Nih Artikel Sikap Kompetisi Dalam Kebajikan (Berlomba Dalam Kebaikan)

Share:
Semenjak dulu hingga masa modern ini, semangat berlomba-lomba merupakan kata kunci utama seseorang untuk meraih hasil yang terbaik. Orang yang mempunyai semangat kompetisi, mewujudkan keinginan atau impiannya. Orang yang mempunyai semangat kompetisi inilah, yang bisa memperlihatkan diri sebagai orang yang berjiwa optimis dan pekerja keras. Sedangkan mereka yang tidak mempunyai semangat kompetisi yakni mereka yang kalah, pesimis atau tidak punya keinginan mulia. Orang menyerupai ini cenderung akan menjadi orang yang tersisihkan atau mengalami kegagalan dalam hidup.

lomba merupakan kata kunci utama seseorang untuk meraih hasil yang terbaik Nih Artikel Perilaku Kompetisi dalam Kebajikan (Berlomba Dalam Kebaikan)

Mari perhatikan sekeliling hidup kita, adakah sesuatu hal yang tidak memperlihatkan semangat perlombaan? seekor binatang untuk mendapat kuliner ia harus berlomba dan berkompetisi dengan kawanan binatang yang lainnya. Begitu pula kita sebagai manusia.
    Perbedaan antara binatang dan insan itu yakni landasan nilai atau susila berlombanya itu sendiri. Hewan berlomba untuk meraih makanannya, namun mereka berlomba dengan kekerasan. Begitu pula orang-orang yang jauh dari nilai-nilai agama. Kelompok insan yang tidak mengenal susila agama, akan melaksanakan perlombaan dalam hidupnya dengan semangat yang tidak terpuji, contohnya saja berlomba dalam bidang bisnis dengan cara korupsi atau melanggar susila agama.

Seiring dengan hal ini, Islam menawarkan tuntunan kompetisi dalam hidup ini harus dalam bentuk perlombaan dalam kebajikan (fastabiqul khoirot), dan bukan berlomba dalam bidang keburukan atau kejahatan. Perlombaan yang terakhir itu yakni perlombaan yang dihentikan dalam Islam dan hanya akan merugikan insan itu sendiri.

Kekeliruan yang sering terjadi dalam hidup ini, yaitu mencontoh pada sikap keburukan. Kalangan generasi muda modern ini, sering memakai alasan, “ah..... anak tetangga yang kaya pun ternyata tidak puasa”. Prinsip yang menginduk atau mencontoh keburukan orang lain menyerupai ini, merupakan prinsip yang tidak sejalan dengan prinsip Islam yang mengajarkan pentingnya berlomba-lomba dalam kebajikan. Berbagai hal sanggup dilakukan dan sanggup diraih dengan mengutamakan semangat perlombaan.

Bila ingin meraih kesuksesan dalam belajar, kita bisa berujar bahwa “orang lain makan nasi, saya juga makan nasi. Orang lain bisa pinter dengan menghapal pelajaran 2 kali balikan, maka saya harus berguru 3 kali balikan semoga bisa meraih prestasi lebih baik”. Semangat menyerupai ini yakni semangat yang positif dan sesuai dengan semangat fastabiqul khoirot.

Dalam menyebarkan semangat perlombaan dalam kebajikan ini, seorang muslim harus: 
  1. Mencontoh dari orang yang terbaik dan ambil yang terbaiknya, 
  2. Melihat pola kerja yang terbaik dan melaksanakan dengan lebih baik lagi, dan 
  3. Mila orang lain belum melaksanakan terobosan yang positif, maka kita yang harus mendahuluinya. 


Dengan semangat menyerupai ini, maka keberhasilan dan kesuksesan akan sanggup dengan gampang diraih oleh orang tersebut. Pada kenyataannya memang tidak banyak orang yang mempunyai kegemaran untuk melaksanakan kerja-kerja yang terbaik dan berlomba dalam kebajikan. Generasi muda dikala ini lebih banyak melaksanakan hal-hal yang kurang baik dan tidak maksimal, sehingga hasil yang dicapainya pun kurang maksimal.

Ketika berguru di kelas misalnya, pada dikala guru menawarkan kiprah belajar, banyak siswa yang hanya mengerjakan kiprah dengan “waktu paling sempurna dan jumlah pekerjaan paling sedikit”. Jarang-jarang ada siswa yang mempunyai kegesitan dahsyat dan luar biasa dalam mengerjakan tugas, menyerupai mengerjakan kiprah “lebih cepat” dan “jumlah pekerjaan” lebih banyak dari yang dipersyaratkan. Padahal, sifat dan sikap yang terakhir tersebut merupakan salah satu bentuk kasatmata dari pengalaman pedoman Islam wacana berlomba dalam kebajikan.

Untuk membangun masyarakat yang rukun dan damai, seorang muslim pun harus menjadi teladan di masyarakat. Al-Qur’an surah Ali Imran ayat 133-134, menawarkan keterangan bahwa Allah Swt sangat menyukai orangorang yang berbuat kebajikan, dan salah satu kebajikan tersebut yaitu menawarkan maaf atas kesalahan orang lain. Sikap menawarkan maaf ini sepertinya merupakan sesuatu hal yang sulit untuk dilakukan. Padahal mengabulkan permohonan maaf itu yakni perbuatan baik, tetapi lebih baik bila memaafkan. Orang yang dengan tulus memberi maaf pada kesalahan orang lain lebih dewasa, lebih matang, dan lebih mulia dibandingkan dengan orang yang memberi maaf sesudah orang lain tiba meminta maaf terhadapnya. Pada konteks ini pun, bekerjsama pilihan sikap antara memberi maaf secara pribadi dan memberi maaf sesudah orang lain memohon maaf yakni satu peluang kita untuk berlomba dalam kebajikan.

Berdasarkan pertimbangan tersebut, semangat fastabiqul khoirat yakni semangat kompetisi dan semangat juang yang bernilai tinggi untuk meraih prestasi hidup. Orang yang mempunyai semangat berlomba dalam kebajikan ini akan menjadi pelopor, inisiator atau perintis dalam kehidupan di lingkungan masyarakatnya.

Apakah semangat berlomba dalam kebajikan ini hanya berlaku dalam kehidupan beragama? sudah tentu jawabannya tidak menyerupai itu. Seorang muslim harus berusaha keras dan bisa memperlihatkan semangat kompetisi dalam banyak sekali bidang.

Ketika zaman kini ini dipenuhi dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, seorang muslim harus berlomba-lomba dalam meraih ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut. Seorang muslim pun harus bisa berlomba dalam bidang seni dan budaya.

Menjelang final tahun 2007, bangsa kita sempat dikejutkan dengan adanya sikap pengklaiman negara absurd terhadap kekayaan budaya Indonesia. Sesungguhnya peristiwa ini tidak akan terjadi, bila kita semua mempunyai kesadaran yang tinggi dan tanggungjawab yang besar terhadap kebudayaan dalam negeri. Orang lain dengan kemampuan ekonomi dan teknologinya sudah tentu akan berusaha keras untuk mendapat banyak sekali hal yang ada di dunia ini. Namun sayangnya, bangsa kita masih lemah dalam bekerja dan kadang tidak peka, sehingga banyak kekayaan alam dan kekayaan budaya Indonesia dikembangkan oleh bangsa lain.

Kejadian menyerupai ini merupakan bentuk kasatmata lemahnya semangat kompetisi dan kerja keras bangsa Indonesia dalam melindungi kekayaan negara dan bangsa, serta meraih keinginan luhurnya. Sedangkan bangsa absurd dengan modal ekonomi yang dimilikinya serta IPTEK yang dikuasainya mereka berlomba-lomba untuk membangun kehidupan bangsa dan negaranya dengan lebih baik. Pelajaran dari kasus tersebut, sanggup disimpulkan dalam satu kalimat, “siapa yang cepat dalam mengambil peluang, maka dialah yang mempunyai peluang besar untuk mendapat kesuksesan”. Oleh alasannya yakni itu, sekali lagi dalam dilema kebajikan, dalam bidang apapun, seorang muslim tidak boleh berlehaleha. Seorang muslim harus melaksanakan kerja keras dan kerja cepat dalam berbuat kebajikan.

lomba merupakan kata kunci utama seseorang untuk meraih hasil yang terbaik Nih Artikel Perilaku Kompetisi dalam Kebajikan (Berlomba Dalam Kebaikan)

Sebagai tips untuk membangun masa depan yang lebih baik, semangat fastabiqul khairat sanggup dirinci ke dalam beberapa tahapan.
    Pertama, setiap muslim harus mempunyai kesadaran wacana pentingnya meraih nilai kebaikan sebanyak-banyaknya. Oleh alasannya yakni itu, perlu ada kemampuan berfikir yang cerdas. Dengan kata lain seorang muslim harus bekerja cerdas, yaitu bisa memilah dan menentukan prioritas dalam hidup. Di antara sepuluh hal yang dianggap sia-sia, Khalifah Usman bin Affan ra. pernah berkata yaitu “umur panjang yang tidak dipakai untuk memperoleh bekal perjalanan panjang di akhirat”. Oleh alasannya yakni itu, dengan umur yang dimiliki ini, seorang muslim harus bekerja keras untuk mengisinya dengan hal-hal positif. Meminjam istilah perbankan, seorang muslim harus rajin menabung amal, untuk kepentingan bekal hidup di akherat kelak.
    Kedua, untuk mewujudkan keinginan dan harapan seorang muslim dituntut bisa bekerja keras, jangan lemah dan jangan loyo. Islam menawarkan usulan bahwa dalam beribadah atau dalam bekerja itu harus penuh semangat (jihad). Rasulullah Muhammad saw bersabda, gunakanlah “waktu luang sebelum tiba waktu sempitmu”. Hal ini pun memperlihatkan wacana pentingnya kerja keras dan kerja produktif dalam mengisi waktu dengan amalamal yang baik. Waktu berguru di sekolah, bila dihitung jari mungkin hanya 3 tahun. Namun bila waktu ini dimanfaatkan sebaik-baiknya, maka seorang muslim terpelajar akan menjadi orang cerdas dan berakal serta mendapat ilmu yang bermanfaat.
    Ketiga, terkait dengan dunia yang sarat dengan persaingan, maka seorang muslim harus bisa memperlihatkan kesungguhannya dalam bekerja cepat. Kita harus bisa menjadi inisiatif atau aktivis dalam kebaikan. Karena dengan semangat inilah, maka perjuangan untuk meraih keinginan dan harapan akan dengan gampang diwujudkan.
    Keempat, kerja ikhlas. Apapun hasil dan apapun kenyataannya, niat dan tujuan dari seluruh kegiatan seorang muslim yakni tetap dilandasi niat lillahi ta’ala. Karena hanya dengan rasa nrimo itulah, seluruh amalah dan perjuangan kerasnya akan mempunyai nilai yang positif di sisi Allah Swt. Pelajaran terakhir dari keterangan ayat yang diulas di atas, sanggup dikatakan bahwa semangat berlomba dalam kebajikan itu yakni menumbuhkembangkan kebiasaan hidup di kalangan muslim untuk memanfaatkan banyak sekali situasi dan kondisi untuk beribadah.

Bila seorang muslim bisa menyebarkan pola pikir yang cerdas dan semangat fastabiqul khoirot, bekerjsama dalam banyak sekali situasi dan lingkungan pun ada peluang positif untuk beribadah. Ketika pulang dari sekolah, sambil menunggu jemputan atau angkutan umum tiba, jeda waktu penantian tersebut sanggup dipakai untuk belajar, membaca buku atau berdiskusi yang bermanfaat. Mengisi jeda waktu dengan kegiatan tersebut pun, bekerjsama merupakan bentuk kasatmata dari upaya fastabiqul khoirot.

Kalangan hebat administrasi modern, memberi pesan bahwa ciri orang kreatif dan kompetitit itu yakni orang yang bisa membaca kesempatan dari ruang kesempitan. Kita patut untuk bersimpati atau prihatin terhadap banyak sekali musibah musibah yang sempat terjadi pada bangsa dan negara kita. Namun sebagai generasi muda yang bersemangat tinggi dan menjunjung tinggi semangat kompetisi maka musibah tersebut sanggup dimaknai sebagai pelung kalangan generasi muda untuk berinfaq shodaqoh, menjadi relawan, dan atau menyebarkan teknologi yang bisa mengantisipasi atau mengurangi efek jelek bencana.

Dengan semangat dasar menyerupai itu, maka nilai fastabiqul khoirot bekerjsama merupakan energi yang positif bagi seseorang untuk menjadi orang terbaik dan atau menjadi bangsa yang maju dan modern. Dengan semangat fastabiqul khoirot seorang muslim akan bisa menjadi siswa teladan, dengan semangat fastabiqul khoirot seorang pemimpin akan menjadi panutan, dan dengan semangat fastabiqul khoirot seorang pengusaha akan menjadi pengusaha sukses. (Sumber Referensi: Buku PAI)
Advertisement
Advertisement


EmoticonEmoticon