Konten [Tampil]
Sumatera Utara yakni provinsi multietnis. Penduduk pribumi orisinil Sumatera Utara terdiri atas aneka macam suku bangsa , yakni suku bangsa Melayu , Batak Toba , Simalungun , Karo , Pakpak Dairi , Pesisir , Mandailing , dan Nias.
Provinsi ini sejak zaman Hindia Belanda merupakan tempat perkebunan tembakau. Oleh alasannya itu , provinsi ini merupakan tujuan bagi pendatang luar untuk mencari pekerjaan. Pendatang-pendatang tersebut utamanya berasal dari Pulau Jawa yang tiba alasannya persetujuan kuli dengan pemerintah Hindia Belanda. Ada pula pendatang dari Tionghoa yang tiba merantau mengadu nasib untuk kemudian menetap di tempat ini.
Suku Bangsa di Sumatera Utara
Penyebaran suku-suku bangsa di Provinsi Sumatera Utara selaku berikut.
1. Suku Melayu : Pesisir Timur terdiri atas Melayu Langkat , Deli Serdang , Batubara , Asahan , Kualuh , Panai , dan Bilah2. Suku Karo : Medan , Dataran Tinggi Karo , Binjai , Langkat , dan Deli Serdang
3. Suku Batak Toba : Tapanuli Utara , Humbang Hasundutan , Samosir dan sekitarnya
4. Suku Simalungun : tempat Kabupaten Simalungun dan Serdang Bedagai
4. Suku Pakpak : tempat Dairi dan Pakpak Bharat
6. Suku Batak Mandailing : Madina
7. Suku Angkola : Tapanuli Selatan
8. Suku Pesisir Barat : Kota Sibolga , Tapanuli Tengah , dan Mandailing Natal
9. Suku Nias : Kepulauan Nias
10.Suku Jawa-Deli : pesisir timur dan wilayah Perkebunan Sawit/Karet
11. Suku Tionghoa : perkotaan di pesisir timur
Suku Batak Sumatera Utara
Suku Batak banyak bertempat tinggal di Sumatera Utara dan kondang dengan etos kerjanya yang kuat. Mayoritas orang Batak beragama Katolik dan Islam. Akan tetapi , ada pula yang menganut keyakinan animisme atau disebut Parmalim.
Orang Batak menganut metode korelasi yang menjumlah garis keturunan secara patrilineal , yakni memperhitungkan anggota keluarga menurut garis keturunan dari ayah. Orang-orang yang berasal dari satu ayah disebut paripe (satu keluarga). Dalam penduduk Karo garis keturunan dari ayah dinamakan sada bapa (satu keluarga) , sedangkan dalam penduduk Simalungun disebut sepanganan (satu keluarga). Semula mereka hidup dalam perkauman yang terdiri atas kelompok-kelompok korelasi yang merunut garis keturunan dari ayah dan mendiami satu kesatuan Wilayah permukiman yang dipahami dengan huta atau Iumban. Biasanya kesatuan saudara itu berpangkal dari seorang kakek yang menjadi cikal bakal dan pendiri permukiman sehingga juga disebut saompu. Kelompok-kelompok saudara luas terbatas saompu yang memiliki korelasi seketurunan dengan nenek moyang baik yang konkret maupun yang fiktif membentuk kesatuan saudara yang dipahami dengan nama marga. Hubungan sosial dengan sesama marga dikontrol lewat korelasi perkawinan , utamanya antara marga pemberi pengantin perempuan (boru) dengan marga peserta pengantin perempuan (hulu-hula).
Suku Batak terdiri atas beberapa subsuku. Mereka berdiam di Wilayah Sumatera Utara , Kota Subulussalam , Aceh Singkil , dan Aceh Tenggara. Subsuku Batak yakni suku Alas , suku Kluet , Suku Karo , suku Toba , suku Pakpak , suku Dairi , suku Simalungun , suku Angkola , dan suku Mandailing.
Macam-macam Sub Suku Batak Sumatera Utara tersebut antara lain yaitu:
Macam-macam Sub Suku Batak Sumatera Utara tersebut antara lain yaitu:
1. Suku Batak Toba
Subsuku Batak Toba berdiam di tempat sekitar Danau Toba , Pulau Samosir , Dataran Tinggi Toba , Silindung , sekitar Barus dan Sibolga hingga ke tempat Pegunungan Bukit Barisan , antara Pahae dan Habinsaran di Provinsi Sumatera Utara. Wilayah ini kini tergolong ke dalam Kabupaten Tapanuli Utara. Empat tahun terakhir ini , Kabupaten Tapanuli Utara sendiri sudah dimekarkan menjadi beberapa Kabupaten , yakni Kabupaten Tapanuli Utara , Kabupaten Toba Samosir , Kabupaten Samosir , dan Kabupaten Humbang Hasundutan. Subsuku Batak Toba ini berbagi kombinasi setempat kebudayaan dengan ciri-ciri yang menonjol di bidang arsitektur perumahan.
2. Suku Batak Angkola Mandailing
Orang Angkola atau dipahami juga selaku orang Mandailing yakni salah satu subsuku bangsa Batak yang mendiami tempat Angkola , Padang Lawas , Batang Toru dan Sibolga , Mandailing , Ulu Pakatan , serta selatan Padang Lawas. Pada masa sekarang wilayah itu tergolong dalam wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan dan Kabupaten Mandailing Natal.
Bertolak dari sudut pandang etnologis , orang Angkola sendiri mengakui selaku kepingan dari suku Batak dan selaku orang Tapanuli Selatan. Suku Angkola Mandailing pada biasanya bermarga Siregar dan Harahap. Ada juga marga Huta Suhut , Siagian , dan Hasibuan.
3. Suku Batak Dairi Pakpak
Orang Dairi atau orang Pakpak biasanya dianggap sama saja oleh penduduk luar. Akan tetapi , menurut pengukuhan mereka sendiri masing-masing berlainan dalam kebudayaan. Subsuku Batak Pakpak terdiri atas lima sub-Pakpak yakni , Pakpak Kelasen , Pakpak Simsim , Pakpak Boang , Pakpak Pegagan. Mereka bertempat tinggal di wilayah Kabupaten Dairi yang kemudian pada tahun 2004 dimekarkan menjadi dua kabupaten , yakni Kabupaten Dairi dan Kabupaten Pakpak Bharat.
4. Suku Batak Simalungun
Saat ini subsuku Batak Simalungun lebih banyak didominasi bertempat tinggal di wilayah Kabupaten Simalungun dan Kota Pematang Siantar. Batak Simalungun secara garis besar sanggup dikelompokkan dalam empat marga besar , yakni Damanik , Purba , Saragih , dan Sinaga. Sementara itu , marga lain yang mengaku suku Simalungun yakni marga-marga yang sudah memiliki tanah , sudah mengaku selaku suku Simalungun yang sudah usang tinggal di Simalungun atau alasannya perkawinan. Keempat marga besar tersebut memiliki dongeng ihwal asal mula marga mereka. Marga Damanik pada biasanya menyampaikan mereka berasal dari Simalungun , cuma sebagian kecil yang mengaku berasal dari Tapanuli , marga Sinaga dan Saragih. Sementara itu , marga Purba yang sampaumur ini disebut marga Purba Bawang menyampaikan bahwa mereka dari Pagaruyung kemudian ke Natal-Barus , kemudian masuk tempat Simalungun dan mendirikan Kerajaan Silau Bolag.
5. Suku Batak Karo
Karo merupakan salah satu subsuku bangsa Batak yang bertempat tinggal di dataran tinggi Karo , Langkat Hulu , Deli Hulu , Serdang Hulu , dan Dairi. Mereka yang bertempat tinggal di wilayah Kabupaten Karo disebut Karo Gunung sementara yang bertempat tinggal di Kabupaten Langkat dan Deli Serdang disebut Karo Langkat.
Sebagian besar orang Karo masih tinggal di desa-desa (kuta) , yang juga merupakan kesatuan teritorial yang dihuni oleh beberapa marga yang berbeda. Dalam suatu kuta terdapat dua atau lebih gugusan rumah adat. Sebuah rumah etika biasanya dihuni oleh empat hingga delapan keluarga batih (jabu) , yang terikat korelasi kekerabatan secara patrilineal. Jabu merupakan organisasi sosial dan ekonomi paling penting pada penduduk Karo.
Dalam korelasi kekerabatan , korelasi kekerabatan yang terkecil disebut jabu , sedangkan golongan korelasi yang paling besar yakni merga. Orang Karo mengenal lima merga besar , yakni Ginting , Karo-karo , Perangin-angin , Sembiring , dan Tarigan. Hubungan di antara kelompok-kelompok korelasi didasarkan atas suatu prinsip yang disebut sangkep sitelu (tiga yang utuh). Prinsip ini menyangkut tiga golongan saudara , yakni golongan saudara sendiri (senina) , golongan pemberi gadis (Kalimbubu) , dan golongan peserta gadis (Anak beru).
Suku Nias Sumatera Utara
Suku Nias yakni golongan penduduk yang hidup di Pulau Nias yang tergolong dalam wilayah Kabupaten Nias. Penduduk orisinil pulau ini menamakan diri mereka Ono Niha , dan menyebut pulau mereka Tano Niha. Suku ini yakni penduduk yang hidup dalam lingkungan etika dan kebudayaan yang masih tinggi. Hukum etika Nias secara lazim disebut ”fondrako” yang mengontrol segala sisi kehidupan mulai dari kelahiran hingga kematian. Suku Nias terdiri atas ratusan marga yang masing-masing merupakan keturunan dari sembilan orang Putra Raja Sirao.
Suku Nias juga mengenal metode kasta. Tingkatan kasta yang tertinggi yakni ”Balugu”. Untuk meraih tingkatan ini seseorang mesti bisa melaksanakan pesta besar dengan memanggil ribuan orang dan menyembelih ribuan ekor ternak babi selama berhari-hari.
Berdasarkan lingkungan permukimannya , orang Nias sanggup dibedakan antara mereka yang berdiam di pesisir dan yang tinggal di tempat pedalaman. Oleh alasannya itu , kesibukan sehari-hari kedua golongan ini tidak sama. Demikian pula ada perbedaan antara orang Nias yang tinggal di tempat perkotaan dan pedesaan. Perbedaan tersebut antara lain tercermin dalam kehidupan ekonomi. Orang Nias kota sudah memiliki bermacam-macam mata pencaharian , menyerupai berjualan , pegawai kantor , dan guru. Sebaliknya , orang Nias di pedalaman masih mengandalkan hidup selaku petani ladang.
Bahasa Nias merupakan bahasa orisinil dari penduduk pribumi Kepulauan Nias. Dalam pemakaian bahasa di wilayah utara dan selatan memiliki perbedaan pada dialek , intonasi , serta perumpamaan setempat yang dipergunakan.
Orang Nias hidup berkelompok dalam kampung yang mereka sebut banuadan. Mereka dipimpin oleh seorang siulu (bangsawan) yang mereka sebut tuhenori atau salawa (raja). Kesatuan sosial yang terkecil yakni sangambato atau keluarga batih yang terdiri atas ayah , ibu , serta belum dewasa yang belum menikah.
Suku Melayu Sumatera Utara
Pada biasanya , penduduk Melayu terbagi atas golongan yakni asal aristokrat (aristokrasi) dan golongan ”rakyat jelata”. Golongan aristokrasi yang paling atas memerintah merupakan raja dan belum dewasa raja (Tengku). Lapisan di bawahnya merupakan turunan pembesar tempat (Wan , orang kaya , Datuk Muda) , golongan rakyat biasa turunan pembesar di kampung , golongan ulama , berilmu cerdas , dan sebagainya. Struktur aristokrasi Melayu berasal dari zaman Hindu dan diperkaya dari masa Kerajaan Melayu Malaka kurun XVI dengan aneka macam nilai gelar , susunan pangkat , tata tertib , seremoni (istiadat) di dalam Kerajaan Melayu yang kecil-kecil. Raja/sultan yakni lambang persatuan dan kebesaran negeri. Ia dianggap sumber segala gelaran di dalam negeri. Pembesar di tempat mendapatkan kewibawaan dari raja. Letak kedaulatan pada raja.
Melayu atau Melayu Deli mendiami tempat sepanjang pesisir timur Pulau Sumatera (Kota Medan , Binjai , Tebingtinggi , dan Tanjung Balai) serta di Kabupaten Deli Serdang , Langkat , Asahan , dan Labuhan Batu. Pada zaman dahulu mereka pernah mendirikan beberapa kerajaan , menyerupai Melayu Langkat , Melayu Aru , Melayu Deli Tua , dan Melayu Deli yang lenyap sekitar setengah kurun yang lalu.
Karena di wilayahnya dibuka banyak perkebunan besar , orang Melayu pada biasanya melakukan pekerjaan selaku buruh kebun atau mengolah sendiri ladang mereka dengan cara-cara sederhana. Keluarga pada dasarnya lebih bahagia berbagi rumah tangga sendiri. Walaupun pasangan gres biasanya tinggal di rumah orang renta pihak perempuan , mereka secepatnya pindah begitu memiliki seorang anak. Rumah gres biasanya diresmikan bersahabat golongan pihak suami , mungkin alasannya ada fikiran bahwa garis keturunan yang mereka pakai yakni patrilineal. Hanya orang Melayu yang membisu di tempat Batubara yang condong mengerjakan prinsip keturunan matrilineal , mungkin alasannya kuatnya imbas Minangkabau di zaman dulu.
:
Pakaian Adat Sumatera Utara Lengkap , Gambar dan Penjelasannya
Rumah Adat Sumatera Utara Lengkap , Gambar dan Penjelasannya
Bahasa Daerah Sumatera Utara Lengkap Penjelasannya
Upacara Adat Masyarakat Sumatera Utara Lengkap Penjelasannya
:
Pakaian Adat Sumatera Utara Lengkap , Gambar dan Penjelasannya
Rumah Adat Sumatera Utara Lengkap , Gambar dan Penjelasannya
Bahasa Daerah Sumatera Utara Lengkap Penjelasannya
Upacara Adat Masyarakat Sumatera Utara Lengkap Penjelasannya
Advertisement
Baca juga:
Advertisement
EmoticonEmoticon