Setelah Resi Wisrawa palastra di ujung pusaka Prabu Danaraja , perang pun usai. Negeri Alengka sekarang menyerahkan hak politik , nasib serta rakyatnya di bawah panji Lokapala. Namun , walaupun begitu Prabu Danaraja memberi kebijakan atas hak Alengka. Bagaimanapun secara lahiriah Prabu Danaraja mengakui eksistensi para putra yang sudah dilahirkan oleh dewi Sukesi dari benih ayahnya. Mereka merupakan kerabat satu darah yang memiliki arti merupakan adik-adiknya sendiri. Danaraja pun berpikir tidak ada argumentasi untuk menghukum mereka , alasannya merupakan mereka tidak pernah tahu dosa apa yang sudah diperbuat oleh orang renta mereka. Maka dari itu , untuk beberapa waktu Prabu Danaraja mengangkat Prahasta selaku dewan menteri yang mengendalikan pemerintahan sampai deadline yang sudah ditetapkan , yakni kelak sehabis para putra Sukesi dan Wisrawa beranjak berakal balig cukup akal , maka pemerintahan negeri Alengka diserahkan terhadap putra tertua mereka.
Dalam perjalanan waktu , Prahasta dengan kasih sayang memelihara dan mengasuh para putra Alengka , keponakan-keponakannya yang sungguh ia sayangi sebagaimana ia mencintai kakaknya sendiri , dewi Sukesi.
Walau rupa Prahasta seorang raksasa , tetapi Prahasta memiliki kepribadian dan hati nurani yang baik. Ia tak punya sifat dengki dan haus akan kekuasaan. Prahasta seorang yang bijaksana , sama menyerupai ayahnya , Prabu Sumali yang sekarang sudah menjalani hidup selaku seorang pertapa , mengasingkan diri dari sifat-sifat keduniawian.
Waktu-waktu selanjutnya merupakan perluasan militer Lokapala terhadap negara-negara di belahan Hindustan yang lain menyerupai negara Sinhala , Pandya , Malawa , Kerala , Chola , Sahya , Malyawat , Drawida , Kalingga , Kosala , Kekeya dan masih banyak lainnya. Banyaknya negara-negara yang bertekuk lutut dibawah panji Lokapala memunculkan nama Danaraja kian kondang selaku jaman keemasan Lokapala. Sayangnya Prabu Danaraja ini memang sungguh menggilai kemewahan dan kebendaan. Ia menobatkan dirinya selaku Batara Lokapala (Batara = kedudukannya sejajar dengan para tuhan , Loka= Penguasa , Pala=Kemewahan/Kebendaan yang menyangkut kenikmatan duniawi). Makara , Batara Lokapala mengandung arti selaku Penguasa Kebendaan.
Suatu di saat Prabu Danaraja berminat menyunting dewi Danuwati (dewi Hagnyawati) , permaisuri Prabu Kertawirya di negara Maespati. Dan sungguh kebetulan negara Maespati belum tergolong negeri jajahan Lokapala , jadi ada argumentasi bagi Danaraja untuk melaksanakan penyerangan terhadap Prabu Kertawirya kalau raja Maespati itu menentang keinginannya.
Prabu Danaraja mengirim Gohmuka selaku duta ke Maespasti. Gohmuka merupakan salah seorang punggawa Lokapala berwujud raksasa yang sudah diandalkan oleh Prabu Danaraja dalam melakukan setiap tugasnya , menyerang dan menaklukan negara-negara yang sekarang menjadi bawahan dan sekutu Lokapala. Berbekal beberapa ratus tentara Gohmuka berangkat ke Maespati.
Beberapa hari itu Prabu Kertawirya terlihat sungguh gembira , lantaran hari-hari itu merupakan hari penantian. Penantian terlahirnya seorang putra mahkota yang mau terlahir dari rahim seorang dewi yang sungguh ia cintai , dewi Danuwati.
Sebagai seorang raja besar tentu Kertawirya sungguh mendambakan seorang putra mahkota yang kelak akan mengambil alih kedudukannya dikemudian hari untuk melanjutkan kesempatan para leluhurnya.
Namun kegembiraan Kertawirya secara tiba-tiba pudar di saat istananya kedatangan seorang duta dari negara yang sungguh dipahami di antero tanah Hindi , duta dari negeri Lokapala.
Tanpa tedeng eling (basa-basi) Gohmuka menyodorkan maksud kedatangannya ke Maespati. Atas nama Batara Lokapala , secara suka ataupun terpaksa ia akan memboyong dewi Danuwati ke Lokapala untuk dipersembahkan terhadap rajanya , alasannya merupakan Prabu Danaraja mengharapkan sang dewi untuk dijadikan permaisuri.
Seperti mendengar petir disiang hari , Prabu Kertawirya sungguh terkejut mendengar maksud dan tujuan Gohmuka. Apalagi ancaman Gohmuka terhadap dirinya , bahwa Maespati akan dijadikan lautan api apabila Prabu Kertawirya menolak kesempatan Prabu Lokapala. Murkalah Prabu Kertawirya. Sudah niscaya ia menegaskan mengangkat senjata dibandingkan dengan menyerahkan kehormatan dan harga dirinya begitu saja terhadap orang lain.
Sebelum rajanya bertindak , dengan segera patih Maespati , Mahapatih Gumiyat secepatnya menyeret Gohmuka ke alun-alun istana. Terjadi pertempuran antara Gohmuka dengan Mahapatih Gumiyat. Hanya dibarengi beberapa ratus tentara , Gohmuka mengadakan perlawanan. Ia menerjang ke palagan yuda menghadapi kekuatan Maespati.
Walau Gohmuka punggawa yang cukup cekatan di medan perang , tetapi untuk menandingi Mahapatih Gumiyat dengan kekuatan prajuritnya , Gohmuka bukanlah apa-apa. Berkali-kali Gohmuka mesti jatuh tersungkur ditimpa pukulan-pukulan sakti lawannya. Tidak ada perlawanan yang memiliki arti dari punggawa Lokapala. Akhirnya , bareng dengan beberapa prajuritnya yang masih tersisa ia menetapkan untuk melarikan diri meninggalkan Maespati , kembali pulang ke negaranya untuk melaporkan bencana tersebut terhadap Prabu Danaraja.
Sebagai seorang batara yang diakui oleh raja-raja bawahannya , kesempatan Prabu Danaraja pantang ditolak. Setelah mendengar laporan Gohmuka , Danaraja secepatnya mengutus Mahapatih Wisnungkara untuk merencanakan seluruh pasukan Lokapa. Maespati mesti dijadikan lautan api.
Beberapa negara yang menjadi sekutunya berpartisipasi dalam penyerangan tersebut. Mereka bersatu di bawah bendera Lokapala , menyatukan seluruh bala tentara dan kekuatannya untuk membumi hanguskan Maespati. Puluhan ribu tentara bersenjata Klewang , golok , pedang , tumbak , gondewa dan sebagainya melangkah berbaris berarak-arakan menuju negara Maespati.
Sementara di Maespati , Prabu Kertawirya sudah sadar akan munculnya ancaman maka ia sudah berkemas-kemas menyongsong munculnya musuh. Bersama Mahapatih Gumiyat , Prabu Kertawirya merencanakan seluruh kekuatan Maespati. Sebenarnya ia mengakui kekuatan balatentara Lokapala yang cukup besar. Negara besar yang dipimpin oleh raja muda sakti mandraguna putra seorang resi sakti yang banyak memperoleh gemblengan ilmu olah keprajuritan , belum lagi sokongan dari negara-negara luar negeri yang sudah menjadi sekutunya , tentu sungguh sulit bagi Maespati untuk sanggup mengungguli peperangan. Akan tetapi Prabu Kertawirya sudah bertekad menjaga kehormatan dan harga dirinya selaku seorang raja. Lebih baik mati berkalang tanah dibandingkan dengan hidup terjajah.
Untuk menghadapi kekuatan besar Lokapala , Prabu Kertawirya meminta pinjaman seorang resi sakti berjulukan Swandageni (Swandagni) dari pertapaan Ardisekar (Jatisarana). Resi Swandageni masih kerabat dengan Prabu Kertawirya dari garis keturunan kakeknya , Resi Dewasana.
Pasukan Lokapala sudah bergerak di tapal batas. Kedatangan mereka secepatnya disambut dengan kekuatan angkatan perang Maespati yang dipimpin eksklusif oleh Prabu Kertawirya dengan didampingi Resi Swandageni dan Mahapatih Gumiyat (Begawan Kayat) adik Prabu Kertawirya.
Dua pasukan sudah sama-sama mengusung senjata , perang pun beradu di medan yuda. Mereka saling serang , saling terjang , saling hantam , saling menusuk , sama-sama saling menghabisi nyawa lawannya.
Pasukan Lokapala memang sudah teruji dalam setiap pertempuran , mereka sudah ditempa dengan banyak sekali pengalaman perang. Terlebih lagi kekuatan Lokapala sudah berlipat ganda lantaran disokong oleh sekutu-sekutunya yang senantiasa siap membantu.
Dilain pihak , keampuhan resi Swandageni sudah memberi semangat tempur prajurit-prajurit Maespati. Putra resi Wisanggeni ini bisa bikin pasukan menjadi berulang kali lipat kekuatan Maespati sampai pertempuran pasukan keduanya menjadi berimbang.
Mahapatih Wisnuwungkur , begawan raksasa sakti yang memiliki banyak sekali macam ilmu hitam dengan sungguh licik ia menyipta binatang-binatang berbisa yang mematikan. Banyak tentara Maespati berguguran ditangan ilmu hitam begawan Wisnuwungkur bikin resi Swandageni mesti menghadapinya.
Sementara Prabu Kertawirya berhadapan eksklusif dengan Prabu Danaraja. Mahapatih Gumiyat menghadapi terjangan Gohmuka dan raja-raja sekutu Lokapala.
Prabu Kertawirya sudah menandakan sendiri keampuhan raja muda dari Lokapa itu. Ia memang sakti mandraguna , bahkan tidak dapat mati dengan banyak sekali macam senjata apapun yang digunakan Kertawirya untuk melawannya. Beberapa kali senjata raja Maespati itu melukainya , berulang kali itu pula raja Lokapala sembuh menyerupai sedia kala. Bahkan di saat pusakanya berkali-kali memenggal kepala Danaraja , berulang kali pula raja Lokapala itu bangun dari kematiannya. Danaraja menyerupai memiliki ribuan nyawa , Danaraja tidak dapat mati.
Mahapatih Gumiyat yang sudah sukses membunuh Gohmuka , menyaksikan Prabu Kertawirya sedang dalam kesusahan menghadapi Danaraja yang sudah mengeluarkan kesaktiannya sampai bikin Prabu Kertawirya berkali-kali mesti terpelanting jatuh , maka Mahapatih Gumiyat secepatnya memburu dan menolong Prabu Kertawirya.
Pada di saat bersama-sama , di saat Mahapatih Gumiyat menyerang Prabu Danaraja , seorang tentara Maespati memberi kabar terhadap Prabu Kertawirya bahwa dewi Danuwati sudah melahirkan seorang putra. Prabu Kertawirya sungguh gembira. Kalaupun ia nanti mesti menanggung kekalahan dalam pertempuran melawan Lokapala , tetapi tidak akan menyesal sehabis menyaksikan putra yang sungguh dinantikannya. Begitu yang terpikir oleh Prabu Kertawirya , ia secepatnya pergi meninggalkan medan perang untuk menyaksikan putranya , sementara Prabu Danaraja sedang mengadu keampuhan dengan Mahapatih Gumiyat.
Di istana Maespati prabu Kertawirya menemui permaisurinya. Di samping istrinya sekarang sudah tergolek bayi ganteng rupawan. Dengan sarat gembira dan kasih sayang Prabu Kertawirya menimang putranya. Ia kemudian memberinya nama Arjunawijaya (Arjunasasrabahu) , pada di saat itulah timbul Batara Narada. Batara Narada memberitahu Kertawirya bahwa putranya merupakan jelmaan Wisnu yang mau merusak segala keangkara murkaan di mayapada. Batara Narada kemudian memberi suatu pusaka berjulukan Cakra. Pusaka tersebut menurut Batara Narada merupakan pusaka Wisnu yang mau mendampingi putranya dalam menumpas segala bentuk kejahatan. Prabu Kertawirya sungguh gembira mendengar penuturan Batara Narada. Ia secepatnya kembali menuju medan perang sambil menenteng pusaka Cakra.
Prabu Kertawirya meminjamkan Cakra terhadap Resi Swandageni. Dengan pusaka Cakra ditangan resi Swandageni , bala tentara Lokapala tercerai berai. Pusaka Cakra berkelebatan , gigi-gigi tajamnya membunuhi prajurit-prajurit Lokapala. Begawan Wisnuwungkur sendiri hancur lebur tubuhnya terkena pusaka Cakra. Raja-raja sekutu Lokapala berguguran terpenggal pusaka sakti itu.
Prabu Danaraja terkejut menyaksikan pusaka Cakra dalam genggaman Resi Swandageni. Ia sungguh maklum dengan pusaka sakti yang sudah menggetarkan mayapada. Bukan cuma ditakuti oleh para raja-raja , kesatria ataupun brahmana , tetapi juga disegani oleh para dewa. Danaraja mencurigai kesaktiannya menandingi pusaka Cakra , tetapi ia bertekad untuk berhadapan dengan pusaka sakti itu walau dengan mata kepalanya sendiri ia menyaksikan sebagian pasukannya sudah hancur binasa oleh resi Swandageni dengan menggunakan pusaka Cakra ditangannya.
Setelah sukses mengalahkan Mahapatih Gumiyat , dan pada momentum Danaraja ingin membunuhnya , tiba-tiba tiba Batara Narada melerai membatasi Danaraja. Batara Narada mengingatkan , bahwa sudah banyak korban dari kedua belah pihak , apalagi dari pihak Lokapala. Raja-raja sekutu dan orang-orang keyakinan Lokapala sekarang sudah binasa. Itulah hasil dari pertempuran yang ditimbulkan oleh nafsu angkara yang tidak dapat dikendalikan.
Batara Narada menyadarkan dan menasehati Danaraja , menyuruhnya kembali menjalani hidup yang lurus. Tidak ada keuntungannya gemar menginformasikan kekuasaan dan kekuatan lantaran itu cuma akan menyengsarakan banyak pihak. Batara Narada menyarankan mudah-mudahan Prabu Danaraja menjalani penyucian diri , menebus segala dosa dan kesalahan yang sudah diperbuatnya selama ini , alasannya merupakan bagaimanapun ia merupakan keturunan dari para resi sakti yang sudah dijadikan panutan di mayapada.
Prabu Danaraja menuruti nasehat Batara Narada , ia secepatnya memukau pasukannya dari kawasan Maespati kembali pulang ke negaranya. Dan selanjutnya , Prabu Danaraja melaksanakan tapa brata di tepi sungai gangga.
Advertisement
Baca juga:
Advertisement
EmoticonEmoticon