Drama memiliki unsur-unsur pembangun, ibarat rangka dongeng (plot), penokohan (karakter/watak), diksi (pilihan kata, kebahasaan), tema, perlengkapan, dan nyanyian.
1. Rangka cerita. Cerita dalam drama merupakan rangkaian tragedi yang dijalin sedemikian rupa sehingga sanggup mengungkapkan gagasan pengarang. Rangkaian tragedi ini diatur sebagai alur. Ada alur maju, alur balik, dan alur campuran.
2. Penokohan (karakter/watak). Pelaku-pelaku dalam drama yang mengungkapkan watak tertentu. Ada pelaku protagonis yang menampilkan nilai kebaikan yang mau diperjuangkan; pelaku antagonis, yang menampilkan watak yang bertentangan dengan nilai kebaikan; dan pelaku tritagonis, yang mendukung pelaku protagonis untuk memperjuangkan nilai kebaikan.
3. Diksi (pemilihan kata, kebahasaan). Kata-kata yang dipakai dalam drama harus dipilih sedemikian rupa sehingga terungkap semua gagasan dan perasaan pengarang serta gampang diterima oleh pembaca, pendengar, atau penonton.
4. Tema. Gagasan pokok yang disampaikan oleh pengarang kepada pembaca atau penonton.
5. Perlengkapan dan nyanyian. Pakaian (kostum), tata panggung, tata lampu, musik, dan nyanyian merupakan pendukung gagasan yang ikut besar lengan berkuasa dalam penyampaian gagasan kepada pendengar/penonton.
Pementasan drama selalu merupakan kolaborasi yang sangat bersahabat antara penulis naskah drama (skenario), sutradara, dan pelaku (aktor/aktris). Pada umumnya, pementasan drama memiliki tahapan-tahapan yang runtut, yaitu eksposisi (pengenalan), komplikasi (pemunculan konflik), peningkatan konflik, klimaks, penyelesaian, dan resolusi (keputusan).
Keenam tahap pementasan drama tersebut sanggup digambarkan sebagai berikut.
1. Eksposisi : dongeng diperkenalkan semoga penonton menerima citra selintas mengenai drama yang ditontonnya (penonton diajak terlibat dalam tragedi cerita).
2. Konflik : pelaku dongeng terlibat dalam suatu pokok problem (di sinilah mula pertama terjadinya insiden).
3. Komplikasi : terjadinya problem gres dalam cerita.
4. Krisis : kontradiksi harus diimbangi dengan jalan keluar, mana yang baik dan mana yang buruk, kemudian ditentukan pihak/perangai mana yang melanjutkan cerita.
5. Resolusi : di sini dilakukan penyelesaian problem (falling action).
6. Keputusan : di sini konflik berakhir, sebentar lagi dongeng usai.
(Jampi Tambojang, 1981: 35)
Tahap-tahap penceritaan di atas sanggup disusun sedemikian rupa sehingga menghasilkan suatu plot literer, yang menggambarkan perubahan huruf atau suasana drama yang bersahabat kaitannya dengan plot cerita. Plot literer yang lazim dipakai dalam drama yakni sirkuler, linear, dan episodik. Selain itu, tahaptahap
penceritaan tersebut masih harus dikemas dalam bagian-bagian drama yang lazim dikenal dengan istilah babak, episode, dan adegan.
1. Rangka cerita. Cerita dalam drama merupakan rangkaian tragedi yang dijalin sedemikian rupa sehingga sanggup mengungkapkan gagasan pengarang. Rangkaian tragedi ini diatur sebagai alur. Ada alur maju, alur balik, dan alur campuran.
2. Penokohan (karakter/watak). Pelaku-pelaku dalam drama yang mengungkapkan watak tertentu. Ada pelaku protagonis yang menampilkan nilai kebaikan yang mau diperjuangkan; pelaku antagonis, yang menampilkan watak yang bertentangan dengan nilai kebaikan; dan pelaku tritagonis, yang mendukung pelaku protagonis untuk memperjuangkan nilai kebaikan.
3. Diksi (pemilihan kata, kebahasaan). Kata-kata yang dipakai dalam drama harus dipilih sedemikian rupa sehingga terungkap semua gagasan dan perasaan pengarang serta gampang diterima oleh pembaca, pendengar, atau penonton.
4. Tema. Gagasan pokok yang disampaikan oleh pengarang kepada pembaca atau penonton.
5. Perlengkapan dan nyanyian. Pakaian (kostum), tata panggung, tata lampu, musik, dan nyanyian merupakan pendukung gagasan yang ikut besar lengan berkuasa dalam penyampaian gagasan kepada pendengar/penonton.
Pementasan drama selalu merupakan kolaborasi yang sangat bersahabat antara penulis naskah drama (skenario), sutradara, dan pelaku (aktor/aktris). Pada umumnya, pementasan drama memiliki tahapan-tahapan yang runtut, yaitu eksposisi (pengenalan), komplikasi (pemunculan konflik), peningkatan konflik, klimaks, penyelesaian, dan resolusi (keputusan).
Keenam tahap pementasan drama tersebut sanggup digambarkan sebagai berikut.
1. Eksposisi : dongeng diperkenalkan semoga penonton menerima citra selintas mengenai drama yang ditontonnya (penonton diajak terlibat dalam tragedi cerita).
2. Konflik : pelaku dongeng terlibat dalam suatu pokok problem (di sinilah mula pertama terjadinya insiden).
3. Komplikasi : terjadinya problem gres dalam cerita.
4. Krisis : kontradiksi harus diimbangi dengan jalan keluar, mana yang baik dan mana yang buruk, kemudian ditentukan pihak/perangai mana yang melanjutkan cerita.
5. Resolusi : di sini dilakukan penyelesaian problem (falling action).
6. Keputusan : di sini konflik berakhir, sebentar lagi dongeng usai.
(Jampi Tambojang, 1981: 35)
Tahap-tahap penceritaan di atas sanggup disusun sedemikian rupa sehingga menghasilkan suatu plot literer, yang menggambarkan perubahan huruf atau suasana drama yang bersahabat kaitannya dengan plot cerita. Plot literer yang lazim dipakai dalam drama yakni sirkuler, linear, dan episodik. Selain itu, tahaptahap
penceritaan tersebut masih harus dikemas dalam bagian-bagian drama yang lazim dikenal dengan istilah babak, episode, dan adegan.
Advertisement
Baca juga:
Advertisement
EmoticonEmoticon