Pakaian Etika Di Yogyakarta Lengkap| Gambar Dan Penjelasannya - Seni Budayaku

Share:
Konten [Tampil]
Pakaian Adat DI Yogyakarta Lengkap , Gambar dan Penjelasannya - Di Daerah spesial Yogyakarta terdapat lima macam corak make up pengantin yang disebut dengan gaya Yogyakarta. Berbagai corak gaun pengantin ini dahulunya dipakai di lingkungan Keraton Yogyakarta. Lama-kelamaan penduduk menggemari dan menggunakannya selaku busana sopan santun pengantin Yogyakarta.

Pakaian Adat Yogyakarta Corak Kasatrian


Corak kasatrian dahulunya ialah busana sopan santun yang dikenakan putra-putri sultan pada perjamuan ramah tamah dengan para tamu dan saudara keraton. Sekarang jenis pakain ini dipakai dalam upacara adat midodareni dan upacara panggih.

Destar pengantin lelaki untuk corak kesatrian yakni model ngobis , mirip daun kubis yang lebar. Nama ngobis didedikasikan bagi sinthingan , yakni bab bawah destar berupa sayap di kiri kanan mondholan. Mondholan berasal dari kata mondhol yang mempunyai arti bergantung di suatu tempat. Bentuknya mirip telur itik yang digantung. Mondholan inilah yang membedakan destar gaya Surakarta yang tidak memakai mondholan tapi rata atau trepes.

Untuk bros dipakai motif matahari , yang melambangkan kehidupan yang senantiasa bersinar dan kekal. Ada juga bros yang bermotif bunga cengkih yang melambangkan keuletan dalam menghadapi hidup.

Pakaian sopan santun Yogyakarta yang dikenakan pengantin lelaki berupa surjan (baju jas lelaki khas Jawa yang berkerah tegak dan berlengan panjang) yang yang dibikin dari kain sutra , dilengkapi dengan karset , rantai jam , dan bros. Surjan bermotif bunga kembang kerikil atau polos. Keris yang dipakai bercorak branggah atau ladrangan dengan oncen-oncen (rangkaian bunga) usus-ususan dari bunga melati.

Sabuk atau lontong yang dipakai pengantin lelaki memiliki lebar 13 cm dan dibentuk dari kain tenunan khusus , pada bab depan dilapisi kain sutra. Pengantin lelaki memakai kain batik sama dengan pengantin putri. Misalnya bermotif sidoasih , sidoluhur , sidomukti , parangkusumo , semen rama , truntun , dan udan riris. Sandal yang dipakai pengantin lelaki yakni selop yang bab depannya tertutup.

Rambut pengantin perempuan dirias dengan versi gelung tekuk pelik dengan dekorasi berupa satu buah cunduk menthul (tusuk konde) besar menghadap ke belakang. Sisir gunungan jebehan sri taman , ceplok , dan dua buah usus-ususan bunga melati dipasang vertikal melingkar mengikuti bentuk sanggul , ditambah pelik (kerabu subang kecil) berjumlah sepuluh buah.

Kebaya pendek yang dikenakan pengantin perempuan berbahan sutra kembang dengan warna biru renta , hijau renta , merah renta , atau hitam. baju tidak memakai epilog dada atau kuthu baru. Motif kain yang dipakai sama dengan pengantin lelaki dan tidak dibordir atau diprada. Ditambahkan pula suplemen mirip giwang , kalung , gelang , bros tiga buah , dan selop biasa tanpa bordir warna hitam. Untuk gaya Yogyakarta , lipatan kain untuk wiru dan garis wiru mesti kelihatan dan menghadap ke kanan untuk membedakan dengan motif surakarta yang garis wirunya tidak kelihatan (sered).

gambar busana sopan santun yogyakarta corak kesatrian
Sumber : Various sources from Search Google Image Indonesia.

Pakaian Adat Yogyakarta Corak Kesatrian Ageng

Pakaian sopan santun corak kesatrian ageng dipakai di lingkungan keraton untuk program perjamuan mirip di saat program malam selikuran. Pengantin lelaki memakai kuluk kanigara (kopiah kebesaran yang tinggi dan kaku) hitam berupa bundar dengan pucuk mengecil. Busana tersebut dibentuk memakai materi beludru hitam , bergaris kuning renta dengan pelisir (pita) dari benang berwarna keemasan , sisir gunungan , mentul suatu , dan rambut ukel (terlepas)

Kuluk kanigaran dahulu ialah busana keprabonan untuk para tumenggung dan adipati pada upacara resmi. Kuluk yang dipakai para tumenggung dan adipati pada upacara resmi biasa disebut kuluk tedak loji , alasannya dahulu jenis epilog kepala mirip ini dipakai oleh para bupati ke kantor gubernur Belanda di loji (gedung besar) gubernuran. Di wilayah pesisir , kuluk ini disebut kuluk jangan menir. kanigaran berasal dari bahasa Sansekerta yang mempunyai arti bunga metahari. Demikian juga untuk busana sopan santun pengantin perempuan Yogyakarta juga sama dengan corak kesatrian.

Pakaian Adat Yogyakarta Corak Yogya Putri

Pakaian sopan santun corak Yogya Putri disebut juga busana agustusan. Pakaian ini dipakai para sultan yang hendak menghadap Gubernur Jenderal Belanda waktu itu yang diadakan setiap bulan Agustus.

Tata rias rambut sama dengan kasatrian ageng , yakni memakai kuluk kanigaran hitam berpelisir benang keemasan dipasang agak miring ke depan , sisir , mentul suatu , ukel , sumping berupa daun , dan oncen sri taman atau bunga surengpati.

Sumping yang dipasang di indera pendengaran melambangkan keagungan dan kebesaran. Adapun bunga sritaman dipakai untuk menampilkan keseimbangan bentuk sehingga kuluk kelihatan tidak terlampau tinggi.

Bagi pengantin perempuan , rambutnya dirias dengan versi sanggul gelung tekuk pelik. Tata rias rambut perempuan disebut versi sanggul gelung tekuk pelik lantaran pengantin perempuan memakai dekorasi dari pelik atau plastik putih berupa bintang sebanyak 10 buah. Hiasan tersebut ditambah dengan cunduk mentul besar suatu , sisir gunungan , jebehan sritaman , dan ceplok (bulat berwarna untuk hiasan).

Kebaya yang dipakai pengantin perempuan bersulam benang emas (blenggen) panjang dari beludru berwarna merah , biru renta , hijau renta , diubahsuaikan dengan pengantin pria. Kain yang dipakai bermotif sidoasih , sidomukti , semen rama , udan riris , parangkusumo , atau nitik. Kain pradan pengantin perempuan sama dengan pengantin pria. Kebaya mirip ini menggambarkan putri raja yang sedang berdandan dengan kesan keagungan.

Pakaian Adat Yogyakarta Corak paes Ageng Jangan Menir

Pakaian sopan santun Yoyakarta corak paes ageng ini dahulu dipakai untuk boyongan dari keraton ke tempat tinggal pengantin pria. Pakaian ini kini dipakai untuk program panggih , mempertemukan pengantin. Tata rias rambut berisikan kuluk kanigaran , sisir gunungan , suatu mentul , sumping keemasan dengan oncen  bunga sritaman , dan konde atau ukel keling.

Dalam corak ini , pengantin lelaki mengenakan kain cinde. Lipatan kain (wiru) memiliki lebar tiga jari yang dikencangkan dengan stagen cinde. Baju blenggen yang dipakai berwarna gelap dengan bordir. Dipasang bros di kanan dan kiri baju , rantai jam , dan kelat baju dengan kepala naga menghadap ke luar dikenakan di kanan kiri pundak selaku tolak bala. Selain itu , disematkan gelang kana , rantai , kalung susun tiga , karset , buntal , keris branggah dengan oncen bunga sritaman , dan selop.

Pada make up ini , alis pengantin perempuan berupa mirip tanduk rusa yang disebut corak alis menjangan ranggah. Gelung bokor mengkurep yang terajut dari untaian bunga melati disebut pager timun dengan ekor gajah ngoling. Dipasangi bros , jebebehan sritaman , ceplok di tengah sanggul , dan cunduk mentul berjumlah lima buah menghadap ke belakang. Baju blenggen pengantin perempuan berupa beludru panjang berwarna gelap. Pengantin perempuan boleh merah sedangkan lelaki tidak boleh. Corak paes ageng jangan menir cocok untuk pengantin yang sedang menghadapi bahaya mistik dari pihak yang pernah terlibat permasalahan percintaan dengan salah satu mempelai. Pada waktu iring-iringan , pengantin lelaki dan perempuan diapit kiri dan kanan selaku pelindung.

gambar busana sopan santun yogyakarta corak paes ageng
Sumber : Various sources from Search Google Image Indonesia.

Pakaian Adat DI Yogyakarta Corak Paes Ageng Corak Kebesaran

Pakaian sopan santun Yogyakarta corak paes ageng corak kebesaran sering disebut selaku corak basahan. Corak ini dahulu dipakai untuk perjamuan pengantin waktu upacara penggih di keraton. Jika yang punya hajat seorang pangeran maka kuluknya berwarna biru dengan puting bunga cengkih , tapi jikalau yang melangsungkan perkawinan seorang bupati maka kuluknya berwarna putih.

Pakaian sopan santun Yogyakarta untuk pengantin lelaki memakai kuluk warna biru polos dengan materi plastik agak transparan , sisir , satu mentul , dan gelung dengan versi ekor kadal menek. Pengantin lelaki tidak memakai baju dan untuk kain bawahnya dipakai kampuh bermotif sidomukti. Di indera pendengaran disematkan sumping dan oncen bunga. Pada waktu berlangsung dengan pengantin putri , kampuh dipegang dengan tangan kiri menggambarkan perilaku seorang pangeran.

Perhiasan yang dipakai berupa subang royok , kelat pundak , gelang kana , cincin , dan kalung susun tiga. Perhiasan mirip ini disebut raja kaputren. Adapun ganjal kaki yang dikenakan yakni selop bordir.

Tata rias rambut dan wajah pengantin perempuan sama dengan corak paes ageng jangan menir. Dalam tata busananya , pengantin perempuan tidak berbaju tapi memakai dodot selaku epilog dada. Kain bab bawah memakai kampuh dan dekorasi berupa kelat pundak di lengan kiri dan kanan , serta jebahan sritaman warna kuning , hijau , dan merah terletak di kiri kanan gelung bokor mengkurep. Kalungnya bersusun tiga.

:

Demikian pembahasan lengkap "Pakaian Adat DI Yogyakarta Lengkap , Gambar dan Penjelasannya" yang sanggup kami sampaikan. Artikel ini dikutip dari buku "Selayang Pandang Daerah spesial Yogyakarta : Kelik Supriyanto". postingan kebudayaan Indonesia menawan yang lain di situs .
Advertisement
Advertisement


EmoticonEmoticon