Sutradara merupakan orang yang sangat penting terhadap jalannya suatu acara. di dalam merancang pertunjukan teater, diharapkan seorang sutradara yang bertanggung jawab pada wilayah pemanggungan. Sutradara yaitu orang yang mengaktualisasikan naskah ke dalam pentas. Ia akan dihadapkan pada pemeran (pemain), staf panggung menyerupai pemusik dan tim artistik lain, serta tak lupa publik atau penonton. Sutradara harus menyiapkan perencanaan kerja dan usaha-usaha kreatif bagi naskah yang dipilih dan akan dipertunjukkan.
Langkah-langkah kerja sutradara mengenai konsep penggarapan sebagai bentuk penyutradaraan sebuah naskah yang telah dipilihnya tersebut, akan berkaitan dengan tugasnya selaku koordinator dalam latihan dan pentas. Japi Tambayong beropini bahwa kiprah sutradara mencakup “memilih naskah, menentukan pokok penaf-siran, menentukan pemain, bekerja dengan staf, melatih pemain, dan mengkoordinasi setiap bagian” (1981: 68-70). Sementara Harymawan dalam bukunya berjudul Dramaturgi menguraikan kiprah dalam proses sutradara yaitu menentukan nada dasar, casting, tata dan teknik pentas, menyusun mise en scene, menguatkan atau melemahkan scene, membuat aspek-aspek laku, dan memengaruhi jiwa pemain (1988:66). Perhatikan denah langkah kerja sutradara berikut ini:
Adapun secara garis besar kiprah sutradara berdasarkan Harymawan sebagai berikut.
a. Menentukan Nada Dasar
Menentukan nada dasar yaitu kiprah sutradara untuk mencari motif yang merasuki kisah dan kemudian memberi ciri kejiwaan dalam suatu perwujudan cerita, sanggup bersifat sebagaimana berikut.
1) Menentukan dan menawarkan suasana khusus.
2) Membuat lakon bangga menjadi suatu banyolan.
3) Mengurangi bobot bencana yang terlalu berlebihan.
4) Memberikan prinsip dasar pada cerita.
5) Ringan.
b. Menentukan Casting
Menentukan casting ialah proses menentukan pemeran berdasarkan hasil analisis naskah untuk diwujudkan dalam pentas yang dilakukan oleh sutradara. Berbagai macam penentuan casting di antaranya sebagai berikut.
1) Casting by ability: casting berdasarkan kecakapan yang terbaik dan terpandai sebagai pemeran utama, serta menyebabkan pemain dengan tokoh-tokoh yang penting dan sukar.
2) Casting to type: casting berdasarkan kondisi/kesesuaian fisik pemain dengan tokoh yang diperankannya. Sutradara menentukan pemain yang sesuai untuk memerankan tokoh dengan melihat kesesuaian fisik pemain dengan tokoh yang akan diperankannya.
3) Antitype casting atau educational casting: casting yang agak bertentangan dengan keadaan watak, sifat, maupun fisik pemain dalam memerankan tokoh yang akan dimainkannya. Proses casting dengan model antitype casting ini akan membuat pemain lebih mengeksplor dirinya.
4) Casting to emotional temperament: casting berdasarkan hasil observasi hidup pribadi, adanya kesamaan/kesesuaian dengan kiprah yang dimainkan dalam hal emosi dan temperamen. Pada tipe casting gaya emotional temperament, sutradara akan lebih gampang mengarahkan para pemainnya sebab mereka mempunyai kemiripan kondisi keseharian dengan tokoh yang diperankannya.
5) Therapeutic casting: casting yang dikemukakan untuk terapi seorang pelaku yang bertentangan sekali dengan tabiat aslinya. Casting memakai tipe ini bermaksud menyembuhkan atau mengurangi ketidakseimbangan jiwa serang pemain yang memerankan tokoh tertentu. Tipe penyutradaraan gaya therapeutic casting, sutradara sudah mencapai taraf di mana ia mengerti betul kondisi para pemainnya dan berusaha untuk menyeimbangkan kondisi kejiwaan para pemainnya.
Saat menentukan casting, sutradara harus menentukan pemain atau orang yang sesuai untuk memainkan tokoh yang dimaksud. Kesesuaian itu berdasar pada fisik, karakter, warna suara, temperamen
kesehariannya, dan mungkin juga pengalaman atau “jam terbang” yang dimilikinya dalam dunia panggung atau pemeranan.
c. Tata dan Teknik Pentas
Tata dan teknis pentas yaitu segala langkah sutradara yang menyangkut penataan setting, penataan rias, dan penataan busana, penataan cahaya, serta penataan musik dan suara. Kesemuanya diubahsuaikan dengan nada dasar. Dalam merencanakan tata pentas, seorang sutradara mempunyai konsep mengenai tata pentas sebuah kisah yang akan disutradarainya, yang menawarkan citra mengenai tata setting, tata rias, tata busana, tata cahaya, dan tata musiknya. Pelaksanaan tata pentas ini dikerjakan oleh pekerja panggung, menyerupai penata setting, penata rias dan penata busana, penata lampu, dan penata musik dan suara. Hubungan sutradara dengan pekerja panggung tersebut yaitu sutradara hanya menawarkan konsep tata pentas secara garis besarnya saja, dan pekerja panggung mengerjakan berdasarkan konsep tata pentas sutradara.
d. Menyusun Miss en Scene
Menyusun mise en scene yaitu sutradara menyusun segala perubahan yang terjadi pada tempat permainan akhir adanya perpindahan pemain atau perlengkapan panggung. Pemberian bentuk mise en scene sanggup dicapai dengan hal-hal berikut.
1) Sikap pemain.
2) Pengelompokan.
3) Pembagian tempat kedudukan para pelaku.
4) Variasi ketika masuk dan keluar.
5) Variasi penempatan perabot panggung.
6) Variasi posisi dari dua pemain yang berhadap-hadapan.
7) Komposisi dengan memakai garis dalam penempatan pelaku.
8) Ekspresi kontras dalam warna maupun bentuk pakaian pemeran.
9) Efek yang ditimbulkan oleh penataan cahaya.
10) Memerhatikan ruang sekeliling pemeran.
11) Menguatkan atau melonggarkan kedudukan pemeran.
12) Memerhatikan latar belakang
13) Keseimbangan dalam komposisi pentas.
14) Dekorasi.
Dalam menyusun mise and scene, sutradara akan menjumpai permasalahan mengenai bahasa naskah yang diangkat ke bahasa panggung, yang lazim disebut tekstur. Bahasa panggung atau tekstur meliputi: tata pentas, action, blocking, dan mood. Tata pentas meliputi: tata setting, tata rias dan busana, tata cahaya, dan tata musik. Action mencakup agresi dan reaksi yang dilakukan oleh tokoh atau pelaku di panggung; baik dalam bentuk gestur (gerak isyarat), business (kesibukan), dan movement (gerak berpindah tempat). Adapun blocking mencakup pengelompokan pemain, pembagian tempat kedudukan pemain, variasi ketika keluar dan masuk panggung, serta keseimbangan dalam komposisi dengan memakai garis dalam penempatan pelaku. Sedangkan mood merupakan suasana jiwa yang tercipta atau diciptakan dalam setiap babak atau adegan.
e. Menguatkan atau Melunakkan Scene
Teknik ini yaitu cara sutradara untuk penggarapan suatu kisah yang dituangkan pada bagian-bagian adegan. Sutradara bebas menentukan tekanan pada bagian-bagian adegan berdasarkan pandangannya sendiri tanpa mengubah naskah. Kondisi penguatan dan pelunakan scene sanggup didukung dengan efek cahaya dan musikalitas.
f. Menciptakan Aspek-aspek Laku
Sutradara menawarkan saran-saran pada para pemain supaya mereka membuat apa yang disebut laris simbolik atau akting kreatif, yaitu cara berperan yang biasanya tidak terdapat dalam arahan naskah, tetapi diciptakan untuk memperkaya permainan, sehingga penonton lebih terang dengan kondisi batin seorang pemeran.
g. Memengaruhi Jiwa Pemain
Ada dua macam kedudukan sutradara sebagai penggarap cerita, sebagai berikut.
1) Ciri sutradara teknikus
Dia akan membuat suatu pertunjukan yang menyolok dan menarik perhatian publik dengan teknik dekor yang luar biasa, tata sinar yang menakjubkan, dan mewujudkan kostum yang menarik. Penyutradaraan teknikus terkesan mengelabuhi penonton dengan tampilan secara visual tanpa memahami unsur keaktoran yang notabene sebagai media penyampai maksud isi naskah teater.
2) Ciri sutradara psikolog
Gaya sutradara psikolog memang kurang memerhatikan aspek lain di luar keaktoran sebab dalam penggambaran tabiat beliau akan lebih mengutamakan tekanan psikologis, khususnya pada cara akting yang murni ketika prestasi permainan langsung ditempatkan dalam arti sebenarnya. Jadi, aspek di luar wilayah keaktoran agak dikesampingkan. (Harymawan dalam Dramaturgi, 1988:66–77)
Langkah-langkah kerja sutradara mengenai konsep penggarapan sebagai bentuk penyutradaraan sebuah naskah yang telah dipilihnya tersebut, akan berkaitan dengan tugasnya selaku koordinator dalam latihan dan pentas. Japi Tambayong beropini bahwa kiprah sutradara mencakup “memilih naskah, menentukan pokok penaf-siran, menentukan pemain, bekerja dengan staf, melatih pemain, dan mengkoordinasi setiap bagian” (1981: 68-70). Sementara Harymawan dalam bukunya berjudul Dramaturgi menguraikan kiprah dalam proses sutradara yaitu menentukan nada dasar, casting, tata dan teknik pentas, menyusun mise en scene, menguatkan atau melemahkan scene, membuat aspek-aspek laku, dan memengaruhi jiwa pemain (1988:66). Perhatikan denah langkah kerja sutradara berikut ini:
Adapun secara garis besar kiprah sutradara berdasarkan Harymawan sebagai berikut.
a. Menentukan Nada Dasar
Menentukan nada dasar yaitu kiprah sutradara untuk mencari motif yang merasuki kisah dan kemudian memberi ciri kejiwaan dalam suatu perwujudan cerita, sanggup bersifat sebagaimana berikut.
1) Menentukan dan menawarkan suasana khusus.
2) Membuat lakon bangga menjadi suatu banyolan.
3) Mengurangi bobot bencana yang terlalu berlebihan.
4) Memberikan prinsip dasar pada cerita.
5) Ringan.
b. Menentukan Casting
Menentukan casting ialah proses menentukan pemeran berdasarkan hasil analisis naskah untuk diwujudkan dalam pentas yang dilakukan oleh sutradara. Berbagai macam penentuan casting di antaranya sebagai berikut.
1) Casting by ability: casting berdasarkan kecakapan yang terbaik dan terpandai sebagai pemeran utama, serta menyebabkan pemain dengan tokoh-tokoh yang penting dan sukar.
2) Casting to type: casting berdasarkan kondisi/kesesuaian fisik pemain dengan tokoh yang diperankannya. Sutradara menentukan pemain yang sesuai untuk memerankan tokoh dengan melihat kesesuaian fisik pemain dengan tokoh yang akan diperankannya.
3) Antitype casting atau educational casting: casting yang agak bertentangan dengan keadaan watak, sifat, maupun fisik pemain dalam memerankan tokoh yang akan dimainkannya. Proses casting dengan model antitype casting ini akan membuat pemain lebih mengeksplor dirinya.
4) Casting to emotional temperament: casting berdasarkan hasil observasi hidup pribadi, adanya kesamaan/kesesuaian dengan kiprah yang dimainkan dalam hal emosi dan temperamen. Pada tipe casting gaya emotional temperament, sutradara akan lebih gampang mengarahkan para pemainnya sebab mereka mempunyai kemiripan kondisi keseharian dengan tokoh yang diperankannya.
5) Therapeutic casting: casting yang dikemukakan untuk terapi seorang pelaku yang bertentangan sekali dengan tabiat aslinya. Casting memakai tipe ini bermaksud menyembuhkan atau mengurangi ketidakseimbangan jiwa serang pemain yang memerankan tokoh tertentu. Tipe penyutradaraan gaya therapeutic casting, sutradara sudah mencapai taraf di mana ia mengerti betul kondisi para pemainnya dan berusaha untuk menyeimbangkan kondisi kejiwaan para pemainnya.
Saat menentukan casting, sutradara harus menentukan pemain atau orang yang sesuai untuk memainkan tokoh yang dimaksud. Kesesuaian itu berdasar pada fisik, karakter, warna suara, temperamen
kesehariannya, dan mungkin juga pengalaman atau “jam terbang” yang dimilikinya dalam dunia panggung atau pemeranan.
c. Tata dan Teknik Pentas
Tata dan teknis pentas yaitu segala langkah sutradara yang menyangkut penataan setting, penataan rias, dan penataan busana, penataan cahaya, serta penataan musik dan suara. Kesemuanya diubahsuaikan dengan nada dasar. Dalam merencanakan tata pentas, seorang sutradara mempunyai konsep mengenai tata pentas sebuah kisah yang akan disutradarainya, yang menawarkan citra mengenai tata setting, tata rias, tata busana, tata cahaya, dan tata musiknya. Pelaksanaan tata pentas ini dikerjakan oleh pekerja panggung, menyerupai penata setting, penata rias dan penata busana, penata lampu, dan penata musik dan suara. Hubungan sutradara dengan pekerja panggung tersebut yaitu sutradara hanya menawarkan konsep tata pentas secara garis besarnya saja, dan pekerja panggung mengerjakan berdasarkan konsep tata pentas sutradara.
d. Menyusun Miss en Scene
Menyusun mise en scene yaitu sutradara menyusun segala perubahan yang terjadi pada tempat permainan akhir adanya perpindahan pemain atau perlengkapan panggung. Pemberian bentuk mise en scene sanggup dicapai dengan hal-hal berikut.
1) Sikap pemain.
2) Pengelompokan.
3) Pembagian tempat kedudukan para pelaku.
4) Variasi ketika masuk dan keluar.
5) Variasi penempatan perabot panggung.
6) Variasi posisi dari dua pemain yang berhadap-hadapan.
7) Komposisi dengan memakai garis dalam penempatan pelaku.
8) Ekspresi kontras dalam warna maupun bentuk pakaian pemeran.
9) Efek yang ditimbulkan oleh penataan cahaya.
10) Memerhatikan ruang sekeliling pemeran.
11) Menguatkan atau melonggarkan kedudukan pemeran.
12) Memerhatikan latar belakang
13) Keseimbangan dalam komposisi pentas.
14) Dekorasi.
Dalam menyusun mise and scene, sutradara akan menjumpai permasalahan mengenai bahasa naskah yang diangkat ke bahasa panggung, yang lazim disebut tekstur. Bahasa panggung atau tekstur meliputi: tata pentas, action, blocking, dan mood. Tata pentas meliputi: tata setting, tata rias dan busana, tata cahaya, dan tata musik. Action mencakup agresi dan reaksi yang dilakukan oleh tokoh atau pelaku di panggung; baik dalam bentuk gestur (gerak isyarat), business (kesibukan), dan movement (gerak berpindah tempat). Adapun blocking mencakup pengelompokan pemain, pembagian tempat kedudukan pemain, variasi ketika keluar dan masuk panggung, serta keseimbangan dalam komposisi dengan memakai garis dalam penempatan pelaku. Sedangkan mood merupakan suasana jiwa yang tercipta atau diciptakan dalam setiap babak atau adegan.
e. Menguatkan atau Melunakkan Scene
Teknik ini yaitu cara sutradara untuk penggarapan suatu kisah yang dituangkan pada bagian-bagian adegan. Sutradara bebas menentukan tekanan pada bagian-bagian adegan berdasarkan pandangannya sendiri tanpa mengubah naskah. Kondisi penguatan dan pelunakan scene sanggup didukung dengan efek cahaya dan musikalitas.
f. Menciptakan Aspek-aspek Laku
Sutradara menawarkan saran-saran pada para pemain supaya mereka membuat apa yang disebut laris simbolik atau akting kreatif, yaitu cara berperan yang biasanya tidak terdapat dalam arahan naskah, tetapi diciptakan untuk memperkaya permainan, sehingga penonton lebih terang dengan kondisi batin seorang pemeran.
g. Memengaruhi Jiwa Pemain
Ada dua macam kedudukan sutradara sebagai penggarap cerita, sebagai berikut.
1) Ciri sutradara teknikus
Dia akan membuat suatu pertunjukan yang menyolok dan menarik perhatian publik dengan teknik dekor yang luar biasa, tata sinar yang menakjubkan, dan mewujudkan kostum yang menarik. Penyutradaraan teknikus terkesan mengelabuhi penonton dengan tampilan secara visual tanpa memahami unsur keaktoran yang notabene sebagai media penyampai maksud isi naskah teater.
2) Ciri sutradara psikolog
Gaya sutradara psikolog memang kurang memerhatikan aspek lain di luar keaktoran sebab dalam penggambaran tabiat beliau akan lebih mengutamakan tekanan psikologis, khususnya pada cara akting yang murni ketika prestasi permainan langsung ditempatkan dalam arti sebenarnya. Jadi, aspek di luar wilayah keaktoran agak dikesampingkan. (Harymawan dalam Dramaturgi, 1988:66–77)
Advertisement
Baca juga:
Advertisement
EmoticonEmoticon