Showing posts sorted by relevance for query ayat-ayat-al-quran-dan-hadis-tentang. Sort by date Show all posts
Showing posts sorted by relevance for query ayat-ayat-al-quran-dan-hadis-tentang. Sort by date Show all posts

Nih Ayat Al-Quran Dan Hadis Perihal Kejujuran | Jujur Dalam Candaan | Pola Jujur Dalam Keseharian

1. Surah al-Maidah Ayat 8

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ ۖ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَىٰ أَلَّا تَعْدِلُوا ۚ اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

Terjemahan: “Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kau sebagai penegak keadilan alasannya yakni Allah (ketka) menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kau untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah. Karena (adil) itu lebih erat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah Mahatelit terhadap apa yang kau kerjakan.”

Kandungan Alquran Surah al-Maidah Ayat 8
    Ayat ini memerintahkan kepada orang mukmin semoga melaksanakan amal dan pekerjaan mereka dengan cermat, jujur, dan tulus alasannya yakni Allah Swt., baik pekerjaan yang bertalian dengan urusan agama maupun pekerjaan yang bertalian dengan urusan kehidupan duniawi. Karena hanya dengan demikianlah mereka sanggup sukses dan memperoleh hasil jawaban yang mereka harapkan. Dalam persaksian, mereka harus adil mengambarkan apa yang sebenarnya, tanpa memandang siapa orangnya, sekalipun akan menguntungkan lawan dan merugikan teman dan kerabatnya sendiri. Ayat ini seirama dengan Q.S. an-Nisa/4:153, yaitu sama-sama mengambarkan perihal seorang yang berlaku adil dan jujur dalam persaksian. Perbedaannya ialah dalam ayat tersebut diterangkan kewajiban berlaku adil dan jujur dalam persaksian walaupun kesaksian itu akan merugikan diri sendiri, ibu, bapak, dan kerabat, sedangkan dalam ayat ini diterangkan bahwa kebencian terhadap sesuatu kaum tdak boleh mendorong seseorang untuk memperlihatkan persaksian yang tdak adil dan tidak jujur, walaupun terhadap lawan.
    Menurut Ibnu Kasir, maksud ayat di atas yakni semoga orang-orang yang beriman menjadi penegak kebenaran alasannya yakni Allah Swt., bukan alasannya yakni insan atau alasannya yakni mencari popularitas, menjadi saksi dengan adil dan tidak curang, jangan pula kebencian kepada suatu kaum mengakibatkan kalian berbuat tdak adil terhadap mereka, tetapi terapkanlah keadilan itu kepada setap orang, baik sobat ataupun musuh alasannya yakni sesungguhnya perbuatan adil menghantarkan pelakunya memperoleh derajat takwa. Terkait dengan menjadi saksi dengan adil, ditegaskan dari Nu’man bin Basyir, “Ayahku pernah memberiku suatu hadiah. Kemudian ibuku, ‘Amrah bint Rawahah, berkata, ‘Aku tdak rela sehingga engkau mempersaksikan hadiah itu kepada Rasulullah saw. Kemudian, ayahku mendatangi ia dan meminta ia menjadi saksi atas hadiah itu. Kemudian Rasulullad saw. pun bersabda:
 Jadilah kau sebagai penegak keadilan alasannya yakni Allah  Nih Ayat Al-Quran dan Hadis Tentang Kejujuran | Jujur Dalam Candaan | Contoh Jujur Dalam Keseharian
Artinya: “Apakah setap anakmu engkau beri hadiah sepert itu juga? ‘Tidak’, jawabnya. Maka ia pun bersabda, ‘Bertakwalah kepada Allah Swt., dan berbuat adillah terhadap belum dewasa kalian!’ lebih lanjut ia bersabda, ‘Sesungguhnya, saya tdak mau bersaksi atas suatu ketdakadilan.’ Kemudian ayahku pulang dan menarik kembali pinjaman tersebut.”


2. Surah at-Taubah Ayat 119

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ

Terjemahan: “Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah Swt., dan bersamalah kau dengan orang-orang yang benar.”

Kandungan Alquran Surah at-Taubah Ayat 119
    Dalam ayat ini, Allah Swt. memperlihatkan seruan-Nya dan memperlihatkan bimbingan kepada orang-orang yang beriman kepada-Nya dan RasulNya, semoga mereka tetap dalam ketakwaan serta mengharapkan rida-Nya, dengan cara menunaikan segala kewajiban yang telah ditetapkan-Nya, dan menjauhi segala larangan yang telah ditentukan-Nya, dan hendaklah senantasa bersama orang-orang yang benar dan jujur, mengikut ketakwaan, kebenaran dan kejujuran mereka. Dan jangan bergabung kepada kaum munafk, yang selalu menutupi kemunafkan mereka dengan kata-kata dan perbuatan bohong serta ditambah pula dengan sumpah palsu dan alasan-alasan yang tdak benar.


3. Hadis dari Abdullah bin Mas’ud ra
 Jadilah kau sebagai penegak keadilan alasannya yakni Allah  Nih Ayat Al-Quran dan Hadis Tentang Kejujuran | Jujur Dalam Candaan | Contoh Jujur Dalam Keseharian
Diriwayatkan dari ‘Abdullah bin Mas’ud ra., Rasulullah saw. bersabda,
“Hendaklah kau berlaku jujur alasannya yakni kejujuran menuntunmu pada kebenaran, dan kebenaran menuntunmu ke surga. Dan sesantasa seseorang berlaku jujur dan selalu jujur sehingga dia tercatat di sisi Allah Swt. sebagai orang yang jujur. Dan hindarilah olehmu berlaku dusta alasannya yakni kedustaan menuntunmu pada kejahatan, dan kejahatan menuntunmu ke neraka. Dan seseorang senantasa berlaku dusta dan selalu dusta sehingga dia tercatat di sisi Allah Swt. sebagai pendusta.” (H.R. Muslim)

Kandungan Hadis
    Dalam sebuah hadis panjang yang berasal dari Syihab diceritakan bahwa ketka Rasulullah saw. akan melaksanakan gazwah (penyerangan) ke Tabuk untuk menyerang tentara Romawi dan orang-orang Katolik di Syam, salah seorang teman yang berjulukan Ka’ab bin Malik bolos dari pasukan perang, Ka’ab menceritakan bahwa mangkirnya ia dari peperangan tersebut bukan alasannya yakni sakit ataupun ada suatu persoalan tertentu, bahkan menurutnya hari itu justru ia sedang dalam kondisi prima dan lebih prima dari hari-hari sebelumnya. Tetapi entah mengapa ia merasa enggan untuk bergabung bersama pasukan Rasulullah saw. hingga alhasil ia ditnggalkan oleh pasukan Rasulullah saw. Sekembalinya pasukan Rasulullah saw. ke Madinah, ia pun bergegas menemui Rasulullah saw. dan berkata jujur perihal apa yang ia lakukan. Akibatnya, Rasul menjadi murka, begitu pula sahabat-sahabat lainnya. Ia pun dikucilkan bahkan diperlakukan sepert bukan orang Islam, sampai-sampai Rasulullah saw. memerintahkannya untuk berpisah dengan istrinya. Setelah lima puluh hari berselang, turunlah wahyu kepada Rasulullah saw. yang menjelaskan bahwa Allah Swt. telah mendapatkan taubat Ka’ab dan dua orang lainnya. Allah Swt. benar-benar telah mendapatkan taubat Nabi, orang-orang Muhajirin dan Ansar yang mengikutnya dalam saat-saat sulit sesudah hingga saja hat sebagian mereka bermasalah. Kemudian, Allah Swt. mendapatkan taubat mereka dan taubat tga orang yang bolos dari jihad sampai-sampai mereka merasa sumpek dan menderita. Sesungguhnya Allah Swt. Maha Pengasih dan Penyayang.
    Ketka ia diberi kabar bangga bahwa Allah Swt. telah mendapatkan taubatnya, dan Rasulullah saw. telah memaafannya, Ka’ab berkata, “Demi Allah Swt. tdak ada nikmat terbesar dari Allah Swt. sesudah nikmat hidayah Islam selain kejujuranku kepada Rasulullah saw. dan ketidakbohonganku kepada beliau, sehingga saya tidak binasa sepert orang-orang yang berdusta, sesungguhnya Allah Swt. berkata perihal mereka yang berdusta dengan seburuk-buruk perkataan.

Jujur Meskipun dalam Candaan
    Siapa yang mencurigai kejujuran Rasulullah saw.? Ia yakni insan yang sangat terpercaya. Hal tersebut diakui oleh orang-orang yang memusuhinya sekalipun, sepert Abu Jahal dan lainnya. Kejujuran Rasulullah saw. tdak hanya ketka serius berbicara, ketka bercanda pun ia tdak pernah meninggalkan kejujurannya. Bagaimana ia jujur dalam bercanda? Simak kisahnya berikut ini.
1. Naik Anak Unta
    Seorang tiba kepada Nabi Muhammad saw. dan meminta kepada Nabi untuk dinaikkan kendaraan. “Aku akan naikkan kau pada anak unta.” Laki-laki itu heran seraya berkata, “Wahai Rasulullah, apa yang saya perbuat dengan anak unta?” Rasulullah menjawab, “Tidakkah unta hanya melahirkan anak unta?” (Maksudnya, bukankah anak unta itu juga unta dewasa).
2. Seorang nenek-nenek menda-tangi Rasulullah saw. dan berkata, “Wahai Rasulullah, doakanlah semoga memasukkan saya ke dalam surga.” Rasulullah saw. menjawab, “Wahai Ummu Fulan, sesungguhnya perempuan bau tanah tidak akan masuk ke dalam surga.” Maka, perempuan bau tanah itu berpaling dan menangis. Rasulullah kemudian bersabda, “Beri tahu ia tidak akan masuk nirwana dalam keadaan tua. Allah Swt. berfrman, “Sesungguhnya Kami membuat mereka (bidadari-bidadari) dengan eksklusif dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan.” (Q.S. al-Waqi’ah/56:35-36)

Jujur yakni sikap yang sangat mulia. Jujur yakni sifat yang wajib dimiliki oleh para nabi dan rasul Allah swt. sehingga separuh gelar kenabian akan disandangkan kepada orang-orang yang senantasa menerapkan sikap jujur.
 Jadilah kau sebagai penegak keadilan alasannya yakni Allah  Nih Ayat Al-Quran dan Hadis Tentang Kejujuran | Jujur Dalam Candaan | Contoh Jujur Dalam Keseharian
Penerapan sikap jujur dalam kehidupan sehari-hari baik di lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat contohnya sepert berikut.
  1. Meminta izin atau berpamitan kepada orang bau tanah ketka akan pergi ke mana pun.
  2. Tidak meminta sesuatu di luar kemampuan kedua orang tua.
  3. Mengembalikan uang sisa belanja meskipun kedua orang bau tanah tdak mengetahuinya.
  4. Melaporkan prestasi hasil berguru kepada orang bau tanah meskipun dengan nilai yang kurang memuaskan.
  5. Tidak memberi atau meminta jawaban kepada sobat ketka sedang ulangan atau ujian sekolah.
  6. Mengatakan dengan sejujurnya alasan keterlambatan tiba atau absensi ke sekolah.
  7. Mengembalikan barang-barang yang dipinjam dari sobat atau orang lain, meskipun barang tersebut tampak tdak begitu berharga.
  8. Memenuhi undangan orang lain ketka tdak ada hal yang sanggup menghalanginya.
  9. Tidak menjanjikan sesuatu yang kita tdak sanggup memenuhi janji tersebut.
  10. Mengembalikan barang yang ditemukan kepada pemiliknya atau melalui pihak yang bertanggung jawab.
  11. Membayar sesuatu sesuai dengan harga yang telah disepakat.

Nih Ayat-Ayat Al-Qur’An Dan Hadis Perihal Larangan Mendekat Zina

Ayat Al-Quran Tentang Zina
1. Q.S. al-Isra’/17:32
a. Lafal Ayat dan Artinya

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا ۖ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا

“Dan janganlah kau mendekati zina; (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk.”

b. Kandungan Ayat
    Secara umum Q.S. al-Isra’/17:32 mengandung larangan mendekat zina serta penegasan bahwa zina merupakan perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk. Allah Swt. secara tegas memberi predikat terhadap perbuatan zina melalui ayat tersebut sebagai perbuatan yang merendahkan harkat, martabat, dan kehormatan manusia. Karena bahayanya perbuatan zina, sebagai langkah pencegahan, Allah Swt. melarang perbuatan yang mendekat atau mengarah kepada zina.
Imam Sayuti dalam kitabnya al-Jami’ al-Kabir menuliskan bahwa perbuatan zina sanggup menjadikan enam dampak negatf bagi pelakunya.
Tiga dampak negatif menimpa pada ketika di dunia dan tga dampak lagi akan ditimpakan kelak di akhirat.
1) Dampak di dunia
a) Menghilangkan wibawa.
    Pelaku zina akan kehilangan kehormatan, martabat atau harga dirinya di masyarakat. Bahkan pezina disebut sebagai sampah masyarakat yang telah mengotori lingkungannya.
b) Mengakibatkan kefakiran,
    Perbuatan zina juga akan menjadikan pelakunya menjadi miskin alasannya yaitu ia akan selalu mengejar kepuasan nafsu. Pelaku harus mengeluarkan biaya yang tdak sedikit hanya untuk memenuhi nafsunya.
c) Mengurangi umur
    Perbuatan zina tersebut juga akan menjadikan umur pelakunya berkurang karena akan terjangkit penyakit yang sanggup menjadikan kematan. Saat ini banyak sekali penyakit berbahaya yang diakibatkan oleh sikap seks bebas, sepert HIV/AIDS, nanah saluran kelamin, dan sebagainya.
2) Dampak yang akan dijatuhkan di akhirat
a) Mendapat marah dari Allah Swt.
    Perbuatan zina merupakan salah satu dosa besar, sehingga para pelakunya akan mendapat marah dari Allah Swt. kelak di akhirat.
b) Ḥisab yang buruk (banyak dosa)
    Pada ketika hari perhitungan amal (yaumul hisab), para pelaku zina akan menyesal karena mereka akan diperlihatkan betapa besarnya dosa akhir perbuatan zina yang dia lakukan semasa hidup di dunia. Penyesalan hanya tnggal penyesalan, semuanya sudah terlanjur dilakukan.
c) Siksaan di neraka
    Para pelaku perbuatan zina akan mendapat siksa yang berat dan hina kelak di neraka. Dikisahkan pada ketika Rasulullah saw. melaksanakan Isra’ dan Mi’raj ia diperlihatkan ada sekelompok orang yang menghadapi daging segar, tetapi mereka lebih suka memakan daging yang amat bau daripada daging segar. Itulah siksaan dan kehinaan bagi pelaku zina. Mereka berselingkuh padahal mereka mempunyai istri atau suami yang sah. Kemudian, Rasulullah saw. juga diperlihatkan ada satu kaum yang badan mereka sangat besar, namun amis tubuhnya sangat busuk, menjijikkan ketika dipandang, dan amis mereka sepert amis daerah pembuangan kotoran (comberan). Rasul kemudian bertanya, ‘Siapakah mereka?’
Dua Malaikat yang mendampingi ia menjawab, “Mereka yaitu pezina pria dan perempuan.”

2. Q.S. an-Nur/24:2
a. Lafal Ayat dan Artinya

الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا مِائَةَ جَلْدَةٍ ۖ وَلَا تَأْخُذْكُم بِهِمَا رَأْفَةٌ فِي دِينِ اللَّهِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۖ وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمَا طَائِفَةٌ مِّنَ الْمُؤْمِنِينَ

“Pezina perempuan dan pezina laki-laki, deralah masing-masing dari keduanya seratus kali, dan janganlah rasa belas kasihan kepada keduanya mencegah kau untuk (menjalankan) agama (hukum) Allah Swt., jikalau kau beriman kepada Allah Swt. dan hari kemudian; dan hendaklah (pelaksanaan) sanksi mereka disaksikan oleh sebagian orang-orang yang beriman.”

c. Kandungan Ayat
    Kandungan Q.S. an-Nur/24:2 sebagai berikut.
  1. Perintah Allah Swt. untuk mendera pezina perempuan dan pezina lakilaki masing-masing seratus kali.
  2. Orang yang beriman dihentikan berbelas kasihan kepada keduanya untuk melaksanakan aturan Allah Swt.
  3. Pelaksanaan sanksi tersebut disaksikan oleh sebagian orang-orang yang beriman.


Dalam pandangan Islam, zina merupakan perbuatan kriminal (jarimah) yang dikategorikan sanksi ḥudud, yakni sebuah jenis sanksi atas perbuatan maksiat yang menjadi hak Allah Swt. Tidak ada seorang pun yang berhak memaafan kemaksiatan zina tersebut, baik oleh penguasa atau pihak berkaitan dengannya. Berdasarkan Q.S. an-Nur/24:2, pelaku perzinaan, baik pria maupun perempuan harus dieksekusi dera (dicambuk) sebanyak 100 kali. Namun, jikalau pelaku perzinaan itu sudah muhsan (pernah menikah), sebagaimana ketentuan hadis Nabi saw maka diterapkan sanksi rajam.
Dalam konteks ini yang mempunyai hak untuk menerapkan sanksi tersebut hanya khalifah (kepala negara) atau orang-orang yang ditugasi olehnya. Ketentuan ini berlaku bagi negeri yang menerapkan syari’at Islam sebagai aturan positf dalam suatu negara. Sebelum memutuskan sanksi bagi pelaku zina, maka ada empat hal yang sanggup dijadikan sebagai bukti, yaitu: 
  1. saksi, 
  2. sumpah, 
  3. pengakuan, dan 
  4. dokumen atau bukt tulisan. Dalam perkara perzinaan, pembuktan perzinaan ada dua, yakni saksi yang berjumlah empat orang dan ratifikasi pelaku.


Pengakuan pelaku, didasarkan beberapa hadis Nabi saw. Ma’iz bin alAslami, sahabat Rasulullah saw. dan seorang perempuan dari al-Gamidiyyah dijatuhi sanksi rajam ketka keduanya mengaku telah berzina. Di samping kedua bukt tersebut, menurut Q.S. an-Nur/24:6-10, ada aturan khusus bagi suami yang menuduh istrinya berzina. Menurut ketetapan ayat tersebut seorang suami yang menuduh istrinya berzina sementara ia tdak sanggup mendatangkan empat orang saksi, maka ia sanggup memakai sumpah sebagai buktnya. Jika ia berani bersumpah sebanyak empat kali yang menyatakan bahwa dia termasuk orang-orang yang benar, dan pada sumpah kelima ia menyatakan bahwa laknat Allah Swt. atas dirinya jikalau ia termasuk yang berdusta, maka ucapan sumpah itu sanggup mengharuskan istrinya dijatuhi sanksi rajam. Namun demikian, jikalau istrinya juga berani bersumpah sebanyak empat kali yang isinya bahwa suaminya termasuk orang-orang yang berdusta, dan pada sumpah kelima ia menyatakan bahwa laknat Allah Swt. atas dirinya jikalau suaminya termasuk
orang-orang yang benar, sanggup menghindarkan dirinya dari sanksi rajam. Jika hal ini terjadi, keduanya dipisahkan dari status suami istri, dan tidak boleh menikah selamanya. Inilah yang dikenal dengan li’an. Tuduhan perzinahan harus sanggup dibuktkan dengan bukt-bukt yang kuat, akurat, dan sah. Tidak boleh menuduh seseorang melaksanakan zina tanpa sanggup mendatangkan empat orang saksi dan bukt yang kuat.

Hadis perihal Larangan Mendekat Zina
    Hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim
 mengandung larangan mendekat zina serta penegasan bahwa zina merupakan perbuatan keji Nih Ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadis perihal Larangan Mendekat Zina
“Barangsiapa beriman kepada Allah Swt. dan hari tamat maka janganlah berdua-duaan dengan perempuan yang tdak bersama mahramnya karena yang ketiga yaitu setan.” (H.R. Ahmad)


Kewajiban menutup aurat dengan berbusana sesuai dengan syari’at Islam, merupakan salah satu budbahasa yang sangat pentng dalam Islam. Penerapan sikap tersebut dalam pergaulan sehari-hari di antaranya sanggup dilakukan dengan cara sebagai berikut.
1. Menjaga pergaulan yang sehat
    Beruntunglah para cowok dan remaja yang sanggup menjaga pergaulan sesuai dengan anutan Islam. Islam mengajarkan pergaulan yang sehat, bernilai positif, dan mengandung manfaat. Pergaulan yang sehat antara pria dan perempuan merupakan pergaulan yang terbebas dari nafsu yang sanggup mengarah kepada hubungan seksual di luar nikah. Pergaulan remaja dan muda-mudi ketika ini memang sudah sedemikian tipis batasan-batasannya. Tidak gampang untuk membatasi pergaulan itu. Ditambah lagi dengan banyak sekali akomodasi akses, baik melalui telepon, SMS, chating, dan situs jejaring sosial. Dengan banyak sekali sarana itu pergaulan remaja pada umumnya ketika ini menjadi begitu erat dan mudah. Persoalan yang lebih memprihatinkan yaitu para remaja tdak paham dan kadang tdak peduli
mana batas-batas yang wajar, mana yang tdak wajar, dan mana yang sudah kebablasan.
Apa batasan pergaulan itu? Dalam hal ini Rasulullah saw. menunjukkan batasan berupa larangan berdua-duaan antara pria dan perempuan melalui hadis berikut:
 mengandung larangan mendekat zina serta penegasan bahwa zina merupakan perbuatan keji Nih Ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadis perihal Larangan Mendekat Zina
Artnya: “Dari Ibnu Abbas; bahwa Rasulullah saw. bersabda, Janganlah seorang pria berduaan dengan seorang perempuan (yang bukan mahramnya), dan janganlah seorang perempuan bepergian kecuali bersama mahramnya ...” (H.R. Bukhari dan Muslim)

2. Menjaga aurat
    Aurat merupakan penggalan dari badan yang harus dilindungi dan ditutupi semoga terjaga dari pandangan lawan jenis. Aurat perempuan yaitu seluruh penggalan badan kecuali wajah dan kedua telapak tangan. Aurat pria yaitu penggalan badan antara pusar hingga dengan lutut. Agar aurat perempuan tertutup, maka diwajibkan untuk memakai jilbab dan pakaian yang sanggup menutupi seluruh tubuhnya, termasuk menutupi penggalan dada. Kain kerudung dan pakaian itu pun merupakan kain yang disyari’atkan, misal kainnya tdak boleh tpis, tdak boleh sempit atau ketat, dan sanggup menyamarkan lekuk badan perempuan. Demikian juga dengan laki-laki, semoga terjaga dari pandangan maka penggalan badan yang menjadi aurat itu harus dijaga dari pandangan lawan jenis, caranya ditutup dengan pakaian yang sesuai.
Firman Allah Swt. yang artnya, “Dan katakanlah kepada para perempuan yang beriman, semoga mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa) terlihat. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya” (Q.S. an-Nur/24:31)

3. Menjaga pandangan
    Pandangan pria terhadap perempuan atau sebaliknya termasuk celah bagi setan melancarkan taktik untuk menggodanya. Kalau hanya sekilas saja atau spontanitas atau tdak sengaja, pandangan mata itu tdak menjadi masalah. Pandangan pertama yang tdak sengaja diperbolehkan, tetapi jikalau berkelanjutan maka haram hukumnya. Rasulullah saw. bersabda yang artnya, “Dari ‘Abdulah bin Buraidah dari ayahnya, bahwa Rasulullah saw. bersabda kepada ‘Ali bin Abi °alib, Hai ‘Ali! Janganlah kau ikut pandangan pertama dengan pandangan selanjutnya, karena yang pertama dimaafan, tapi yang selanjutnya tdak.” (H.R. Ahmad)
Untuk menjaga semoga pandangan pertama tdak disertai tujuan lain tersebut, cepatlah kendalikan diri kita. Salah satunya dengan cara menundukkan pandangan. Sebelum iblis memasuki atau mempengaruhi pikiran dan hat kita. Segera mohon pinjaman kepada Allah Swt. semoga kita tdak mengulangi pandangan yang mengandung unsur bandel itu.

4. Menjaga kehormatan
    Organ paling eksklusif insan sering disebut atau diperhalus dengan kata “kehormatan”. Jika direnungkan secara mendalam, sebutan ini sungguh sangat arif dan tepat. Benteng paling tamat dari harga diri dan kehormatan insan baik pria maupun perempuan ada pada organ badan yang paling eksklusif tersebut. Terkadang organ vital insan juga disebut dengan “kemaluan”. Hal ini juga relevan karena palang pintu rasa aib terakhir yaitu pada penggalan badan tersebut. Orang remaja yang normal, baik pria maupun perempuan tentu sangat aib jikalau organ vitalnya itu terlihat oleh pihak lain yang tdak mempunyai hak untuk memandangnya.

5. Meningkatkan aktvitas dan rajin berpuasa
    Bagi para cowok dan remaja yang belum menikah disarankan untuk memperbanyak aktvitas atau acara yang positf. Hal ini sanggup menciptakan mengalihkan perhatan dan pikiran mesum. Ikutlah acara olahraga, ekstrakurikuler, kursus, bimbingan belajar, pekerjaan tambahan dan lain-lain. Menyibukkan diri dengan banyak sekali aktvitas sanggup mengakibatkan perhatan kita selalu ke arah yang positf.
Cara lain yang sanggup ditempuh untuk menahan nafsu bagi para cowok dan remaja yang belum menikah yaitu dengan berpuasa sunah. Islam itu indah dan sehat, dengan taat beribadah dan rajin puasa otomats pikiran dan hat menjadi higienis dan jernih. Tidak akan terlintas di pikiran kita untuk melaksanakan hal yang melanggar kesusilaan. Perhatkan hadis Rasulullah saw. berikut ini!
 mengandung larangan mendekat zina serta penegasan bahwa zina merupakan perbuatan keji Nih Ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadis perihal Larangan Mendekat Zina
Artnya: “Dari Abdurrahman bin Yazid dari Abdullah ia berkata; Rasulullah saw. menyampaikan kepada kami, “Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian bisa ba`ah maka menikahlah karena hal itu sanggup menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan, barangsiapa yang tdak mampu, hendaklah berpuasa karena hal itu sanggup menekan hawa nafsunya.” (H.R. Ahmad).
(Sumber referensi: Buku PAI)

Nih Menyantuni Kaum Dhuafa (Makalah / Artikel Perihal Menyantuni Dhuafa)

Dalam kehidupan di dunia ini, Allah Swt memperlihatkan panorama kehidupan yang tidak sama. Banyak
hal yang terjadi dalam kehidupan ini berpasang-pasangan, ada siang-malam, laki-perempuan, dan kaya-miskin. Dengan aturan pasangan tersebut, muncul pula kelompok orang-orang yang kurang beruntung, baik secara fisik, ekonomi, intelektual ataupun kekuasaan (politik). Kelompok-kelompok yang kurang beruntung ini dalam Al-Quran disebut sebagai kaum dhu’afa (kaum lemah atau kurang beruntung).
 Allah Swt memperlihatkan panorama kehidupan yang tidak sama Nih Menyantuni Kaum Dhuafa (Makalah / Artikel Tentang Menyantuni Dhuafa)
Bila dirinci secara keilmuan, munculnya kaum dhuafa ini sanggup disebabkan lantaran beberapa hal. Setidaknya ada tiga faktor umum yang potensial menjadikan munculnya kelompok lemah:
1. Lahirnya dhuafa (kaum lemah) lantaran unsur fisik atau biologis
    Ketidaksempurnaan fisik potensial menjadi penyebab seseorang menjadi orang lemah. Memang benar, tidak semua orang cacat fisik sanggup dikategorikan sebagai orang lemah, lantaran di dunia ini sempat melahirkan orang cacat menjadi terhormat, baik sebagai pelukis dunia, penyanyi maupun pemimpin politik. Bagi kalangan muslim, mungkin mengenal pemikir Mesir yang menjadi Menteri pendidikan yaitu Dr. Thoha Husein. Orang ini ialah cendikiawan muslim yang buta, namun mempunyai kemampuan intelektual yang tinggi. Namun demikian, di lingkungan masyarakat kita pada umumnya, mereka yang mempunyai keterbatasan fisik menjadi kelompok masyarakat yang lemah.
2. Kelemahan yang disebabkan lantaran faktor kultural
    Orang yang pemalas ialah ciri dasar dari kelemahan individu atau masyarakat lantaran dilema kultural. Orang (atau masyarakat) ibarat ini lemah bukan lantaran cacat fisik, namun lemah lantaran mentalnya ialah mental pemalas dan tidak mempunyai semangat dalam hidup.
3. Kelemahan individu atau masyarakat lantaran faktor struktural
    Di zaman kolonial dulu, rakyat Indonesia banyak yang miskin, sakit-sakitan dan bodoh. Nasib yang diderita rakyat kita tersebut, bukan lantaran keterbatasan fisik atau mental rakyat Indonesia yang lemah, namun lebih disebabkan lantaran kekuasaan kaum kolonial yang refresif (memaksa, menekan dan menjajah) kaum pribumi supaya tetap bodoh, miskin dan tidak berdaya.

Dalam konteks ibarat inilah, maka kaum muslimin di zaman modern ini dituntut untuk mempunyai kepekaan, kesantunan, dan kesetiakawanan yang tinggi kepada kaum yang lemah. Karena mereka ialah potongan dari umat, potongan dari bangsa dan potongan dari masyarakat kita sendiri. Kebutuhan untuk menyantuni kaum yang lemah atau teraniaya ini, selain menjadi kewajiban sopan santun sebagai sesama anggota masyarakat, juga sanggup dikaitkan dengan tujuan untuk menghindari petaka dari Allah Swt. Dalam hadis qudsi, Allah Swt berfirman :
 Allah Swt memperlihatkan panorama kehidupan yang tidak sama Nih Menyantuni Kaum Dhuafa (Makalah / Artikel Tentang Menyantuni Dhuafa)
Terjemah:
Demi kemuliaan dan keagungan-Ku. Pasti akan Ku balas si penganiaya cepat atau lambat, dan niscaya akan Ku balas orang yang melihat seseorang teraniaya tetapi ia tidak menolongnya, padahal ia bisa melakukannya. (HR. Thabrani).

Allah Swt memberitahukan kepada kita, bahwa Dia akan mengambil tindakan akibat kepada orang yang melaksanakan penganiayaan atau penindasan dan akan memberi eksekusi baik di dunia maupun di akherat. Hal yang paling mengerikan ialah Allah Swt pun akan memperlihatkan peringatan (hukuman) kepada mereka yang melihat penganiayaan namun malahan membiarkannya. Terkait dengan dilema ini, dalam membangun masyarakat Islam yang sejahtera tidak cukup hanya dengan prihatin atau peduli. Setiap muslim sudah saatnya untuk memperlihatkan sikap konkret dalam melaksanakan pembelaan dan proteksi terhadap kaum dhuafa. Di antara 11 (sebelas) bentuk sikap kebaikan sebagaimana dinyatakan dalam Qs. Al-Baqarah ayat 177, ada dua sikap konkret dalam menyantuni kaum dhuafa. Kedua sikap konkret dalam menyantuni kaum dhua’afa itu tersirat dalam kewajiban muslim.
QS Al-Isra Ayat 26-27 Tentang Menyantuni Kaum Dhuafa 😊

Bentuk kepedulian dan kesetiakawanan seorang muslim, ternyata sanggup dilakukan dalam dua bentuk.
Pertama, santunan dalam bentuk ekonomi. Hal ini ditunjukkan dalam memperlihatkan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, belum dewasa yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta.
Semenjak tsunami di Aceh dan Nias pada selesai 2005, negara kita terus dilanda peristiwa dan musibah. Bencana alam tersebut tiba silih berganti, ibarat tsunami, banjir, longsoran tanah dan sampah, gempa dan letusan gunung berapi. Selain itu, petaka gizi jelek atau lumpuh layu pun menimpa sebagian dari masyarakat Indonesia.
Kondisi tersebut merupakan satu potongan dari kenyataan hidup yang ada di masyarakat kita. Sebagai seorang yang beragama, kita yakin bahwa apapun yang terjadi dalam hidup dan kehidupan ini terjadi lantaran izin Allah Swt., namun demikian Allah Swt telah memperlihatkan perintah kepada kita untuk menafakuri banyak sekali insiden tersebut dan lalu mencari solusi untuk menghadapi dilema tersebut.

Salah satu di antara yang sanggup dilakukan orang muslim dalam menghadapi dilema sosial ekonomi ini yaitu memperlihatkan sikap kedermawaman terhadap sesama muslim. Dalam Qur’an surah ali Imran ayat 92, Allah Swt berfirman :

لَن تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّىٰ تُنفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ ۚ وَمَا تُنفِقُوا مِن شَيْءٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ

Terjemahan:
Kamu sekali-kali tidak hingga kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kau menafkahkan sehahagian harta yang kau cintai. dan apa saja yang kau nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya. Ayat tersebut memperlihatkan klarifikasi komplemen terhadap ayat-ayat yang sudah dikemukakan sebelumnya, ihwal wujud kebaktian atau sikap yang baik di hadapan Allah Swt itu tidak cukup hanya kepercayaan kepada-Nya saja, namun perlu ditunjukkan pula dalam bentuk kedermawanan kepada sesama.

Kedua, santunan dalam bentuk proteksi dan pembebasan, hal ini ditunjukkan dalam perintah untuk (memerdekakan) hamba sahaya. Santunan dalam bentuk ini, cocok dengan pentingnya santunan untuk melaksanakan pembebasan kaum dhuafa dari struktur atau sistem yang tidak menguntungkannya.

Islam merupakan agama yang tepat dan lengkap (kaffah dan syumul). Semenjak awal, keinginan dan tujuan diturunkan Islam ialah untuk membangun masyarakat yang ideal, yaitu masyarakat yang berkeadilan (al’adalah), menjunjung tinggi persamaan atau egaliter (al-musawa), kondusif sentosa (al-amanah). Untuk mewujudkan masyarakat ideal itu, maka banyak sekali tindakan yang sanggup melemah pihak lain harus dihindari dan dihapuskan. Dalam sejarah Islam, insan yang menindas insan itu dicontohkan oleh tokoh Fir’aun. Raja Mesir kuno ini ialah tokoh yang menyatakan diri sebagai Tuhan dan memperlakukan rakyatnya sebagai budak. Melihat kenyataan ibarat itu, Nabi Musa as yang diutus Allah Swt untuk zaman tersebut mempunyai kiprah untuk membebaskan kaum lemah di masanya. Kepedulian dan tindakan Nabi Musa as waktu itu merupakan salah satu bentuk konkret dalam memperlihatkan kepedulian dan kepekaan terhadap kaum yang lemah (Dhu’afa) secara struktural.

Selain kedua bentuk santunan tersebut, seorang muslim pun sanggup melaksanakan santunan kepada kaum dhuafa dengan tujuan untuk membebaskan masyarakat atau kaum lemah dari kebodohan.

Semenjak awal, Islam ialah agama yang mempunyai kepedulian terhadap dunia pendidikan. Hal ini ditunjukkan oleh surat dan ayat pertama yang diwahyukan kepada Rasulullah Muhammad saw yang sarat dengan makna pendidikan. Oleh lantaran itu, perjuangan dan tanggungjawab seorang muslim terhadap orang lemah bisa dilakukan dalam banyak sekali bentuk di antaranya dalam bidang ekonomi untuk pemberdayaan daya beli masyarakat, dalam bidang pendidikan untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia, dan dalam proteksi aturan atau struktural dari sistem kekuasaan yang memperbudak.
Sehubungan dengan hal ini, ada hadis qudsi yang memperjelas ihwal pentingnya sikap kedermawanan kepada sesama. Hadis Qudsi ini bersumber dari Abu Umamah ra. yang diriwayatkan Baihaqi.
 Allah Swt memperlihatkan panorama kehidupan yang tidak sama Nih Menyantuni Kaum Dhuafa (Makalah / Artikel Tentang Menyantuni Dhuafa)
Terjemahan:
Wahai anak Adam, Jika engkau mendermakan kelebihan hartamu, maka kebaikanlah bagimu. Tetapi sekiranya engkau mengepalkan tanganmu (karena kikir), maka keburukanlah bagimu. Engkau tidak dicela atas kecekukupan yang ada (tidak berlebihan tapi qona’ah/cukup dengan apa yang ada), dan mulailah dengan orang yang engkau tanggung (dengan memperlihatkan nafkah belanja seadanya). Dan tangan sebelah atas (yang memberi) lebih baik dari tangan di bawah (yang meminta).

Kekuatan sedekah atau kedermawanan ini ditemukan pula dalam hadis yang diriwayatkan oleh Turmudzi dan Ahmad.
Tatkala Allah SWT membuat bumi, maka bumi pun bergetar. Lalu Allah pun membuat gunung dengan kekuatan yang telah diberikan kepadanya, ternyata bumi pun terdiam. Para malaikat terheran-heran akan penciptaan gunung tersebut. Kemudian mereka bertanya, “Ya Rabbi, adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih berpengaruh dari pada gunung?”
Allah menjawab, “Ada, yaitu besi”.
Para malaikat pun kembali bertanya, “Ya Rabbi adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih berpengaruh dari pada besi?”
Allah yang Mahasuci menjawab, “Ada, yaitu api”.
Bertanya kembali para malaikat, “Ya Rabbi adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih berpengaruh dari pada api?”
Allah yang Mahaagung menjawab, “Ada, yaitu air”.
“Ya Rabbi adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih berpengaruh dari air?” Kembali bertanya para malaikat.
Allah yang Mahatinggi dan Mahasempurna menjawab, “Ada, yaitu angin”.
Akhirnya para malaikat pun bertanya lagi, “Ya Allah adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih dari semua itu?”
Allah yang Mahagagah dan Mahadahsyat kehebatan-Nya menjawab,
“Ada, yaitu amal anak Adam yang mengeluarkan sedekah dengan tangan kanannya sementara tangan kirinya tidak mengetahuinya.”
(Sumber: Buku PAI)

Nih Husnuzan Kepada Allah (Contoh Bentuk Husnuzan Dan Ayat Al-Quran Perihal Husnuzan Kepada Allah)

Husnuzan kepada Allah adalah berbaik sangka kepada Allah Swt. atas apa pun yang kita hadapi dan alami dalam kehidupan kita. Sikap husnuzan kepada Allah Swt. merupakan perilaku husnuzan terpenting yang harus tertanam di hati seorang muslim. Saat Allah Swt. memutuskan sesuatu untuk kita, adakalanya kita merasa tidak cocok dengan ketetapan Allah Swt tersebut. Meskipun demikian, kita harus senantiasa mengedepankan prasangka baik kepada Allah Swt. Hal ini sebab kita sering tidak mengetahui nasihat yang mengiringi suatu kejadian. Husnuzan kepada Allah Swt. terbagi menjadi beberapa bentuk. Di antaranya husnuzan dalam ketaatan kepada Allah Swt., husnuzan dalam nikmat Allah Swt., dan husnuzan dalam menghadapi ujian dari Allah Swt serta terakhir husnuzan dalam melihat ciptaan Allah Swt.
 atas apa pun yang kita hadapi dan alami dalam kehidupan kita Nih Husnuzan kepada Allah (Contoh Bentuk Husnuzan dan Ayat Al-Quran Tentang Husnuzan Kepada Allah)

Contoh Bentuk-Bentuk Husnuzan Kepada Allah ialah sebagai berikut:
1. Husnuzan Dalam Ketaatan Kepada Allah Swt
    Sebagai tuntunan untuk umat Islam, Allah Swt. menurunkan syariat-Nya. Dengan syariat Allah Swt. itulah kaum muslimin di seluruh dunia menjalani kehidupannya. Pada ketika yang sama, sebagai insan kita dibekali Allah Swt. dengan hawa nafsu, akal, dan rasa. Dengan perangkat tersebut kita melaksanakan analisis dan mencicipi semua yang kita alami. Tidak jarang dengan keterbatasan nafsu, akal, dan rasa kita menemukan kejanggalan atau ketidaknyamanan dalam menjalankan syariat. Sebagai pola ketika terdengar panggilan salat Subuh. Suasana masih sangatlah pagi, dingin, mengantuk, dan belum cukup tidur. Dalam keadaan semacam itu, kita berdiri dan mengambil air wudu kemudian mendirikan salat. Kadang dalam hati kita bertanya, ”Apa yang diinginkan Allah Swt. dari kita dengan salat sepagi ini?”
Dalam menjalankan aturan waris mungkin kita juga mencicipi ”kejanggalan”. Pada ketika emansipasi perempuan telah berkembang menyerupai kini ini, aturan waris Islam menuntunkan bahwa penggalan seorang anak pria dua kali penggalan dari anak perempuan. Di mana letak keadilan Tuhan? Bukankah lebih adil bila warisan untuk anak pria sama dengan penggalan untuk anak perempuan?
     Bidang lain yang tidak kalah sering menjadi target pertanyaan dalam hati kita ialah aturan pidana Islam. Dalam pidana Islam atau yang dikenal dengan istilah jinayat, Allah Swt. mensyariatkan aturan qisas. aturan potong tangan, aturan cambuk, dan sebagainya. Pada kurun modern ini eksekusi menyerupai itu tampak sebagai eksekusi orang-orang Barbar yang tidak mengenal hak asasi manusia. Masih banyak lagi pertanyaan
yang mungkin terlintas dalam hati kita. Husnuzan dalam ketaatan kepada Allah Swt. merupakan perilaku baik sangka kepada Allah Swt. terhadap apa pun yang Dia memutuskan untuk kita. Kita mungkin merasa sesuatu yang ditetapkan Allah Swt. sebagai tidak tepat, tidak baik berdasarkan ukuran pikiran dan perasaan kita. Akan tetapi, kita harus yakin bahwa Allah Swt. lebih mengetahui huruf insan ciptaan-Nya bahkan daripada kita sendiri. Pandangan dan aturan Allah Swt. dibentuk dengan kebenaran hakiki dengan kacamata ketuhanan. Pandangan dan perasaan kita sangat dipengaruhi oleh keadaan sekitar kita. Pikiran kita sangatlah gampang dimanipulasi oleh gosip yang kita terima dan hanya sanggup menjangkau sebatas yang kita ketahui.
    Husnuzan dalam ketaatan kepada Allah Swt. harus berada di depan perasaan dan pikiran kita. Artinya, meskipun hati kita belum sanggup mencicipi kebenaran aturan Allah Swt. dan pikiran kita melihat ada hal lain yang lebih baik berdasarkan pendapat kita, sebagai muslim tidak ada perilaku yang akan kita ambil selain sami’na waata’na, kami dengar perintah-Mu ya Allah dan kami taat. Apa pun yang diturunkan Allah Swt. kepada kita niscaya aturan terbaik untuk kita. Pasti ada nasihat besar di balik semua aturan yang Dia turunkan untuk kita meskipun keterbatasan pikiran dan perasaan kita belum sanggup melihatnya.
2. Husnuzan Dalam Nikmat Allah Swt
    Allah Swt. memperlihatkan nikmat-Nya kepada siapa pun yang dikehendaki-Nya. Nikmat harta, kesehatan, kesempatan, dan masih banyak lagi nikmat yang diberikan Allah kepada kita. Allah Swt. memperlihatkan nikmat kepada kita tentu dengan maksud dan tujuan tertentu. husnuzan kepada Allah Swt. atas nikmat yang telah Dia berikan sanggup kita lakukan dengan memperbanyak syukur dan merenungkan untuk apa Allah Swt. memperlihatkan nikmat itu kepada kita. Dengan demikian, kita mengetahui cara memperlakukan nikmat tersebut.
3. Husnuzan Dalam Menghadapi Ujian dari Allah Swt
    Dalam kehidupan sehari-hari tidak jarang kita dihadapkan dengan keadaan yang tidak menyenangkan. Misalnya, kemiskinan, kesulitan hidup, kegagalan, atau kehilangan. Saat mencicipi ujian kehidupan tersebut jiwa kita termakan untuk bereaksi negatif dengan kemarahan, kegalauan, dan kesedihan. Semua reaksi negatif tersebut sebagian merupakan reaksi alami sebagai manusia. Akan tetapi, apabila berlarutlarut, kesedihan atau kemarahan terhadap keadaan mengakibatkan kita menghujat Allah Swt. Kita mempersalahkan Allah Swt. atas keadaan yang terjadi pada diri kita.
Hikmah dalam Ujian
Manusia acap kali mencicipi kepedihan ujian hidup. Saat menghadapi ujian hidup itu, hati terkadang tidak bersabar. Kemudian muncullah keluhan, umpatan, rasa marah, bahkan menyalahkan Tuhan atas ujian yang dirasakan. Dalam batas wajar, keluh kesah diperbolehkan dalam Islam. Hal itu merupakan penggalan dari dinamika hidup. Akan tetapi, manakala keluh kesah itu melampaui batas sampai menyalahkan, hal itu masuk dalam larangan Allah. Allah melarang seseorang berkeluh kesah berlebihan bukanlah untuk kepentingan Allah, melainkan untuk kepentingan orang yang bersangkutan. Sikap sabar akan menuntun insan pada rasa husnuzan kepada Allah. Pada gilirannya, husnuzan akan membawa pada pola pikir rasional dalam memandang ujian hidup. Gabungan antara husnuzan dan rasional itulah yang membawa insan pada nasihat besar di balik ujian yang Allah berikan.
    Dalam keadaan tidak menyenangkan kita harus semakin mempertebal rasa husnuzan kepada Allah Swt. Apa pun yang kita terima dan alami dalam hidup niscaya mempunyai nasihat yang besar untuk masa depan kita. Adakalanya kita merasa tidak nyaman dengan suatu keadaan padahal berdasarkan ilmu Allah Swt. bahu-membahu baik untuk kita. Oleh sebab itu, ketika suatu ujian tiba dalam hidup kita, bersabarlah dan berbaik sangkalah kepada Allah Swt. Dalam hal ini Nabi Ayyub a.s. telah memperlihatkan pola terbaiknya. Dengan bersabar dan berbaik sangka Allah Swt. akan memperlihatkan kebaikan kepada kita di masa depan. Hal ini dalam sebuah hadis qudsi dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda:
Allah berfirman sebagai berikut.
 atas apa pun yang kita hadapi dan alami dalam kehidupan kita Nih Husnuzan kepada Allah (Contoh Bentuk Husnuzan dan Ayat Al-Quran Tentang Husnuzan Kepada Allah)
Artinya: ”Aku selalu menuruti persangkaan hamba-Ku kepada-Ku. Apabila ia berprasangka baik maka ia akan mendapat kebaikan. Adapun bila ia berprasangka jelek kepada-Ku maka ia akan mendapat keburukan.” (H.R.Tabrani dan Ibnu Hibban)
4. Husnuzan Dalam Melihat Ciptaan Allah Swt
    Allah Swt. membuat alam seisinya. Bumi beserta seluruh jenis makhluk yang mengisinya ialah ciptaan Allah Swt. Di alam ini kita sanggup menemukan bermiliar-miliar jenis benda sampai makhluk hidup dengan segala bentuk dan rupanya. Saat menemukan suatu bentuk makhluk yang abnormal kita merasa takjub kepadanya. Pada ketika yang berbeda kita menemukan suatu hewan yang menjijikkan, mengganggu, berbahaya, atau menakutkan. Misalnya sekumpulan lalat atau ular. Ketika kita melihat makhluk-makhluk yang berdasarkan kita membahayakan, dalam hati mungkin kita bertanya untuk apa Allah Swt. membuat makhluk menyerupai itu. Kita memandang rendah atau bahkan membenci makhluk tersebut. Untuk apa Allah Swt. membuat seekor lalat? Bukankah lalat hanya akan membawa penyakit?
    Husnuzan kepada Allah Swt. artinya bersikap baik sangka kepada Allah Swt. atas apa pun ciptaan-Nya. Setiap makhluk yang diciptakan Allah Swt. niscaya mempunyai maksud dan tujuan yang bermanfaat bagi kehidupan di bumi ini. husnuzan kepada Allah Swt. meyakini bahwa tidak ada satu pun yang sia-sia dalam ciptaan Allah Swt. Dengan perilaku ini kita akan sanggup lebih memerhatikan keadaan lingkungan dengan penuh penghormatan kepada penciptanya. Inilah perilaku husnuzan kepada Allah Swt. Sikap ini harus menjadi tindakan kasatmata dalam kehidupan seorang muslim. Dengan husnuzan kita yakini kebenaran Allah Swt. Dengan husnuzan kepada Allah Swt. kita optimis melihat hidup dan menghadapi segala kesulitannya. Dengan husnuzan pula kita mengharap kebaikan dari Allah Swt. yang menyerupai janji-Nya akan menganugerahkan kebaikan bagi siapa pun yang berbaik sangka kepada-Nya.

Contoh ayat di dalam Al-Quran Yang Menjelaskan Tentang Husnuzan Kepada Allah
    Salah satu ayat yang memperlihatkan dasar perilaku husnuzan kepada Allah Swt. ialah Surah Ali Imran [3] ayat 190–191 artinya: Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan bergantinya siang dan malam terdapat gejala kekuasaan Allah Swt. bagi orang-orang yang berakal, yaitu orang-orang yang berzikir kepada Allah pada ketika berdiri, duduk, atau berbaring dan memikirkan apa yang ada dalam penciptaan langit dan bumi itu. (hingga mereka berkata) Ya Rabbku, tidaklah Engkau ciptakan semua ini sia-sia. Mahasuci Engkau dan jagalah kami dari api neraka.
    Pada ayat di atas, Allah menyatakan bahwa penciptaan langit dan bergantinya siang dan malam merupakan gejala kekuasaan Allah Swt. Dengan ayat ini kita diajak oleh Allah Swt. untuk menjadi eksklusif yang husnuzan kepada Allah dengan mengucapkan subhanallah. Kunci dalam memahami ayat ini ialah korelasi antara kehidupan sehari-hari yang disebut Allah Swt. sebagai penciptaan langit dan bumi serta bergantinya siang dan malam dengan kesadaran akan keindahan Allah Swt.

Nih Pengertian Dan Tata Cara Pelaksanaan Sholat Ied, Sholat Istisqa, Dan Sholat Gerhana

Pengertian dan tata cara sholat yang akan kita pelajari ketika ini ialah sholat-sholat yang dilaksanakan secara berjamaah, diantaranya yaitu sholat ied, sholat istisqa, dan sholat gerhana. 
1. Sholat ied
Pengertian sholat ied
    Sholat ied ialah sholat yang dilaksanakan ketika hari raya idul fitri ataupun idul adha. Setiap tanggal 1 Syawal kita merayakan hari raya Idul Fitri, demikian pula pada tanggal 10 Zulhijah kita merayakan hari raya Idul Adha. Pada kedua hari raya tersebut, kita disunahkan untuk mengerjakan sholat sunah yang dikenal dengan nama sholat sunah id. (Sulaiman Rasyid, 1995: halaman 135)
Melaksanakan sholat ied mempunyai tujuan tertentu. sholat idul Fitri dikerjakan sebagai wujud rasa syukur kepada Allah dan menutup ibadah Ramadan. sholat sunah Idul Adha dimaksudkan sebagai bentuk syukur atas keberhasilan jamaah haji melaksanakan ibadah haji.
Pengertian dan tata cara sholat yang akan kita pelajari ketika ini ialah sholat Nih Pengertian dan Tata Cara Pelaksanaan Sholat Ied, Sholat Istisqa, dan Sholat Gerhana
Tata Cara Pelaksanaan
    Sholat ied dikerjakan pada waktu duha, yaitu pada pagi hari sesudah terbitnya matahari (lebih kurang setengah jam sesudah terbitnya matahari) hingga sebelum zawal (tergelincir matahari/condong ke arah barat tanda masuknya waktu sholat Zuhur). Untuk tempat pelaksanaan sholat ied, di kalangan ulama terdapat perbedaan pendapat. Jumhur ulama beropini lebih utama dikerjakan di lapangan terbuka, kecuali kalau ada halangan ibarat hujan atau kawasan tersebut tidak mempunyai lapangan terbuka. Kalangan Mazhab Syafi’i beropini lain, yaitu lebih utama di masjid. Alasannya, di tempat tersebut lebih terhormat dan lebih bersih
daripada lapangan terbuka, kecuali kalau masjid tidak bisa menampung jamaah.
Terdapat perbedaan pendapat perihal tata cara pelaksanaan sholat id, khususnya perihal jumlah takbirnya. Ada yang beropini tujuh kali takbir pada rakaat pertama dan lima kali pada rakaat kedua, ada pula yang beropini enam kali pada rakaat pertama dan lima kali pada rakaat kedua.
Untuk urutan tata cara pelaksanaan sholatnya, sebagai berikut.
1. Berdiri menghadap kiblat.
2. Berniat melaksanakan sholat ied.
3. Takbiratul ihram.
4. Membaca doa iftitah.
5. Takbir, dilanjutkan dengan membaca Surah al-Fatihah [1] dan surah pilihan.
6. Rukuk.
7. Sujud.
8. Duduk di antara dua sujud.
9. Sujud.
10. Berdiri untuk rakaat kedua dan takbir dilanjutkan dengan gerakan ibarat rakaat pertama.
11. Tasyahud.
12. Salam.
13. Mendengarkan khotbah.
    Selain mengerjakan ketentuan sholat ied sesuai dengan syarat dan rukunnya, kita perlu mengerjakan amalan sunah, yaitu dengan memperbanyak takbir dan zikir sebelum sholat, membersihkan anggota badan, membaca takbir sepanjang perjalanan menuju tempat sholat, berinfak kepada fakir miskin, dan melaksanakan syiar dengan menunjukkan kegembiraan menyambut hari raya.

2. Sholat Istisqa
Pengertian Sholat Istisqa
    Sholat istisqa ialah sholat yang dilakukan ketika umat muslim dilanda kekeringan sebagai bentuk pengharapan pada turunnya hujan. Menurut jumhur ulama, aturan melaksanakan sholat istisqa ialah sunah muakkad. Berkaitan dengan sholat istisqa terdapat hadis Rasulullah yang artinya:
Dari Anas bin Malik r.a., ia berkata: ”Bahwasanya Rasulullah saw. beristisqa, kemudian dia mengisyaratkan kedua telapak tangannya ke langit.” (H.R. Muslim)
Tata Cara Pelaksanaan
    Sholat istisqa dilaksanakan dua rakaat secara berjamaah di lapangan terbuka, tanpa azan dan iqamah. Menurut jumhur ulama, bacaan dalam sholat istisqa ialah jahr (dibaca dengan bunyi keras) ibarat sholat ied. Untuk waktu pelaksanaan sholat istisqa tidak ada ketetapannya. sholat istisqa boleh dilaksanakan kapan pun, kecuali pada waktu tidak dibolehkan melaksanakan sholat, ibarat waktu terbitnya matahari, waktu matahari di tengah-tengah langit, dan waktu terbenamnya matahari.
Tentang cara pelaksanaan sholat istisqa, jumhur ulama beropini harus secara berjamaah dengan dua kali khotbah sebelum sholat dikerjakan. Ada beberapa hal yang dianjurkan dalam pelaksanaan sholat istisqa, yaitu sebagai berikut.
1. Jamaah dianjurkan untuk bertobat dari segala perbuatan tercela yang telah mereka lakukan. Jamaah juga dianjurkan semoga senantiasa mendekatkan diri kepada Allah dengan melaksanakan banyak sekali amal kebajikan.
2. Imam bahu-membahu jamaah menuju lapangan terbuka untuk melaksanakan sholat tersebut selama tiga hari berturut-turut.
3. Jamaah yang akan melaksanakan sholat istisqa tersebut sebelumnya dianjurkan membersihkan jasmani, ibarat memotong kuku dan menggosok gigi.
4. Rombongan jamaah semoga berjalan dengan penuh tunduk dan khusyuk serta menggunakan pakaian yang sederhana.
5. sholat istisqa dilaksanakan di lapangan terbuka.
6. Berdoa dan meminta ampun kepada Allah sebanyak-banyaknya.
7. Jika petir telah muncul, seluruh jamaah dianjurkan bertasbih.
8. Dianjurkan mengajak seluruh ulama dan cendekiawan yang ada di kawasan tersebut untuk melaksanakan sholat istisqa. (Sulaiman Rasyid, 1995: halaman 141–142)

3. Sholat Gerhana
Pengertian Sholat Gerhana
    Sholat Gerhana / khusuf yaitu sholat yang dianjurkan kepada umat Islam ketika terjadinya gerhana bulan. sholat kusuf yaitu sholat yang dianjurkan untuk dilaksanakan ketika terjadinya gerhana matahari. sholat ini perlu dikerjakan untuk mengatakan kebesaran Allah dan lemahnya insan di hadapan-Nya. Hukum sholat gerhana ialah sunah muakkad. sholat gerhana matahari dan bulan dianjurkan untuk dilaksanakan oleh seluruh umat Islam, baik dalam keadaan bermukim maupun ketika dalam perjalanan, baik pria maupun perempuan. Waktu pelaksanaan sholat gerhana matahari maupun gerhana bulan ialah ketika terjadinya gerhana tersebut.
Pengertian dan tata cara sholat yang akan kita pelajari ketika ini ialah sholat Nih Pengertian dan Tata Cara Pelaksanaan Sholat Ied, Sholat Istisqa, dan Sholat Gerhana
Tata Cara Pelaksanaan
    Terdapat perbedaan pendapat ulama berkaitan dengan tata cara pelaksanaan sholat gerhana. Menurut jumhur ulama, sholat gerhana dilaksanakan dua rakaat dan pada setiap rakaat dua kali berdiri, dua kali rukuk, dua kali membaca ayat, dan dua kali sujud.
Tata urutan pelaksanaan sholat gerhana sebagai berikut.
1. sholat khusuf dilaksanakan sebanyak dua rakaat.
2. Berniat mengerjakan sholat khusuf.
3. Berdiri dan melaksanakan takbiratul ihram.
4. Membaca doa iftitah dilanjutkan Surah al-Fatihah[1].
5. Membaca ayat-ayat Al-Quran, lebih utama yang jumlah ayatnya panjang.
6. Rukuk dengan waktu yang hampir sama dengan waktu berdirinya.
7. Berdiri kembali dengan membaca Surah al-Fatihah[1] dan surah Al-Qur’an yang lebih pendek dibandingkan dengan bangkit yang pertama.
8. Rukuk dengan waktu yang hampir sama dengan ketika berdiri.
9. Iktidal.
10. Sujud.
11. Duduk di antara dua sujud.
12. Kembali bangkit untuk melaksanakan rakaat kedua.
13. Untuk rakaat kedua sama ibarat pada rakaat pertama, dilanjutkan dengan tasyahud dan mengucapkan salam. (Sulaiman Rasyid, 1995: halaman 138–140)

Nih Macam-Macam Kitab Dan Suhuf (Isi Kitab Taurat, Zabur, Injil, Dan Al-Quran)

       Dalam kaitannya dengan kitab-kitab Allah, ada juga yang disebut dengan suhuf. Suhuf merupakan lembaran-lembaran berisi firman Allah yang Allah turunkan kepada para nabi/rasul.
Suhuf berisi perihal aturan dasar yang dijadikan pedoman dalam menjalankan agama bagi seorang nabi/rasul (yang mendapatkan suhuf).
Tentang suhuf ini, Nabi Muhammad saw. pernah menyuruh beberapa sobat untuk menuliskan ayat pada pelepah kurma, kulit, maupun tulang-tulang hewan. Tulisan-tulisan firman Allah pada benda-benda tersebut (lembaran-lembaran) yang terpisahpisah ini yang dimaksud dengan suhuf.
Kita memang tidak banyak mengetahui perihal kitab-kitab Allah terdahulu. Oleh lantaran itu, kita hanya diwajibkan mengimaninya. Selanjutnya, perihal apa dan bagaimana macam kitab-kitab tersebut, sumber gosip kita hanya Al-Qur'an sebagai kitab Allah yang terakhir dan hadis nabi.
       Kitab-kitab Allah yang wajib kita imani ada empat sebagai berikut.
1. Kitab Taurat
       Kitab Taurat diturunkan kepada Nabi Musa a.s. sebagai pedoman dan petunjuk bagi Bani Israil. Isi kandungan kitab
Taurat berisi hal-hal berikut ini.
a. Kewajiban meyakini keesaan Allah.
b. Larangan menyembah berhala.
c. Larangan menyebut nama Allah dengan sia-sia.
d. Supaya menyucikan hari Sabtu (Sabat).
e. Menghormati kedua orang tua.
f. Larangan membunuh sesama insan tanpa alasan yang benar.
g. Larangan berbuat zina.
h. Larangan mencuri.
i. Larangan menjadi saksi palsu.
j. Larangan mengambil hak orang lain. (Ensiklopedi Islam 5. 1994: halaman 93)

2. Kitab Zabur
       Kitab Zabur diturunkan kepada Nabi Daud a.s. untuk disampaikan dan dijadikan sebagai pedoman hidup bagi umatnya. Menurut keterangan, kitab Zabur (Mazmur) ini berisi kumpulan nyanyian dan kebanggaan kepada Allah atas segala nikmat yang telah dikaruniakan-Nya. Di dalamnya juga berisi zikir, doa, nasihat, dan kata-kata hikmah. Menurut orang-orang Yahudi dan Nasrani, kitab Zabur kini terdapat pada kitab Perjanjian Lama dan terdiri atas 150 pasal. (Ensiklopedi Islam 5. 1994: halaman 219)

3. Kitab Injil
       Kitab Alkitab diturunkan kepada Nabi Isa a.s. sebagai petunjuk dan tuntunan bagi Bani Israil. Sebagaimana kitab-kitab Allah yang lain, kitab Alkitab berisi permintaan untuk menyembah kepada Allah semata. Dalam kitab ini dijelaskan bahwa Allah ialah Tuhan Maha Esa yang tidak beribu ataupun berputra. (PAI Karwadi dkk)

4. Kitab Al-Qur'an
       Kitab Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. untuk dijadikan petunjuk dan pedoman bagi seluruh umat manusia, tidak hanya khusus bagi bangsa Arab. Al-Qur'an sebagai
kitab suci terakhir, isinya mencakup seluruh kitab-kitab terdahulu dan melengkapi dengan aturan-aturan yang belum ada.
Pada dasarnya kitab-kitab Allah yang disebutkan di depan mengandung pedoman yang sama, yaitu pedoman perihal tauhid atau mengesakan Allah. Selain itu, tujuan diturunkannya kitab-kitab
tersebut biar menjadi pedoman hidup guna mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Hal yang membedakannya hanya perihal tata cara atau syariatnya, disebabkan adanya perbedaan
waktu dan tempat. Selain empat kitab di atas, Allah swt. juga menurunkan wahyu dalam bentuk suhuf. Allah swt. berfirman:
Artinya: Sesungguhnya ini terdapat dalam kitab-kitab yang terdahulu, (yaitu) kitab-kitab Ibrahim dan Musa. (Q.S. al-A‘la- [87]: 18–19)
Pada masa Nabi Ibrahim dan Nabi Musa, pengertian suhuf ialah satu surah dalam Al-Qur'an sehingga kitab Al-Qur'an terdiri atas 114 suhuf (surah). Hal ini mengatakan bahwa
pengertian kitab dan suhuf sanggup kita bedakan.
Beberapa nabi yang telah mendapatkan suhuf dari Allah sebagai berikut.
a. Adam a.s. sepuluh suhuf.
b. Syis. a.s. enam puluh suhuf.
c. Idris a.s. tiga puluh suhuf.
d. Ibrahim a.s. tiga puluh suhuf.
e. Musa a.s. sepuluh suhuf.