Wakaf secara bahasa berarti menahan, diam, atau berhenti. Wakaf berdasarkan istilah, yaitu menahan suatu harta yang sifatnya tahan usang dan memanfaatkannya untuk kebaikan. Caranya dengan mengelola dan memelihara aset wakaf tersebut lalu memanfaatkan karenanya untuk kebaikan sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah Swt. Harta wakaf tidak boleh dijual, diwariskan, atau dihibahkan.
Wakaf termasuk amalan sedekah jariah yang pahalanya akan terus mengalir pada wakif (yang berwakaf), meskipun ia sudah meninggal dunia. Dengan demikian, orang yang berwakaf akan mendapatkan pahala yang sangat besar dari Allah Swt. Allah Swt. berfirman ibarat berikut.
Wakaf termasuk amalan sedekah jariah yang pahalanya akan terus mengalir pada wakif (yang berwakaf), meskipun ia sudah meninggal dunia. Dengan demikian, orang yang berwakaf akan mendapatkan pahala yang sangat besar dari Allah Swt. Allah Swt. berfirman ibarat berikut.
لَن تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّىٰ تُنفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ ۚ وَمَا تُنفِقُوا مِن شَيْءٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ
Artinya: ”Kalian tidak akan memperoleh kebajikan, sebelum kalian menginfakkan sebagian harta yang kalian cintai. Dan apa pun yang kalian infakkan, wacana hal itu sungguh, Allah Maha Mengetahui”. (Q.S. Ali Imran [3]: 92)
Anjuran wakaf juga ibarat termuat dalam hadis riwayat Imam Muslim yang artinya, ”Apabila insan wafat, terputuslah amal perbuatannya, kecuali dari tiga hal, yaitu sedekah jariah, atau ilmu pengetahuan yang dimanfaatkan, atau anak yang saleh.” Salah satu pola sedekah jariah yakni wakaf.
Syarat Wakaf
Wakaf sanggup dilakukan jikalau memenuhi syarat-syarat tertentu, mencakup syarat yang melaksanakan wakaf, harta benda yang diwakafkan, dan tujuan wakafnya. Ketiga syaratnya harus memenuhi ketentuan sebagai berikut.
1. Orang yang mewakafkan syaratnya dewasa, berakal sehat, dan tidak terhalang untuk melaksanakan perbuatan hukum.
2. Harta yang akan diwakafkan syaratnya harus milik sendiri, jelas, dan sanggup dimanfaatkan.
3. Tujuan wakaf untuk kebajikan alasannya yakni Allah Swt.
Hikmah Wakaf
Jika merujuk pada sejarah Islam, praktik wakaf telah berlangsung semenjak zaman Rasulullah. Wakaf pertama dalam sejarah Islam yakni masjid Quba’ erat Kota Madinah yang didirikan oleh Rasulullah pada 622 M. Para sahabat, yaitu Umar r.a., Abu Bakar r.a., Usman bin Affan r.a., Ali bin Abu Talib r.a., dan sahabat lainnya juga telah melaksanakan wakaf. Pada generasi selanjutnya, acara berwakaf juga tetap berlangsung sehingga jumlah harta wakafnya sangat banyak dan keuntungannya pun mulai dirasakan oleh masyarakat. Harta wakaf untuk masyarakat muslim Indonesia sangat terasa hikmahnya. Dari pemanfaatan harta wakaf, sanggup berdiri banyak rumah ibadah, perguruan tinggi Islam, dan lembaga-lembaga Islam lainnya. Berdasarkan data yang dihimpun Direktorat Pemberdayaan Wakaf Departemen Agama Republik Indonesia, hingga dengan Januari 2008 aset tanah wakaf yang terdata di seluruh wilayah Indonesia terletak pada 361.438 lokasi dengan luas 2.697.473.783,08 m2. Dari total jumlah tersebut 75% di antaranya sudah bersertifikat wakaf dan 10% mempunyai potensi ekonomi tinggi.
Pengelolaan Wakaf berdasarkan Perundang-undangan
Sebagai jaminan pengelolaan wakaf dengan baik, ketika ini telah disahkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 wacana Wakaf, Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 wacana Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 dan juga telah dikeluarkan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) wacana kebolehan wakaf uang pada bulan Mei 2002. Hal ini menjadi bukti adanya dukungan dari pemerintah, DPR,
ulama, dan masyarakat muslim umumnya terhadap pentingnya memberdayakan aset wakaf sebagai langkah strategis pembangunan umat, bangsa, dan negara Indonesia. Supaya mengetahui ketentuan pengelolaan wakaf dalam perundangundangan, akan diulas klarifikasi yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 wacana Wakaf. Sebagaimana tertuang pada pasal 11 peraturan ini, harta wakaf diserahkan kepada nazir. Nazir mempunyai kiprah untuk melaksanakan pengadministrasian harta benda wakaf, mengelola, dan membuatkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi, dan peruntukannya, mengawasi dan melindungi harta benda wakaf, serta melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada Badan Wakaf Indonesia. Nazir sanggup mendapatkan imbalan dari hasil higienis atas pengelolaan dan pengembangan harta wakaf yang besarnya tidak melebihi 10%.
Proses melaksanakan ikrar wakaf dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 termuat pada pasal 17. Di dalamnya dijelaskan bahwa ikrar wakaf dilaksanakan oleh nazir di hadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) dengan disaksikan oleh dua orang saksi. Untuk sanggup melaksanakan tahap ini, wakif atau kuasanya menyerahkan surat bukti kepemilikan harta benda wakaf kepada PPAIW. Harta benda yang sudah diwakafkan dihentikan untuk dijadikan jaminan, disita, dihibahkan, dijual, diwariskan, ditukar, dan dialihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya. Penjelasan wacana jenis harta yang sanggup diwakafkan lebih lanjut diatur pada pasal 16 yang menjelaskan bahwa harta benda wakaf terdiri atas benda tidak bergerak dan benda bergerak. Termasuk dalam kategori benda tidak bergerak yakni hak atas tanah, bangunan, tanaman, hak milik atas satuan rumah susun atau benda tidak bergerak lainnya. Sementara benda bergerak mencakup uang, logam mulia, surat berharga, kendaraan, hak atas kekayaan intelektual, hak sewa, dan benda bergerak lain yang sesuai dengan syariah dan perundang-undangan yang berlaku.
Proses melaksanakan ikrar wakaf dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 termuat pada pasal 17. Di dalamnya dijelaskan bahwa ikrar wakaf dilaksanakan oleh nazir di hadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) dengan disaksikan oleh dua orang saksi. Untuk sanggup melaksanakan tahap ini, wakif atau kuasanya menyerahkan surat bukti kepemilikan harta benda wakaf kepada PPAIW. Harta benda yang sudah diwakafkan dihentikan untuk dijadikan jaminan, disita, dihibahkan, dijual, diwariskan, ditukar, dan dialihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya. Penjelasan wacana jenis harta yang sanggup diwakafkan lebih lanjut diatur pada pasal 16 yang menjelaskan bahwa harta benda wakaf terdiri atas benda tidak bergerak dan benda bergerak. Termasuk dalam kategori benda tidak bergerak yakni hak atas tanah, bangunan, tanaman, hak milik atas satuan rumah susun atau benda tidak bergerak lainnya. Sementara benda bergerak mencakup uang, logam mulia, surat berharga, kendaraan, hak atas kekayaan intelektual, hak sewa, dan benda bergerak lain yang sesuai dengan syariah dan perundang-undangan yang berlaku.
Untuk penggunaan harta wakaf, merujuk pada Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 pasal 22, sanggup dipergunakan untuk hal-hal:
1. sarana dan acara ibadah;
2. sarana dan acara pendidikan serta kesehatan;
3. santunan kepada fakir miskin, anak telantar, yatim piatu, dan beasiswa;
4. kemajuan dan peningkatan ekonomi umat; serta
5. kemajuan kesejahteraan umum lainnya yang tidak bertentangan dengan syariah dan perundang-undangan yang berlaku.
Badan Wakaf IndonesiaUntuk melaksanakan amanah Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 wacana Wakaf, pemerintah mendirikan Badan Wakaf Indonesia (BWI). BWI merupakan forum independen yang berkedudukan di ibu kota negara dan sanggup membentuk perwakilan di provinsi. BWI mempunyai kiprah dan wewenang untuk melaksanakan training terhadap nazir dalam mengelola dan membuatkan harta benda wakaf, melaksanakan pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf berskala nasional dan internasional, memperlihatkan izin atau perubahan peruntukan dan status harta benda wakaf, memberhentikan dan mengganti nazir, memperlihatkan persetujuan atas penukaran harta benda wakaf, serta memperlihatkan saran dan pertimbangan kepada pemerintah dalam penyusunan kebijakan di bidang perwakafan.
Advertisement
Baca juga:
Advertisement
EmoticonEmoticon