Perjanjian Aqabah
Peristiwa hijrahnya kaum muslim dari Mekah ke Madinah, selain kondisi dalam masyarakat Mekah yang sangat keras terhadap dakwah Islam, juga disebabkan oleh telah disepakatinya perjanjian penting. Perjanjian yang dimaksud yakni ”Perjanjian Aqabah” yang berlangsung dua kali di Bukit Aqabah.
Perjanjian Aqabah 1 terjadi pada tahun kedua belas kenabian. Pada ketika itu dua belas pria dan seorang wanita dari Suku Khazraj Madinah tiba menghadap Rasulullah saw. Mereka berjanji bahwa,
”. . . Kami tidak akan mempersekutukan Allah dengan sesuatu pun. Kami tidak akan mencuri, berzina, atau membunuh belum dewasa kami, tiada akan fitnah menfitnah, dan tidak akan mendurhakai Muhammad pada sesuatu yang tidak kami ingini”.
Perjanjian Aqabah 2 berlangsung satu tahun kemudian. Pada ketika itu ada 73 orang dari suku Khazraj menghadap Rasulullah. Kali ini mereka menyarankan kepada dia untuk berhijrah ke Madinah. Mereka juga menyatakan akan membela dan membaiat dia sebagai nabi dan pemimpin. Mereka juga berikrar untuk menjamin keamanan dia sebagaimana membela istri-istri atau anak-anaknya sendiri hingga titik darah penghabisan.
Kaum Muslim dan Rasulullah Hijrah ke Madinah
Kondisi Mekah dan kekejaman kaum musyrik Quraisy semakin meningkat. Kondisi ini dirasakan memberatkan umat Islam yang ada di Madinah. Hijrah yang dilakukan kaum muslim Mekah ke Madinah berlangsung dengan sedikit demi sedikit secara sendiri-sendiri atau dalam kelompok kecil. Tujuannya untuk menghindari kecurigaan kaum musyrik Quraisy. Sedikit demi sedikit kaum muslimin meninggalkan Mekah, sedangkan Rasulullah masih tetap tinggal di Mekah. Setelah turun wahyu untuk berhijrah, Rasulullah dengan ditemani Abu Bakar selanjutnya menyusul ke Madinah. Pada ketika yang sama, Rasulullah berhasil lepas dari perjuangan pembunuhan oleh kaum Quraisy. Penduduk Kota Madinah telah mendengar bahwa Rasulullah akan hadir dan menetap di kota mereka. Para penduduk menyambut kehadiran Rasulullah dengan riang gembira. Penduduk Madinah yang menyambut kehadiran Rasulullah disebut sebagai kaum Ansar.
Kaum muslimin yang hijrah dari Mekah ke Madinah disebut kaum Muhajirin. Muslimin Madinah tetap setia terhadap akad yang telah diikrarkan di Aqabah. Mereka juga siap di belakang Rasulullah untuk membela sepenuhnya kalau dia menerima gangguan dan tantangan. Demikian halnya dengan perilaku penduduk Madinah yang lain, dengan kesadaran diri berbondong-bondong memeluk Islam dan menjadi pengikut Rasulullah.
Sikap Masyarakat Madinah terhadap Dakwah Rasulullah
Pada umumnya perilaku masyarakat Madinah gampang mendapatkan dakwah yang disampaikan oleh Rasulullah saw. Bahkan, sebelum Rasulullah saw. hijrah ke Madinah, sebagian penduduk kota tersebut telah memeluk Islam. Selain itu, mudahnya masyarakat Madinah mendapatkan Islam disebabkan keadaan masyarakat Madinah yang banyak bersinggungan dengan kelompok agama lain ibarat Yahudi, yang telah mengenal pemikiran ketuhanan. Masyarakat Madinah tidak lagi absurd dengan pemikiran agama perihal banyak sekali hal, ibarat Allah, hari akhir, surga, ataupun neraka. Dengan demikian, mereka pun menjadi lebih gampang dalam mendapatkan pemikiran yang dibawa oleh Rasulullah saw., yaitu Islam.
Alasan lain yang mengakibatkan masyarakat Madinah gampang mendapatkan dakwah lantaran terjadinya silang sengketa di antara masyarakat Arab Madinah, khususnya suku terbesarnya, yaitu Khazraj dan Aus. Silang sengketa tersebut memang sengaja diembuskan oleh kaum Yahudi Madinah. Tujuannya biar suku Arab menjadi terpecah belah sehingga sanggup dimanfaatkan untuk kepentingan kelompoknya. Setelah berlangsungnya Perjanjian Aqabah mereka gres menyadarinya sehingga berhasil meredakan persengketaan di antara masyarakat Arab Madinah selama ini. Oleh lantaran itu, mereka dengan hati terbuka bersedia menjadi pengikut Rasulullah.
Di Kota Madinah pada jadinya dakwah Islam sanggup berlangsung dengan kesuksesan yang gemilang. Tidak ibarat ketika di Mekah, umat Islam menerima tantangan dari suku Quraisy. Dalam waktu singkat, jumlah umat Islam di Madinah meningkat. Kini umat Islam tidak lagi menjadi umat yang minoritas sehingga menerima perlakuan yang tidak adil dari musuhnya, tetapi umat yang disegani oleh masyarakat Madinah. Bahkan, usaha-usaha yang dilakukan oleh suku yang tidak bahagia terhadap Islam, ibarat kaum Yahudi dan kafir Quraisy, sanggup diatasi dengan baik.
Sepintas Mengenai Kota Madinah
Kota Madinah kini ini berada di wilayah kekuasaan pemerintahan Kerajaan Arab Saudi. Jika dilihat dari geografisnya, Kota Madinah berada pada 24°28° LU dan 39°36° BT, sekitar 160 km dari Laut Merah dan pada jarak lebih kurang 350 km sebelah utara dari Kota Mekah. Kondisi tanah Kota Madinah dikenal subur. Di sana terdapat oase-oase untuk tanah pertanian. Oleh lantaran itu, penduduk kota ini mempunyai perjuangan di bidang pertanian, selain berdagang dan beternak. Usaha pertanian ini menghasilkan sayur-sayuran dan buah-buahan. Tentunya, kondisi Madinah berbeda dengan Kota Mekah yang tandus dan gersang. Sebelum Rasulullah saw. hijrah, kota Madinah berjulukan Yasrib. Ada yang beropini bahwa nama Yasrib berasal dari bahasa Ibrani atau Aram. Pendapat lain menyebutkan bahwa Yasrib merupakan sebutan bagi orang-orang Arab Selatan. Penamaan Madinah, secara bahasa mempunyai akar kata yang sama dengan ”tamaddun” yang berarti peradaban. Dengan demikian, Madinah sanggup diartikan sebagai sebuah daerah berperadaban yang lazim diterjemahkan dengan kota/perkotaan. Kondisi masyarakat Yasrib sebelum Islam tiba terdiri atas dua suku bangsa, yaitu bangsa Arab dan Yahudi. Bangsa Arab yang tinggal di Yasrib terdiri atas penduduk setempat dan pendatang dari Arab Selatan, yang pindah ke Yasrib lantaran pecahnya bendungan Ma’arib. Persoalan yang dihadapi masyarakat Yasrib pada ketika itu yakni tidak adanya kepemimpinan yang membawahi semua penduduk Yasrib. Saat itu yang ada hanya pemimpin-pemimpin suku yang saling berebut pengaruh. Akibatnya, peperangan antarsuku pun sering terjadi.
Advertisement
Baca juga:
Advertisement
EmoticonEmoticon