Konten [Tampil]
Kesenian reog berasal dari Jawa Timur tepatnya di Kota Ponorogo. Istilah reog ada yang beropini merupakan abreviasi dari Reorganisasi Ogel (kesenian ogel , lawak , dan tari-tarian). Ada pula yang beropini bahwa reog itu berasal dari ugal-igel (pemainnya menggerakkan anggota badan untuk menari dengan tarian yang lucu). Sejak zaman para wali , kesenian reog sudah ada dan biasa dimainkan oleh para santri.
Masyarakat luas mengenal reog sejak TVRI menayangkan secara terpola kesenian reog yang dimainkan oleh Polisi Republik Indonesia dengan pelakunya antara lain Mang Diman cs. Tahun 1953 timbul grup reog yakni Grup Reog Tunggal Wargi pimpinan Pak Amin Mihardjo. Sekitar tahun 1967 timbul asosiasi reog perempuan dengan tokohnya Pak Emen dan Ibu Anah.
Asal Usul Reog Ponorogo
Kesenian reog Ponorogo berupa beksan (tarian) yang menggambarkan insiden Sang Prabu Klono Sewandono beserta prajurit-prajuritnya menyerbu Alas Roban. Seni Reog tersebut dalam mengadakan pertunjukan diiringi majemuk musik menyerupai slompret , tambur , gong , dan kendang. Bagi penduduk Jawa utamanya Ponorogo pertunjukan reog hingga kini tetap memperoleh sambutan yang luar biasa. Untuk mengenali siapa Prabu Klono Sewandono , yang diceritakan pada pertunjukan reog , ada dua pertimbangan yang hendak diuraikan berikut ini.
Beberapa Pendapat Pakar wacana Asal Usul Kesenian Reog
Sumber Cerita Asal Usul Reog Ponoorogo 1
Sumber dongeng yang pertama , ada seorang raja yang masih sungguh muda dan gagah perkasa di Kerajaan Bantarangin (sekarang Ponorogo) , berjulukan Prabu Klono Sewandono. Sang prabu menuntut ilmu terhadap Ki Ajar Lawu di Padepokan Gunung Lawu dan tergolong murid kesayangannya. Ki Ajar selain mempunyai siswa Prabu Klono Sewandono juga mempunyai murid berjulukan Raden Pujangga Anom Putra raja Kediri. Prabu Klonosewandono dan Raden Pujangga Anom bantu-membantu menimba ilmu lazim dan ilmu kanuragan terhadap gurunya. Oleh Ki Ajar kedua muridnya tersebut , diberi pusaka selaku bekal untuk menjaga diri dan berjaga-jaga dari segala mara bahaya. Sang Prabu Klono Sewandono diberi pusaka yang sungguh ampuh berjulukan ‘Pecut Samandiman’. Pecut itu kalau digunakan akan mengeluarkan bunyi bergelegar menyerupai geledek. Sedangkan Raden Pujangga Anom diberi Pusaka 'Aji Welut Putih'. Kedua murid tersebut sakti mandraguna.
Pada sebuah malam Sang Prabu berimajinasi sudah berjumpa dengan seorang gadis bagus berjulukan Dyah Ayu Songgo Langit. Sang Prabu pribadi jatuh cinta pada gadis tersebut meskipun belum pernah bertemu. Raden Pujangga Anom sanggup melamar gadis bagus itu ke Kediri untuk dijadikan permaisuri oleh Prabu Klono Sewandono. Dyah Ayu Sangga Langit itu bergotong-royong merupakan adik kandung Raden Pujangga Anom.
Setelah selesai menimba ilmu di Padepokan Gunung Lawu , kedua murid tersebut turun gunung dan berpamitan pada Ki Ajar Lawu. Prabu Klono Sewandono pulang ke Bantarangin. Sedangkan Pujangga Anom menuju Kediri dengan cara menyamar biar tidak dikenali oleh ayahandanya. Raden Pujangga Anom pada di saat melamar Sang putri menyamar selaku Patih dari Bantarangin berjulukan Patih Bujang Anung (Bujang Ganung) , yakni dengan cara mengenakan topeng dan Gimbal.
Kebetulan sekali , pada di saat Raden Pujangga Anom hingga di Kerajaan Kediri , di Kediri sedang diserang oleh prajurit-prajurit Alas Roban. Atas penyerangan prajurit-prajurit dari Alas Roban tersebut serdadu Kediri mulai terdesak mundur , menyaksikan suasana menyerupai itu , Raden Pujangga Anom yang sedang menyamar selaku Patih Bujang Ganung marah. Dengan kesaktiannya yang sudah diperoleh dari Ki Ajar Lawu dan dengan pusaka Aji Welut Putih , dia sukses memporak-porandakan serdadu dari Alas Roban. Akhirnya , ‘Patih Bujang Ganung’ menang. Para serdadu Kediri tidak tahu bahwa bergotong-royong yang menolong menghantam mundur serdadu Alas Roban merupakan junjungannya sendiri , yakni putra Prabu Kediri. Bahkan Sang Prabu sendiri juga tidak tahu , dia cuma mengenali bahwa Patih Bujang Ganung delegasi dari Prabu Klono Sewandono untuk melamar Dyah Ayu Sangga Langit.
Walaupun serdadu dari Alas Roban sudah sanggup dikalahkan oleh ‘Patih Bujang Ganung’ bukan bermakna Kerajaan Kediri sudah aman. Karena ternyata Raja Singo Barong dari Alas Roban tiba bareng wadya bala menyerang Kediri. Melihat kondisi menyerupai itu , Patih Bujang Ganung ke Kerajaan Bantarangin untuk melaporkan kondisi Kediri yang kian gawat. Sang Prabu Klono Sewandono kemudian menenteng prajurit-prajuritnya yang jumlahnya 144 untuk menghalau Singo Barong di Kediri. Prajurit-prajurit Bantarangin menuju Kediri dengan naik Kuda. Di tengah jalan dihadang oleh serdadu Singo Barong. Prajurit-prajurit Prabu Klono Sewandono kalah. Mengetahui prajurit-prajuritnya kalah , Prabu Klono Sewandono marah. Selanjutnya dia mengeluarkan seluruh kekuatannya , yakni dengan mengerahkan waro-karok yang sakti mandraguna. Seluruh serdadu Bantarangin pun dikerahkan untuk menghadapi Singo Barong. Pertempuran antara pengikut Prabu Klono Sewandono dengan pengikut Singo Barong terjadi dengan dahsyatnya. Prajurit bantalan Roban yang berwujud jin , setan , peri prayangan sanggup dikalahkan oleh para warok yang ternyata lebih sakti.
Peperangan kian usang kian ramai , tatkala Prabu Klono Sewandono berhadapan pribadi dengan Singo Barong yang besarnya sama dengan gajah. Keduanya saling jotos , tendang , pukul laga kesaktian. Akhirnya , Prabu Klono Sewandono menuntaskan peperangan den gan pusakanya pecut Kyai Samandiman , robohlah raja Singo Barong. Maka serdadu Bantarangin dan serdadu Kediri bersoraksorai atas kemenangan yang diraih Prabu Klono Sewandono.
Walaupun Prabu Klono Sewandono sudah sukses menaklukkan Singo Barong , bukan berani Dyah Ayu Songgo Langit begitu saja mau menemukan lamaran Sang Prabu Bantarangin. Masih ada beberapa standar lain yang mesti dipenuhi Prabu Klono Sewandono untuk bisa bersanding dengan Sang Dyah Ayu , diantaranya Sang Dyah Ayu meminta pada Prabu Klono Sewandono untuk dibuatkan jalan di bawah tanah dari Bantarangin hingga ke Kediri. Setelah semua permintaannya dipenuhi oleh Prabu Klono Sewandono , Dyah Ayu Songgo Langit menjadi risau , Sebenarnya semua syarat pelengkap tadi hanyalah pura-pura dari Songgo Langit untuk menolak lamaran Prabu Klono Sewandono.
Topeng yang dikenakan Patih Bujang Anom kesannya dibuka. Melihat tampang dari ‘Patih Bujang Ganung’ itu betapa terperanjatnya Sang Prabu Kediri dan San Dyah Ayu , ternyata Patih Bujang Anom.
Untuk menghibur Prabu Klono Sewandono yang senantiasa murung sejak ditinggal mati oleh Dyah Ayu , Raden Bujang Anom bikin tarian yang menceritakan betapa heroiknya di saat Prabu Bantarangin beserta wadya balanya bertempur melawan Singo Barong dan pasukannya. Melihat pertunjukan tari itu , Sang Prabu menjadi terhibur dan bertekad akan memperhatikan kepentingan rakyatnya. Kalau ada waktu senggang Sang Prabu Klono Sewandono menyaksikan pertunjukan reog.
Pada pertunjukan reog ada beberapa paraga atau pelaku , diantaranya: warok , Singo Barong , Prabu Klono Sewandono , Raden Bujang Anom yang mengenakan topeng. Semua peraga tadi menari sesuai dengan kiprahnya masing-masing.
Sumber Cerita Asal Usul Reog Ponorogo 2
Sumber dongeng yang kedua bisa dipaparkan selaku berikut. Ada seorang putri bagus jelita berjulukan Dewi Sanggalangit , putri raja Kediri. Banyak para pangeran dan juga raja-raja yang ingin meminang Sang Putri untuk dijadikan istri. Namun , Sang Putri belum berhasrat untuk berumah tangga. Melihat hal menyerupai itu kedua orang tuanya menjadi risau gulana. ‘Anakku lelaki mana yang hendak menjadi jodohmu‘? tanya Sang Raja terhadap putrinya.
Jodoh dan mati ada yang mengendalikan , Ayahanda. Hamba akan bersemedi untuk minta petunjuk-Nya. Selanjutnya selama tiga hari tiga malam Dewi Sanggalangit bersemedi. Pada hari keempat , ia menghadap Ayahandanya.
Ayahanda , kandidat suami hamba mesti bisa mempertunjukkan tontonan yang menawan , yang belum pernah ada dimanapun berada. Pertunjukan itu berupa tarian yang diiringi tabuhan dan gamelan. Juga beberapa barisan kuda kembar sebanyak 140 ekor , dan juga mendatangkan hewan berkepala dua. Selanjutnya Sang Baginda memberitahu undangan putrinya terhadap khalayak ramai. Tentu saja banyak pangeran yang kecewa alasannya begitu berat syarat-syarat yang mesti dipenuhi untuk meminang Sang Putri.
Akhirnya , cuma dua orang yang menyanggupi undangan Dewi Sanggalangit , yakni Raja Singo Barong dari Lodaya dan Raja Klono Sewandono dari kerajaan Bantarangin. Raja Klono Swandono nyaris bisa menyanggupi semua standar dari Sang Putri , cuma kurang hewan berkepala dua yang belum didapat. Melihat
kesungguhan raja Klono Sewandono menyerupai itu , Singo Barong mengutus patihnya untuk merebut semua standar yang sudah di tangan Klono Sewandono. Tentu saja Raja Klono Sewandono murka dan mati-matian menjaga segala miliknya. Terjadilah perang besar-besaran , Singo Barong kesannya bisa ditaklukan.
Marilah sejenak kita diskusikan wacana siapa bergotong-royong Raja Klono Sewandono itu? Raja Klono Sewandono merupakan raja kerajaan Wengker , berparas ganteng dan berbadan gagah. Ia sungguh adil dan bijaksana dalam mengendalikan pemerintahan di Wengker. Namun , ada sifat dari raja Klono Sewandono yang kurang baik , yakni suka mencumbui anak laki-laki. Para penasihat kerajaan , pendeta , dan Patih Bujang Anom sungguh prihatin dengan kondisi menyerupai itu.
Pada sebuah hari , Raja Klono Sewandono menghimpun semua pejabat kerajaan dan juga para pendeta. la berjanji akan menghentikan kebiasaannya yang kurang baik itu apabila sanggup memperistri Dewi Sanggalangit , menyerupai mimpinya semalam. Bahwa cuma Sanggalangitlah yang dapat menghentikan kebiasaannya itu.
Seluruh rakyat mendukung keputusan Sang Raja menyerupai itu. Karena memperoleh pemberian sarat dari rakyat , pejabat , pendeta , dan juga sang patih , maka dengan mantap merencanakan segala uba rampe untuk menyanggupi semua standar Sang Putri. Semua standar sudah dipenuhi kecuali satu yakni hewan berkepala dua. Raja Klono Sewandono sendiri yang hendak mencari hewan absurd tersebut. Baik Baginda , hamba yakin Baginda bisa mencari hewan berkepala dua tersebut. demikian kata Sang Patih Bujang Anom terhadap Sang Baginda.
Ternyata ada penyusup dari kerajaan sebelah yang rajanya akan meminang Sanggalangit. Penyusup itu diutus rajanya yang berjulukan Singo Barong untuk merampas semua standar yang hendak digunakan meminang Sang Putri. Para penyusup dari kerajaan Lodaya merupakan serdadu opsi yang menyamar selaku pedagang keliling. Tiada berapa usang para penyusup akan kembali pulang dan melaporkan hasil penyelidikannya pada rajanya. Namun sayang belum hingga tiba menghadap sang raja para penyusup itu sudah mati alasannya serdadu Bantarangin murka pada kelicikan penyusup dari Lodaya itu.
Sementara itu Raja Singo Barong sungguh bingung , alasannya utusannya sudah cukup usang tidak kembali. Singo Barong mengutus patihnya untuk menyusul para penyusup ke Bantarangin. Dia sendiri malah menemui burung kesayangannya yakni burung Merak. Si burung Merak secepatnya mematuk-matuk kutu di kepala Singo Barong hingga tertidur. Karena tertidur , ia sama sekali tidak mengenali apabila di luar istana sudah terjadi kericuhan , para pengikutnya sudah dikalahkan serdadu Bantarangin bahkan sang patih pun sudah binasa.
Raja Singo Barong sungguh terkejut , alasannya tahu-tahu Raja Bantarangin sudah berada dihadapannya. Hai , Klono Sewandono mau apa kau kemari? tanyanya dengan kasar. Jangan pura-pura tidak tahu. Bukankah kau hendak merampas semua perlengkapan yang hendak saya bawa untuk meminang Putri Sangga Langit? Hardik Raja Klono Sewandono. Selanjutnya Raja Klono Sewandono mengeluarkan kesaktiannya , saat itu juga itu burung Merak yang ada di atas kepala Singo Barong menempel jadi satu dengan kepala Singo Barong. Dengan demikian Singo Barong berkepala dua.
Melihat dirinya dihina menyerupai itu , Singo Barong berteriak dengan marahnya. Dengan tangkasnya ia mengacungkan kerisnya dan menyerang Prabu Klono Sewandono. Raja Klono Sewandono secepatnya mengayunkan cemeti saktinya , yang bersuara sungguh gemuruh menyerupai halilintar. Akhirnya , Singo Barong sanggup dikalahkan oleh Raja Klono Sewandono. Singo Barong sudah berubah wujudnya yakni kepalanya dua , tidak sanggup mengatakan , dan akalnya sudah hilang. Pada hari yang sudah diputuskan rombongan raja Klono Sewandono dengan kesenian reognya tiba ke Kediri untuk meminang Putri Sanggalangit. Raja Klono Sewandono tiba dengan iringan seratus empat puluh empat ekor kuda kembar , diiringi bunyi gamelan yakni bunyi gendang dan terompet absurd yang memunculkan bunyi yang indah dan unik. Ditambah lagi adanya hewan berkepala dua yang menari-nari liar sesuai iringan musiknya. Semua yang menyaksikan pertunjukan bersorak-sorai kegirangan dan ikut menari sesuai iringan musiknya. Akhirnya , Dewi Sanggalangit bersedia menjadi istri raja Klono Sewandono berikutnya diboyong ke kerajaan Bantarangin di Wengker. Menurut dongeng konon Wengker merupakan nama lain dari Ponorogo. Di kemudian hari kesenian di atas dinamakan Reog Ponorogo. Hingga kini Reog merupakan pertunjukan seni berbau mistis yang sungguh menawan dan banyak digandrungi masyarakat.
Advertisement
Baca juga:
Advertisement
EmoticonEmoticon