Upacara Moral Sulawesi Tenggara Lengkap Penjelasannya - Seni Budayaku

Share:
Konten [Tampil]

Upacara Adat Sulawesi Tenggara

Masyarakat Sulawesi Tenggara melakukan serangkaian upacara daur hidup yang dimulai dari kelahiran , masa cukup umur , perkawinan , dan maut serta upacara etika lainnya. 

1. Upacara Adat Kelahiran

Di kawasan Muna sebelum kelahiran dilaksanakan upacara yang disebut kasambu. Upacara ini didatangi oleh kaum ibu. Upacara tersebut berniat mudah-mudahan bayi yang hendak lahir diberi kelangsungan rezeki. Setelah kelahiran bayi , dilaksanakan upacara kampua. Upacara tersebut dilaksanakan setelah bayi berumur 44 hari dengan peralatan 44 ketupat untuk bayi lelaki dan 44 pisang untuk bayi perempuan. Pada upacara ini dibacakan doa syukuran dan pada di saat itu dilaksanakan pemotongan rambut untuk pertama kalinya. Kemudian , upacara turun tanah disebut upacara kaghabui. Dalam upacara ini anak digendong dengan disertai oleh seseorang yang menjinjing bubuk dapur. Setiap persimpangan yang dilewati bubuk dapur ditebarkan. Hal ini dilaksanakan dengan tujuan mudah-mudahan si bayi tidak gampang terkena penyakit dan terhindar dari roh-roh jahat. 

2. Upacara Menjelang Dewasa

Bagi seorang gadis yang menginjak masa cukup umur diadakan sebuah pesta dengan sebuah upacara pemotongan rambut. Upacara ini ialah dampak masuknya agama Islam. Selain itu ada upacara pemingitan yang disebut karia (Muna) , manggilo (Tolaki) , yang ialah upacara penyucian bagi seorang gadis menjelang dewasa. Mereka yang menjalani upacara ini dikurung empat hari empat malam serta dihentikan menginjakkan kaki di tanah. 

Pada pelaksanaan upacara mereka disunat oleh penghulu , lalu oleh kedua orang tuanya dimandikan dan busana etika warna warni dikenakan terhadap mereka. Kemudian , setiap anak dijunjung oleh satu atau dua orang menuju dalam rumah pesta dan duduk di bantal secara melingkar. Di hadapan mereka sudah tersedia majemuk kue. Kemudian , penghulu menuntun si anak mengucapkan kalimat Syahadat dan taubat. Sesudah itu , bawah umur memainkan tarian Lariangi yang ialah tarian pergaulan muda mudi. Anak lelaki usia 10-15 tahun diwajibkan untuk berkhitan. Anak-anak lelaki dan perempuan menjelang masa peralihan bawah umur ke masa cukup umur diadakan upacara meruncing atau meratakan gigi. Upacara khitanan diselenggarakan serentak dengan upacara khatam Alquran.

3. Upacara Perkawinan

Masyarakat Sulawesi Tenggara mengenal empat cara perkawinan , yakni Mesasapu , bentuk perkawinan dengan peminangan , perkawinan lari bareng disebut Ropolosu atau humbuni. Bila kawin lari dengan paksa oleh pihak lelaki disebut pinola suako atau populaisaka. Dalam perkawinan bawa lari atau lari bareng ini pihak lelaki dikenai hukuman berupa pembayaran yang tinggi terhadap orang renta si gadis. Bentuk perkawinan keempat yakni moruntandole atau uncura yakni jikalau lamaran ditolak atau si gadis sudah dipertunangkan dengan cowok lain , maka pihak orang renta lelaki mendesak untuk melakukan perkawinan antara anaknya dengan si gadis di saat itu juga. 

Tahapan untuk membina sebuah hubungan hingga dilaksanakannya upacara perkawinan yakni selaku berikut. 

1. Memilih kawan hidup
Pemilihan kawan hidup lazimnya dilaksanakan oleh anak lelaki itu sendiri maupun oleh orang tuanya. Pemilihan tersebut termasuk analisa secara fisik maupun sifat kepribadiannya. 

2. Peminangan
Biasanya sebelum peminangan dilaksanakan beberapa kunjungan yang disebut monduutudu (Tolaki) , foenagho tungguno karete (Muna) , dan Pasoloi (Walio). Kemudian dilaksanakan upacara peminangan yang disebut mowawo niwule obite (Tolaki) dan fofe ena (Muna). Dalam program ini disediakan sirih , pinang , kapur sirih , dan tembakau yang dikemas dengan pelepah daun pinang , lalu dimasukkan ke dalam sarung. Bungkusan tersebut disertai dengan uang. Bungkusan sarung tersebut selaku tanda pengikat pertunangan yang disebut besawuki (Tolaki). Dalam program ini juga dibicarakan besarnya popolo (mas kawin) , hari atau waktu pelaksanaan pesta perkawinan , biaya-biaya pesta yang terdiri atas kerbau , beras , duit tunai , dan sebagainya. 

3. Upacara Perkawinan
Upacara perkawinan ini dilaksanakan di rumah pengantin wanita. Sebelum upacara perkawinan dilaksanakan , didahului dengan upacara mombeekangako onggoso (Tolaki) , yakni sebuah upacara penyerahan semua ongkos pesta atau ongkos perkawinan dari pihak lelaki ke pihak perempuan. 

Pengantin lelaki tiba bareng rombongannya disambut oleh pihak perempuan di pintu pagar. Tiap tempat penyambutan ini dijaga oleh kaum perempuan yang membatasi saluran sambil menaburkan beras ketan terhadap rombongan pengantin pria. Rombongan diperkenankan masuk apabila sudah menyerahkan sebuah barang atau duit terhadap wanita-wanita penjaga pintu itu. Selanjutnya dilaksanakan upacara penyerahan popolo (mas kawin) terhadap pihak perempuan. 

Peresmian perkawinan ditandai dengan diantarkannya pengantin lelaki ke tempat tidur pengantin perempuan yang sudah menunggu. Sebelum masuk pengantin lelaki menyisipkan bendo ke atas tempat tidur , lalu masuk dan mengambil tempat di sebelah kanan mempelai wanita. Setelah kedua mempelai duduk berdampingan yang disaksikan oleh orang renta mereka dan para hadirin , memiliki arti perkawinan tadi sudah sah atau resmi. Kemudian kedua pengantin didudukkan di dingklik pengantin untuk memperoleh ucapan selamat dari para hadirin.

4. Upacara Kematian

Masyarakat Sulawesi Tenggara mempunyai cara tersendiri dalam mengorganisir mayat. Adat yang berlaku pada penduduk Tolaki apabila ada seorang aristokrat yang meninggal dipukullah gong dengan irama tertentu yang disebut batubanggwea. Kemudian disembelihlah seekor kerbau yang disebut kotu mbenao. Kemudian disuruhlah orang renta (kowea) yang diandalkan untuk menyodorkan gunjingan terhadap kaum saudara dengan dibekali perangkat etika yang terdiri atas bundar rotan yang dililit tiga (kalo) yang diikatkan pada secarik kain putih. Mereka yang berduka lazimnya mengikat kepalanya dengan kain putih yang disebut lowani sampai masa berkabungnya habis. 

Mayat dimasukkan ke dalam wadah yang disebut soronga (peti mati) yang yang dibikin dari batang pohon. Kemudian jenazah dibawa ke gua kerikil atau dalam rumah-rumah yang khusus. Rumah tersebut lazimnya terletak di tengah hutan selaku tempat kuburnya. 

5. Upacara Adat yang Lain


1. Monahu Ndau
Upacara ini ialah upacara yang dilaksanakan setelah panen padi yang mengambil tempat di lapangan terbuka dengan mendirikan rumah-rumah kecil untuk menggantungkan kendang (okanda). Upacara ini dipimpin oleh seorang dukun yang disebut dengan mbusehe (Tolaki) yang didatangi oleh semua lapisan masyarakat. Upacara ini dilangsungkan selama tiga hari berturut-turut. Upacara ini selaku pemberkatan bibit padi yang hendak ditanam pada tahun berikutnya. Dalam upacara ini para hadirin menarikan tari lulo ngganda yang diiringi oleh tetabuhan okanda (gendang) , yang dipukul pertama kali oleh orang yang ialah keturunan pemelihara okanda tadi.
upacara etika monahu ndau


2. Motasu
Upacara ini ialah tradisi suku Tolaki yang dilaksanakan dalam rangka pembukaan ladang gres dan ditujukan terhadap Dewi Kesuburan (songgoleobae). Akhir dari upacara ini yakni berkumpul untuk berpesta (tekonggo motasu nggenikku). 

3. Ghoti Katumpu
Upacara yang dilaksanakan oleh penduduk Muna pada awal pembukaan hutan dan ada pula yang dilaksanakan setelah panen.

:
8 Tarian Tradisional Sulawesi Tenggara Lengkap Penjelasannya
Pakaian Adat Sulawesi Tenggara Lengkap , Gambar dan Penjelasannya
Mengenal Kebudayaan Daerah Sulawesi Tenggara
Advertisement
Advertisement


EmoticonEmoticon