Jika kita menerapkan keadilan dalam menuntaskan segala sesuatu akan membawa kebaikan dan kepuasan bersama. Sebaliknya, bila kita berlaku tidak adil, niscaya menjadikan terjadinya kerusakan dan kerugian bersama.
2. Contoh Perilaku Adil
Berlaku adil sanggup kita terapkan dalam banyak sekali acara sehari-hari. Contoh berlaku adil sanggup kita tunjukkan, baik kepada diri sendiri, orang lain, maupun masyarakat luas.
a. Memenuhi Hak Allah, Diri Sendiri, dan Orang lain
Contoh sikap adil ialah proporsional dalam menjalani hidup. Misalnya tidak hanya menghabiskan waktunya untuk beribadah kepada Allah atau membantu orang lain, tetapi juga memperhatikan hak dirinya sendiri. Dalam pedoman Islam setiap muslim tetap diwajibkan untuk berlaku adil terhadap diri sendiri, yaitu dengan menyeimbangkan antara hak Tuhan, dirinya, dan orang lain. Sebagaimana pesan Rasulullah saw. kepada Abdullah bin ‘Amr ketika ia terus-menerus puasa pada siang hari dan salat pada malam hari dalam hadis yang berbunyi sebagai berikut:
Artinya: . . . ”Sesungguhnya untuk tubuhmu ada hak (untuk beristirahat), dan bahwasanya bagi kedua matamu punya hak, dan kepada istrimu punya hak, dan untuk orang yang menziarahi kau juga mempunyai hak . . . .” (H.R. Muttafaq ‘Alaih)
b. Tidak Pilih Kasih
Contoh sikap adil ditunjukkan dengan tidak bersikap pilih kasih kepada anggota keluarga kita, ibarat ayah, ibu, anak, atau kerabatnya. Hal ini sebagaimana hadis yang disampaikan Rasulullah saw. ibarat diceritakan oleh Nu’ man bin Basyir r.a. sebagai berikut:
Artinya: . . . ”Bertakwallah kau kepada Allah dan bersikap adillah terhadap anak-anakmu . . . .” (H.R. Muttafaq ‘Alaih).
Seorang ayah atau ibu harus kepada anaknya, demikian juga anak harus kepada keduanya.
c. Menjunjung Kebenaran
Islam mengajarkan kepada kita semoga berlaku adil kepada semua manusia. Sikap adil perlu ditujukan kepada semua orang, baik kepada sesama muslim atau orang kafir yang paling dibenci sekali pun. Setiap orang berhak mendapat perlakuan yang adil. Dalam menjunjung keadilan kepada orang lain, hendaknya dilarang luntur meskipun terhadap orang yang kita cintai. Demikian juga terhadap orang yang kita benci, tetap harus berlaku adil.
3. Berperilaku Adil dalam Hidup Sehari-hari
Perilaku adil sanggup diterapkan dalam banyak sekali aspek kehidupan, contohnya dalam bidang hukum, sosial, dan ekonomi. Perhatikan pembahasan berikut.
a. Berlaku Adil dalam Bidang Hukum
Adil dalam bidang aturan contohnya, dikala memperlihatkan kesaksian. Seseorang dilarang memberi kesaksian, kecuali dengan sesuatu yang diketahui. Ia dilarang menambah, mengurangi, mengubah, atau mengganti kesaksiannya. Untuk menegakkan keadilan di bidang hukum, kita dilarang pandang bulu. Adil di depan aturan berlaku kepada siapa pun, baik yang kaya, miskin, berpendidikan, petani, pedagang, pegawanegeri pemerintah, dan semua orang. Tidak adil kepada orang-orang lemah hukumnya berdosa.
Rasulullah saw. pernah memberikan wasiat kepada Mu’az yang artinya, ”Hati-hatilah terhadap doa orang yang dianiaya alasannya tidak ada hijab (halangan) antara doa itu dengan Allah.” (H.R. Muttafaqu ’Alaih)
Meskipun sepertinya orang yang lemah tidak akan melawan bila kita sikapi tidak adil, tetapi doa orang tersebut makbul. Dalam upaya menegakkan keadilan di depan hukum, kita sanggup mengambil teladan dari Rasulullah saw. Beliau pernah bersumpah di hadapan umatnya sebagaimana diceritakan Usamah kepada Aisyah r.a. dalam hadis yang berbunyi sebagai berikut.
Artinya: ”Jika sekiranya Fatimah binti Muhammad saw. telah terbukti mencuri maka saya sendiri yang akan memotong tangannya.” Demikian, ketegasan yang pernah diungkapkan oleh Rasulullah dalam menegakkan keadilan di bidang hukum.
b. Berperilaku Adil dalam Kehidupan Sosial
Kita dalam menjalani hidup selalu bekerjasama dengan orang lain. Perperilaku adil dalam kehidupan sosial sangat penting kita terapkan. Misalnya ditunjukkan dengan bersikap menghormati, menghargai, dan membantu semua orang tanpa melihat latar belakang dirinya. Keadilan sosial juga sanggup ditunjukkan dengan memberi kesempatan yang sama kepada semua orang dalam berusaha dan berprestasi. Oleh alasannya itu, hak-hak orang lemah harus tetap dilindungi tanpa harus mendahulukan mereka yang mempunyai status sosial yang tinggi.
c. Berperilaku Adil dalam Bidang Ekonomi
Keadilan ekonomi sanggup ditunjukkan dalam hal kepemilikan harta dan kekayaan. Menjunjung keadilan dalam ekonomi berarti berupaya menyeimbangkan sisi-sisi perbedaan yang ada pada masyarakat untuk mendapat hak-hak ekonominya. Misalnya, berusaha membatasi praktik monopoli perdagangan, melindungi orang yang berekonomi lemah, mengelola zakat, dan mengentaskan kemiskinan. (Refferensi: bse PAI)
: Pengertian dan Contoh Diskriminasi, semoga bermanfaat 😊😊😊
Advertisement
Baca juga:
Advertisement
EmoticonEmoticon