Upacara Etika Sulawesi Tengah Lengkap Penjelasannya - Seni Budayaku

Share:
Konten [Tampil]

Upacara Adat Sulawesi Tengah

Sebagian besar penduduk Sulawesi Tengah sudah memeluk agama Islam dan Kristen. Akan tapi , masih banyak upacara tabiat yang tetap dijalankan hingga di saat ini. Berbagai upacara tabiat yang diselenggarakan utamanya yang berkenaan dengan daur hidup insan , yang terdiri atas upacara tabiat kelahiran , masa remaja , perkawinan , dan kematian.

1. Upacara Adat Kelahiran

Upacara tabiat menjelang kelahiran diselenggarakan di saat seorang perempuan memasuki bulan ketujuh mengandung bayi yang pertama. Upacara ini berniat untuk memohon biar anak lahir dengan selamat , menjadi orang yang bagus dan saleh , murah rezeki , sanggup mengangkat martabat keluarga , dan sebagainya. 

Menyongsong kelahiran bayi , dukun sudah menyiapkan bahan-bahan yang yang dibikin dari daun-daunan untuk menangkal gangguan makhluk-makhluk halus , yang digantungkan pada kawasan sudut rumah , jendela , atau kolong rumah. Ketika bayi lahir , dukun memotong tali pusar dengan menggunakan sembilu , kemudian mengikatnya dengan kulit kayu libau. Tembuni disimpan dalam belanga tanah dan diaduk dengan bubuk dapur untuk ditanam atau digantung pada pohon yang tinggi. 

Sesudah bayi berumur tujuh hari , diadakan upacara menginjak-injak tanah atau menyentuhkan kaki bayi di tanah. Upacara ini berniat membantu bayi yang untuk pertama kalinya menginjak bumi. Setelah pelaksanaan upacara ini , diadakan musyawarah untuk mencarikan nama untuk bayi tersebut. 

Selanjutnya diadakan upacara memaksimalkan bayi dalam buaian (toya) , yang dilaksanakan di saat bayi berusia 14 hari. Upacara ini melambangkan bahwa keluarga dan penduduk menemukan kehadirannya selaku anggota keluarga baru. 

Setelah bayi berumur 40 hari diadakan syukuran khusus yang disebui nosalama. Upacara ini ialah tahap pengenalan bayi terhadap dunia luar. 

2. Upacara Adat Masa Dewasa

Ketika anak berusia 12 tahun diadakan upacara nokeso/ noloso , baik untuk anak lelaki maupun anak perempuan. Anak yang menjalani upacara ini disebut Toniasa yang artinya ”dibuat tenang" atau ”didewasakan“. Sebelum melaksanakan upacara Nokeso , anak dimasukkan ke dalam suatu ruangan yang tertutup. Dia mesti melaksanakan hukum serta disiplin yang sudah diputuskan adat. 

Semalam menjelang pelaksanaan upacara , diadakan malam pacar bagi toniasa , yakni jari-jari tangan dan kakinya diberi warna dengan bunga pacar oleh tujuh orang bau tanah lelaki dan wanita. Bagi pemeluk agama Islam , anak lelaki yang menjelang remaja mesti dikhitan dan menamatkan menuntut ilmu membaca Alquran. Bagi bawah umur yang beragama Katolik , umumnya mereka dibaptis. 

3. Upacara Adat Perkawinan

Adat dan upacara perkawinan kebanyakan lewat beberapa proses yang dilaksanakan secara bertahap. 

Nitangka (Dipertunangkan)
Pria dan perempuan yang sudah terikat dalam pertunangan tidak diperkenankan lagi mengadakan relasi dengan lelaki atau perempuan lain. Selama tahap ini peranan orang bau tanah kedua belah pihak sungguh panting untuk mempertahankan relasi bawah umur mereka. 

Neduta (Meminang)
Upacara yang diadakan di saat keluarga pihak lelaki meminta terhadap pihak keluarga perempuan biar anak gadis mereka boleh diambil selaku menantu. Pada di saat upacara tersebut pihak keluarga lelaki menyerahkan suatu kawasan sirih (sambulu) lengkap dengan isinya , sebentuk cincin emas , seperangkat busana perempuan lengkap , dan tujuh jenis buah-buahan selaku mas kawin (sunda). 

Membawa Harta
Upacara ini dijalankan tiga hari menjelang upacara perkawinan. Pengantaran harta dijalankan oleh tujuh pasang lelaki dan perempuan ke tempat tinggal kandidat mempelai wanita. 

Malam Pacar
Upacara ini dijalankan sehari sebelum hari perkawinan , umumnya didatangi oleh tokoh-tokoh tabiat dan orang-orang tua. Upacara ini dijalankan di rumah kandidat mempelai wanita. Kedua kandidat mempelai jari-jari tangan dan kakinya diolesi bunga pacar. 

Mencukur Rambut
Upacara ini yakni mencukur bulu-bulu badan khususnya bulu alis dan tengkuk. Upacara ini melambangkan bahwa kedua kandidat mempelai akan menyelesaikan masa lajang mereka dan memasuki kehidupan gres dalam perkawinan.

upacara perkawinan tabiat sulawesi tengah

Perkawinan
Pada di saat upacara ini berjalan , kedua kandidat pengantin mangenakan busana kebesaran sesuai dengan tabiat yang berlaku. Pengantin lelaki dikirim oleh orang bau tanah , sanak keluarga , dan para tokoh tabiat ke tempat tinggal pengantin wanita. Terlebih dulu diadakan upacara pendahuluan oleh kedua pihak keluarga. Setelah itu upacara perkawinan dijalankan dengan cara memercikkan air pada kepala kedua mempelai. Kemudian peresmian perkawinan dilangsungkan menurut agama Islam atau Kristen. 

Nipoloanga
Upacara ini yakni upacara penutupan dari seluruh rangkaian upacara perkawinan. Upacara ini diadakan tiga hari sesudah peresmian perkawinan. Kedua pengantin dimandikan dengan air yang diaduk bunga-bungaan dan daun-daunan yang berbau harum serta mayang kelapa. Upacara ini dilaksanakan di depan pintu masuk ke dalam rumah. 

:
Makanan Khas Masyarakat Sulawesi Tengah
Rumah Adat Sulawesi Tengah Lengkap , Gambar dan Penjelasannya
Pakaian Adat Sulawesi Tengah Lengkap , Gambar dan Penjelasannya

4. Upacara Adat Kematian

Upacara tabiat maut dilaksanakan dalam beberapa tahap , yakni menjelang maut (nopadama) dan masa maut yang terdiri atas tiga tahap , yakni persemayaman (molumu) , penguburan (motana tomate) , serta sesudah penguburan. 
1. Nopadama
Upacara ini dijalankan di saat seseorang akan mengembuskan napasnya yang terakhir dengan ditunggui seluruh anggota keluarganya. Upacara tersebut berniat untuk saling memaafkan kesalahan , mendoakan biar orang tersebut sanggup meninggal dengan hening , serta ialah pernyataan solidaritas terhadap keluarga yang sedang dirundung musibah. 
2. Moriu tomate (memandikan jenazah). 
3. Mosompu tomate (mengkafankan jenazah). 
4. Nosambayaki tomate (menyembahyangkan jenazah) 
5. Molumu (menyembahyangkan jenazah). 
6. Motana tomate (menguburkan jenazah). 
7. Mojunuki dayo (menyiram kuburan dengan air). 
8. Upacara sesudah pemakaman terdiri atas tiga tahap , yakni motahalele (membaca tahlil) yang dijalankan pada hari ke-7 , ke-14 , ke-20 , ke-30 , ke-40 , ke-50 , dan ke-100 sesudah hari maut , moombo (masa berpantang di kampung) , dan motana bate (menanam watu nisan pada makam). 
Advertisement
Advertisement


EmoticonEmoticon