Bab 2 Data Dan Analisa

Share:

BAB 2

DATA DAN ANALISA


2.1 Data dan Literatur

    Metode observasi yang dipakai , serta data dan informasi yang mendukung proyek Tugas Akhir ini di dapatkan dari banyak sekali macam sumber , antara lain:

2.1.1    Wawancara
•    Pemilik brand
•    Target market primer

2.1.2    Literatur dari media cetak
•    Fashion Brand , branding style from Armani to Zara
•    Consumer Behavior and marketing strategies
•    Majalah Tempo edisi 20-26 februari 2012

2.1.3    Literatur dari internet
•    Wikipedia.org
•    Fashion.about.com
•    encyclopedia.com
•    angelasancartier.net
•    childhood.camden.rutgers.edu   


2.2 Definisi Fashion

    Fashion merupakan ungkapan lazim untuk style yang terkenal atau praktek , utamanya dalam busana , sepatu , atau aksesori.  Fashion mereferensi suatu apapun yang sedang tren di sekarang ini dalam performa atau cara berdandan seseorang. Gaya seseorang berlaku juga dalam perilakunya. Secara ungkapan yang lebih teknis untuk fashion merupakan kostum , namun kini menjadi begitu terkait di mata publik dengan ungkapan "fashion". Dan ungkapan “kostum” lebih kerarah busana khusus seumpama busana yang glamor atau busana untuk pameran (masquarede wear).


2.3 Sejarah kemajuan Fashion di Indonesia

Di Indonesia kemajuan fashion cukup pesat. Walaupun bertahun-tahun yang kemudian pasar fashion sempat di kuasai oleh kemunculan brand luar negeri. Belum lagi lantaran konsumen di Indonesia , sering mengganggap brand luar lebih baik dari sisi mutu maupun dari sisi desainnya. Tapi pada perkembangannya , brand setempat sudah ada dari lama. Tahun 1950 , merupakan permulaan dekade fashion Indonesia dengan kemunculan seorang desainer berjulukan Peter Sie. Di tahun-tahun pertama Peter Sie menancapkan fashion nasional ia mengaku bahwa profesi desainer belum diterima penduduk tergolong keluarganya. Hasilnya , ia sempat dikucilkan keluarga. Ia juga tak menilai dirinya lebih berhasil secara finansial dibanding desainer-desainer masa kini. Dalam buku Inspirasi Mode Indonesia terbitan Yayasan Buku bangsa dan Gramedia , ia mengungkapkan dirinya lebih bahagia disebut pencetus dunia mode. Dan kini ia disebut-sebut selaku pencetus profesi perancang busana di Indonesia.

Awalnya Peter berfokus bikin busana pria. Busana bergaris A line ala New Look dari Dior lah yang mempengaruhinya untuk beralih ke busana wanita. Pria yang berguru di Vakschool voor Kleermakers-Encoupeurs Den Haag Belanda selama 6 tahun sejak 1947 ini tidak menyerap semua tren busana yang tiba dari Eropa. Saat ekspresi dominan gaya ‘mod’ yang dipelopori oleh Mary Quant dan Ossie Clark terkenal diseluruh dunia , Peter merasa rok mini kurang layak untuk pada biasanya perempuan Indonesia. Begitu juga di saat tren ‘hippies’ meningkat , ekspresi dominan tersebut tidak pernah memukau hatinya lantaran kondisi ekomoni Indonesia di saat itu memprihatinkan.

Kehadiran desainer seumpama Peter Sie , memanggil desainer lain seumpama Non Kawilarang dan Elsie Sunarya. Di tahun 1960-an gaya ‘hipster’ , ‘mod’ , bahkan ‘agogo’ yang ramai motif dan warna cuma di konsumsi ibu-ibu golongan atas di Jakarta saja.

Dalam dunia jurnalisme fashion , majalah Femina hadir pada tahun 1972. Menurut catatan situsnya , Femina menampilkan perhatian besar terhadap dunia fashion sejak edisi keduanya (bulan oktober) lewat suatu reportase tren mode yang ditulis oleh Irma Hadisurya. Selain mendatangkan informasi fashion dari mancanegara , Femina pun menampilkan apresiasi terhadap fashion Indonesia. Karena itu Femina merekomendasikan untuk mengadakan Lomba Perancangan Mode tiap tahun sejak 1979 dan terus berlangsung hingga sekarang. Dari ajang inilah desainer-desainer gres yang kini namanya tak abnormal mulai timbul , seumpama Samuel Wattimena , Edward Hutabarat , Chossy Latu , Itang Yunasz , Dandy Burhan , Stephanus Hamy , Widhi Budimulia , Carmanita , Naniek Rahmat , Taruna Kusmayadi , Tuty Cholid , Anne Rufaidah , Denny Wirawan , Ferry Sunarto , Sally Koeswanto , Priyo Oktaviano dan Billy Tjong.

Sementara itu , kekurangan potensi bersekolah fashion atau rancang busana di tanah air tidak mematahkan semangat mereka yang ingin menjadi desainer. Harry Dharsono , Poppy Dharsono dan Iwan Tirta mengemban ilmu fashion di luar negeri. Iwan Tirta di mempunyai kiprah yang besar dalam bikin abjad mode tanah air yang unik dan kaya tanpa mengabaikan ekspresi dominan mode Eropa , yang mempunyai imbas besar pada industri mode di Indonesia. Kepada pengamat mode Muara Bagdja di buku Inspirasi Mode Indonesia , ia menekankan pentingnya memberi unsur barat (technical skill) dan timur (budaya) dalam pakaian. Pernyataan Iwan Tirta beralasan , lantaran lewat batik yang diolahnya menjadi lebih terbaru , ia diakui oleh desainer Amerika dan Eropa.

Harry Dharsono memperkenalkan High Fashion atau Couture pertama kali di Indonesia pada tahun 1974. Tak cuma itu , Harry juga berkontribusi dalam membuatkan industri tekstil Indonesia yang tadinya cuma memproduksi polyester hingga karenanya rumah mode bergengsi seumpama Carven , Louis Ferraund , Azzaro de ville dan Lanvin berbelanja rancangan tekstil darinya. Harry Dharsono juga mendirikan Batik Keris selaku rasa cintanya pada Indonesia.

Nama-nama seumpama Samuel Wattimena , Ghea panggabean , Edward Hutabarat , Anne Avantie , Susan Budiharjo dan Carmanita juga mempunyai dukungan dalam pembuatan kain tradisional dalam busana terbaru pada masa 1980-an.

Tahun 1990-an ditandai dengan isu globalisasi dan internet. Artinya fasilitas masyrakat untuk mengakses informasi fashion dari mancanegara menyebabkan kegandrungan budaya barat yang glamour. Glamouritas ini terasa pada karya desainer-desainer seumpama Sebastian Gunawan , Biyan , Arantxa Adi , Adjie Notonegoro , dan Eddy Betty yang mempunyai abjad kemewahan dengan payet , manik dan Kristal pada koleksinya. Munculnya sekolah fashion franchise seumpama Esmod dan Lasalle , juga sekolah mode Susan Budiharjo turut berkontribusi dalam menciptakan desainer-desainer bermutu Indonesia. Selain itu Poppy Dharsono dibantu Harry Dharsono dan Iwan Tirta membentuk Asosiasi Perancang Pengusaha Mode Indonesia (APPMI) pada tahun 1993.

Di tahun 2000-an , fashion Indonesia kian kaya akan gagasan dan inspirasi. Tiap desainer mempunyai ciri khas masing-masing. Adrian Gan , Obin , Oscar Lawalata , Kiata Kwanda , Sally Koeswanto , Lenny Agustin , Priyo Octaviano , Tri Handoko dan Irsan mewarnai fashion Indonesia dalam Couture dengan busana mereka yang bernafaskan seni dan kultur Indonesia.

Desainer Tex Saverio sudah berhasil menjinjing nama fashion Indonesia dan memperoleh legalisasi di mata internasional dengan rancangannya yang dipakai oleh seorang bintang di Amerika Serikat yakni Lady gaga pada pemotretan majalah Bazaar US.


2.4 Perkembangan brand setempat

Meningkatnya kelas konsumen gres yakni kelas konsumen menengah , menghabiskan sebagian uangnya untuk berbelanja busana dan bantalan kaki sebesar 3.6% dari total pengeluarannya. Maraknya brand luar yang ready to wear , stylish juga terjangkau konsumen bikin brand luar sempat diminati dan merajai pasar fashion di Indonesia. Dengan mulai masuknya sekolah fashion seumpama Esmod , Lasalle , Bunka Fashion School , Susan Budiharjo dan Harry Dharsono menciptakan desainer-desainer muda Indonesia yang mempunyai talenta dalam fashion ready to wear dan high street , justru terpendam dengan kemunculan brand luar. Berbeda dengan distro atau clothing yang mempunyai rancangan yang kasual dan market yang berlainan juga mass production. Desainer-desainer ini mempunyai keunikan dan ciri khas sendiri di tiap desainnya lantaran mempunyai dasar ilmu fashion yang baik. Banyak desainer muda yang memilki brand sendiri yang belum terpublikasi dengan baik dan belum dipahami penduduk umum. Padahal desainer setempat punya potensi besar dalam merancang lantaran mempunyai keberagaman budaya dan disokong oleh materi yang bermutu yang berasal dari negeri sendiri.

Menjamurnya brand setempat di sekarang ini tidak sanggup di lepaskan oleh kemunculan brightspot market , yakni wadah bagi desainer setempat untuk memberitahukan rancangannya dalam bentuk event dan pameran. Brightspot market diresmikan pada tahun 2009 dengan tujuan menyampaikan pengalaman ritel yang gres dengan memfokuskan desainer setempat yang ready to wear. Brightspot market berhasil mengoptimalkan nama desainer setempat dan brand setempat ke penduduk negeri sendiri. Setelah berulang kali mengadakan event , brand setempat di Jakarta khususnya , menjadi pusat perhatian dalam pergerakan fashion. Bahkan kini , menjadi kiblat fashion untuk para belum dewasa muda di Jakarta. Naiknya nama brand setempat juga disebabkan lantaran pada biasanya brand setempat sungguh mementingkan mutu dan kepuasan pelanggan. Sehingga , apabila ada prodak yang kurang bikin puas , mereka cepat mengambil langkah untuk memperbaikinya. Banyak dari mereka juga menyimak apa yang konsumen mau sehingga penemuan produk mereka terus berjalan. Faktor-faktor ini juga yang menyebabkan brand setempat kini sanggup berkompetensi dengan brand luar negeri.

Perkembangan brand setempat di sekarang ini juga disokong oleh slogan 100% Cinta Indonesia yang gencar di sosialisasikan di media massa dengan impian agar kita selaku bangsa Indonesia lebih cinta terhadap brand setempat atau produk lokal.

Ini merupakan gerakan dari bentuk apresiasi bangsa untuk mendorong kemajuan dunia fashion dan menjadikannya sanggup mengatakan di publik. Kampanye tersebut ternyata memperoleh respon positif terhadap pergantian antusiasme penduduk dalam berbelanja suatu barang. Terutama terjadi kenaikan drastis terhadap brand setempat , Khususnya di fashion hingga 85%.

Gerakan Cinta Indonesia 100% ini juga di dukung oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) serta para pecinta brand setempat seumpama Nadine Chandrawinata , Dian Sastriwardoyo , Anne Avantie , Adjie Notonegoro , Kanaya Tabitha dan Poppy Dharsono yang menekuni langsung dalam kampanye ini demi bikin brand setempat disukai oleh penduduk kita sendiri.


2.5 Perkembangan fashion anak di Indonesia

Perkembangan fashion anak untuk golongan menengah atas di Indonesia , khususnya di Jakarta sudah mulai bergerak. Dewasa ini , busana belum dewasa tidak cuma sebatas terjangkau dan tenteram , namun juga yang sesuai dengan pribadi anak , warna , versi yang unik dan memukau hingga pada ekspresi dominan yang sedang berkembang. Seiring dengan cepatnya kemajuan fashion , busana belum dewasa pun turut menyesuaikan dengan kemajuan trend. Perkembangan fashion sampaumur bergantung pada ekspresi dominan fashion yang secara cepat dan terjadwal berganti , sedangkan kemajuan fashion anak tak mempunyai ekspresi dominan sendiri. Sehingga tidak aneh apabila ada busana anak yang mempunyai potongan sampaumur atau anak kecil yang memakai Sepatu tumit tinggi.

Sudah banyak para orangtua yang menyadari bahwa busana belum dewasa tidak lagi sekadar pakaian. Ini dibuktikan dengan event ‘Kids Fashion Festival 2011’ yang di adakan oleh Femina Group berhubungan dengan majalah Ayah Bunda dan Parenting. Dalam program ini beberapa brand memberitahukan koleksinya , meskipun sebagian besar brand mancanegara masih menguasai event ini. Animo penduduk perihal event ini pun tinggi , terbukti dari tiket yang terjual habis.

Perkembangan fashion anak di Indonesia bahwasanya sebagian masih dikuasai oleh brand luar. Di negeri sendiri meskipun sudah ada yang bikin , namun lingkupnya masih terbatas. Brand seumpama Alleira sudah mengawali perannya di dunia children fashion dalam bungkus busana batik. Tapi untuk busana sehari-hari , brand setempat kelas menengah atas masih belum banyak. Seringkali orangtua berbelanja busana anak dari toko brand luar negeri. Ini disebabkan oleh kurangnya kesadaran desainer untuk membuatkan busana anak-anak. Denny Wirawan , seorang perancang busana menyampaikan bahwa busana belum dewasa kini mesti beragam. Gaya hidup terbaru memberi imbas dalam rancangan modelnya , sehingga perancang juga mesti paham dengan abjad yang sesuai dengan pasarnya.

Seiring dengan kemajuan brand setempat , kemajuan fashion untuk anak pun sudah mulai meningkat. Walaupun dilihat dari sisi rancangan , masih belum berani keluar dari ‘zona kenyamanan’. Sehingga produk yang keluar masih dalam ranah kaos yang bergambar tokoh lucu dan belum berani untuk mengolah konsep lebih dalam atau mengambil potongan-potongan lain dalam merancang pakaian. Pertimbangan psikologi dan tingkah laris anak pasti ada dalam pengerjaan busana anak. Faktor ketentraman , warna , rujukan potongan dan lain-lain semestinya dipikirkan lebih matang dalam bikin busana anak.

    Di Indonesia sendiri kemajuan children fashion dalam lingkup brand setempat masih lambat bergeraknya , apabila dinilai dari penemuan dan keberanian desain. Padahal dilihat dari pasar yang ada , keperluan busana anak juga nyaris sama besarnya dengan keperluan busana dewasa. Sehingga untuk kini , lahan ‘bermain’ di busana belum dewasa masih cukup besar untuk menjalankan inovasi-inovasi gres dan rancangan yang lebih berani.


2.6 Sejarah terbentuknya brand Molds

Molds merupakan brand yang lahir dari karya seorang fashion designer Larasati Dewanggi , yang terbentuk pada permulaan tahun 2011. Awal awalnya koleksi Molds dibentuk selaku koleksi kiprah karenanya di fashion institute ESMOD. Respon yang sungguh bagus di terima oleh pemilik di saat Molds pertama kali di pamerkan. Dari koleksi ini , pemilik menemukan penghargaan best collection (shoes) dan best creation (innovation in clothes) oleh ESMOD. Karena itu lah , pemilik menentukan untuk meluncurkan produk Molds ke pasar.
Istilah Molds sendiri berasal dari kepanjangan ‘my own life dreaming sight’ yang bermakna imajinasi desainer Molds dalam menuangkan kreasinya untuk belum dewasa dalam busana yang sesuai dan finishing yang bagus untuk anak-anak.

Munculnya gagasan rancangan busana brand Molds merupakan menurut observasi pemilik , akhir-akhir ini , belum dewasa umur 3-7 tahun sering berdandan atau memakai baju yang tidak ‘anak-anak’. Pengaruh lingkungan serta kiprah orang bau tanah menjadi aspek dalam penyeleksian busana anak. Karena itu Molds ada untuk mendatangkan rancangan yang sesuai dengan belum dewasa dan dengan konsep yang terencana.

Terinspirasi dari rancangan Jepang dan penemuan mainan belum dewasa yang memerlukan kreatifitas dan imajinasi , Molds mendatangkan rancangan busana yang soft minimalist , inovatif dan berani untuk keluar dari kata-kata innocent belum dewasa yang biasa. Dengan desain-desain Molds ini anak kecil diperlukan untuk menjadi sudah biasa dengan selera yang bold tanpa tersembunyi sehingga menimbulkan abjad dari diri mereka yang sebenarnya.

Dengan penyeleksian materi dan kain yang sesuai dengan belum dewasa , memungkinkan Molds sanggup di pakai kapanpun lantaran memakai materi yang tenteram untuk sehari-hari. Kain katun , katun poli , bulu domba , baby canvas , dan materi kaos diseleksi lantaran kenyamanannya untuk di pakai sehari-hari oleh siapapun , khususnya anak-anak.

Dalam konsep koleksi pertamanya , Molds berupaya untuk membiasakan belum dewasa untuk menghadapi angka-angka , yang pasti kita pahami anak kecil kerap kali susah berguru matematika. Dengan koleksi Molds , belum dewasa sanggup berguru matematika dasar dengan cara yang lebih mengasyikkan dan bersahabat dengan kehidupan sehari-hari. Untuk kedepannya Molds fokus untuk bikin busana khusus belum dewasa dan dengan konsep edukasi.

2.6.1 Visi
•    Membuat brand setempat , khususnya di children fashion menjadi lebih di kenal dan di apresiasi oleh masyarakat
•    Membiasakan anak kecil untuk berani dalam menentukan rancangan yang berlainan dari yang lazim mereka pakai
•    Dalam jangka panjang bikin brand ini dipahami secara internasional
   
2.6.2 Misi
•    Menghadirkan busana yang sesuai untuk belum dewasa dengan konsep yang masak dan terencana
•    Mematangkan konsep edukasi yang mengasyikkan , tenteram dan sanggup bermain.





2.7 Desain Molds

  
    
  

Gambar 2.1


2.8 Logo Molds


Gambar 2.2
   
       
    Identitas yang ada kini diambil dari font Doodlepen , yang sudah tersedia dan sanggup di unduh secara cuma-cuma dengan mudah.

Identitas ini belum menggambarkan abjad juga visi misi Molds dengan baik , lantaran dibentuk dengan matang dan seadanya dan cuma bersifat sementara. Pengaplikasian identitas ini juga tidak konsisten dan tak mempunyai tata cara didalamnya.

Pemilihan warna dan font yang membentuk identitas ini tidak menurut prinsip atau filosofi apapun , lantaran dibentuk secara cepat dan seadanya.


2.9 Edukasi Matematika

Pada koleksi Molds Spring/Summer , pendekatan edukasi yang di munculkan merupakan edukasi matematika. Ini dikarenakan matematika merupakan pelajaran yang tiap di saat didapatkan dalam kehidupan sehari-hari dan terus dipakai dari anak kecil hingga orang dewasa. Ketidaksukaan pada matematika tidak cuma terjadi di Indonesia namun juga di beberapa Negara maju. Di Indonesia sendiri ada beberapa aspek yang menyebabkan banyak anak yang tidak menggemari matematika , yakni lantaran metode pengajaran yang salah dan metode pembelajaran yang salah. Kebanyakan orang Indonesia memakai metode hafalan , sehingga matematika mesti di hafal , bukan dinalar atau dikenali secara logika. Anak-anak intinya suka bermain , sehingga matematika yang di hafal menjadi membosankan.

Dalam kasus ini , kiprah orangtua sungguh diperlukan untuk menolong anak dalam pelajaran matematika. Cara yang paling gampang merupakan dengan mendekatkan anak pada matematika secara faktual dan sedini mungkin. Ketidaksukaan pada matematika sanggup di tanggulangi dengan menerapkan matematika yang mengasyikkan dan membiarkan anak bermain dan terlibat langsung.


2.10 Range harga Molds

Top
T shirt        Rp. 200.000 – Rp.335.000
Shirt        Rp. 240.000 – Rp.580.000

Bottom
Skirt        Rp. 299.000 – Rp. 499.000
Pants        Rp. 309.000 – Rp. 499.000

Onepiece
Dress        Rp. 259.000 – Rp. 420.000
Jumpsuit        Rp. 289.000 – Rp. 420.000

Outer
Vest        Rp. 119.000 – Rp.369.000
Jacket        Rp. 399.000 – Rp. 500.000
Tailor        Rp. 399.000 – Rp. 490.000
Coat        Rp. 469.000 – Rp. 800.000

Accessories
Shoes        Rp. 299.000 – Rp. 899.000
Hat        Rp. 129.000 – Rp. 459.000
Necklace        Rp. 70.000 – Rp. 240.000
Socks/Stocking    Rp. 49.000 – Rp.139.000


2.11 Target Market

2.11.1  Target primer

Demografis
Jenis Kelamin    : Wanita
Pekerjaan        : Pegawai kantoran/ibu rumah tangga
Pendidikan    : Lulusan S1 hingga S2
Usia        :  27-35 tahun
Ekonomi        : SES A

Geografis
Domisi        : Wilayah perkotaan
Wilayah        : DKI Jakarta dan sekitarnya

Psikografis

Personality
•    Berpikir kreatif
•    Menyayangi keluarga
•    Menghargai karya seni dalam bentuk apapun
•    Memperhatikan rincian dalam segala hal
•    Pemilih dalam belanja
•    Menerima penemuan dengan anggapan terbuka
•    Menyukai hal-hal yang unik dan berbeda
•    Menjunjung edukasi
•    Menyukai fashion
•    Memperhatikan penampilan

Behavior
•    Modern
•    Memperhatikan edukasi anaknya
•    Menyempatkan diri untuk bermain dengan anaknya sesering mungkin
•    Dekat dengan anaknya
•    Lebih banyak memberi anaknya mainan yang merangsang motoriknya dan otak
•    Mendidik anaknya dengan kesibukan kreatif
•    Suka membaca buku dan Koran
•    Mengakses internet

Lifestyle
•    Suka pergi ke pameran lukisan , rancangan atau foto
•    Jalan-jalan di Plaza Senayan , Pondok Indah mal , Grand Indonesia , Plaza Indonesia
•    Suka berbelanja barang-barang fashion di concept store
•    Membeli buku di Kinokuniya dan Aksara
•    Menonton film lewat saluran tv kabel
•    Berkumpul dengan teman-teman sebaya
•    Senang berbelanja keperluan rumah tangga , keperluan anaknya dan dirinya sendiri
•    Menaiki kendaraan beroda empat untuk menuju tujuan dimanapun


2.11.2    Target sekunder

Demografis
Jenis kelamin    : Laki-laki dan perempuan
Usia        : 3-7 tahun
Pendidikan    : Pelajar Taman Kanak-kanak dan SD
Ekonomi        : SES A

Geografis
Domisi        : Wilayah perkotaan
Wilayah        : DKI Jakarta dan sekitarnya

Psikografis

Personality
•    Aktif
•    Sedikit pemalu
•    Punya keingintahuan yang besar
•    Ekspresif di depan orang yang ia kenal dan dekat
•    Nyaman di berada di lingkungan yang dikenal
•    Menyukai permainan
•    Senang dengan sesuatu yang baru
•    Dekat dengan orangtuanya

Behavior
•    Lebih tenteram bermain di rumah
•    Segala yang memukau merupakan yang sanggup di ajak bermain
•    Bermain dengan imajinasi
•    Sering menyanyakan sesuatu yang dilihat
•    Selalu ingin tahu
•    Menyukai menggambar , menyusun balok dan kesibukan yang melibatkan imajinasinya
•    Senang bermain dengan orangtuanya utamanya dengan ibunya


Lifestyle
•    Suka pergi dengan orangtuanya ke pameran atau ke workshop kesibukan inovatif dan pameran
•    Bermain di rumah
•    Menyukai program tv art attack , dan kartun
•    Sering berbelanja alat-alat menggambar dan keperluan kreatifnya


2.12 Kompetitor
    Kompetitor terdekat dengan Molds adalah

    2.12.1 Radici



Gambar 2.3


Radici merupakan brand children wear yang banyak memakai rincian pada tiap koleksinya seumpama rajutan , sulaman , rincian pocket dan semua rincian dibentuk dengan tangan. Terinspirasi dari alam sekitar , dedaunan , pepohonan dan burung hantu sehinga koleksi Radici menjadi terlihat ‘down to earth’ sehingga cocok untuk belum dewasa yang mempunyai sense of adventure , dan playful.

Dengan konsep “little helper” dan icon burung hantu , Radici berharap agar belum dewasa mulai mengasihi alam dan mulai menanam pohon agar burung hantu tetap mempunyai rumah dan bikin lingkungan menjadi lebih baik. Target marketnya merupakan belum dewasa yang suka dengan alam dan peduli lingkungan dari umur 3-8 tahun. Radici sudah memasarkan pakaiannya sejak permulaan tahun 2011 , dan dijual lewat situs web Tumblr , media lazim Facebook , Alun-alun Indonesia dan berulang kali timbul di event pameran seumpama Next Level dan Pop up Market.

Harga yang dipersiapkan radici adalah:
•    Top        Rp. 200.000 – Rp. 260.000
•    Pants        Rp. 325.000 – Rp. 480.000
•    Cape        Rp. 200.000
•    Belt        Rp. 190.000
•    Dress        Rp. 380.000
•    Outer        Rp. 480.000 - Rp. 650.000
•    Bag        Rp. 540.000
•    Hair Clip      Rp. 100.000
•    Shoes        Rp. 300.000- Rp. 370.000


2.12.2  Jizeeru




       Gambar 2.4

   
Jizeeru merupakan brand children wear umur 8-12 tahun yang terinspirasi dari warna-warna vivid dan illustrasi yang berani. Bahan-bahan yang di pakai merupakan materi yang cukup tenteram untuk wilayah tropis. Jizeeru mendatangkan busana yang quirky , cute , bold dan didedikasikan bagi orang-orang yang inovatif , berjiwa seni dan berani untuk mengekspresikan diri. Pada penjualannya , kini Jizeeru melebarkan brand nya lewat produk untuk perempuan dan lelaki yang di kemas secara unisex.

Konsep koleksinya merupakan “sozo wonderlust”. ‘Sozo’ dalam bahasa Jepang bermakna imajinasi , sedangkan ‘wonderlust’ tujuannya merupakan prospek yang sungguh besar untuk travelling. Sehingga maksud keseluruhan merupakan prospek untuk berkeliling dengan imajinasi.

Jizeeru sudah memasarkan produknya di situs web sosial media facebook dan timbul di event pameran Next Level.



Harga yang dipersiapkan adalah:
•    Top        Rp. 200.000- Rp.500.000
•    Bottom        Rp. 370.000 – Rp. 460.000
•    Jacket        Rp. 230.000 – Rp 500.000
•    Accessories     Rp. 60.000   – Rp. 150.000
•    Shoes        Rp. 300.000 – Rp. 400.000
•    Dress         Rp. 300.000 – Rp. 600.000


2.13 SWOT

Strength

•    Karakter rancangan yang unik , dengan mendatangkan konsep edukatif yang masak dan dengan rincian atraktif
•    Rancangan Molds senantiasa memakai materi yang tenteram untuk belum dewasa pakai dan dengan mutu materi terbaik
•    Rancangan yang ready to wear , namun dengan twist juga rincian yang berlainan sehingga produk Molds sudah mempunyai keunikan dan diferensiasi dengan kompetitor lainnya.

Weakness

•    Harga yang di tawarkan relatif mahal untuk baju anak-anak
•    Banyak penduduk yang belum terlalu sudah biasa dengan rancangan yang sedikit berlainan dari apa yang lazim mereka lihat atau beli
•    Molds masih tergolong brand baru

Opportunity

•    Membentuk market secara spesifik , sehingga bikin produk menjadi lebih eksklusif
•    Tidak mempunyai kompetitor secara langsung

Threat

•    Anak-anak yang cepat berkembang besar memungkinkan konsumen berpikir dua kali untuk berbelanja busana anak dengan harga yang relatif mahal




Advertisement
Advertisement


EmoticonEmoticon