Konten [Tampil]
Upacara Adat Nusa Tenggara Timur
Pada lazimnya upacara tradisional di tempat Nusa Tenggara Timur diadakan dari masa sebelum hamil hingga anak berkembang menjelang cukup umur dan ditangani secara berurutan. Hampir semua suku di wilayah provinsi ini melaksanakan upacara-upacara tersebut secara turun-temurun. Pada pada dasarnya , tahapan-tahapan dalam tiap upacara dari tiap-tiap suku sama , cuma nama atau istilahnya yang berbeda.A. Upacara Masa Sebelum Hamil
Pada suku Sabu , upacara ini disebut pejore donahu ngabui , sedangkan pada suku Dawan disebut lais toit li ana , upacara ini ditangani oleh sepasang suami istri. Upacara ini bermaksud untuk memohon terhadap yang kuasa mudah-mudahan diberi keturunan. Dalam pelaksanaannya upacara ini melibatkan keluarga dan saudara dari pihak pria dan perempuan serta sesepuh-sesepuh adat. Dalam penduduk suku Sabu , upacara ini dilaksanakan tepat pada hari perkawinan yakni sesudah upacara perkawinan selesai dilakukan. Sementara itu , dalam penduduk suku Dawan. upacara ini sanggup ditangani kapan saja , biasanya pada ekspresi dominan kemarau sesudah panen.
Upacara Adat "pajore donahu ngabui" Suku Sabu , NTT |
B. Upacara Masa Kehamilan
Orang-orang suku Sabu menyebut upacara ini Iu Roulekku (hapo pakebake). Iu Roulekku artinya memasang atau mengikat daun lontar pada kepingan depan rumah , sedangkan hapo pakebake mempunyai arti menyambut kandungan yang sudah jadi. Sementara itu , orang-orang suku Dawan menyebutnya Lais toet manik oe matene atau Lais toet aomina yang artinya memohon kemakmuran buah kandungan. Upacara ini bermaksud untuk memohon mudah-mudahan bayi yang ada dalam kandungan sehat walafiat dan lahir dengan selamat serta dalam kondisi sempurna. Upacara ini diadakan dikala kandungan berumur 5 bulan sebab menurut keyakinan orang sabu , pada dikala itu bayi sudah menjadi insan sempurna. Sarana-sarana yang dipakai dalam pelaksanaan upacara antara lain selembar daun lontar beserta lidinya yang belum dipisahkan , yang kemudian dianyam membentuk suatu wadah khusus untuk tempat persembahan (Roulekku) , tikar , sesajian , dan binatang untuk disembelih. Dalam upacara ini , baik suku Sabu maupun suku Dawan sama-sama menyembelih binatang untuk dipersembahkan pada para dewa.
C. Upacara Masa Kelahiran
Pada suku Sabu , upacara ini disebut Hapo ana , dan pada suku Dawan disebut Lasi an kon aufnao an kon. Upacara ini dimaksudkan untuk memohon pada para yang kuasa mudah-mudahan bayi lahir dengan selamat dan senantiasa sehat , dan mudah-mudahan ibu si bayi juga senantiasa sehat dan sanggup mengandung lagi serta melahirkan dengan selamat. Tahapan upacara ini termasuk pemotongan ari-ari bayi , penggantungan ari-ari bayi tersebut di atas pohon , pemberkatan bayi dan ibunya. Pelaksanaan upacara ini juga melibatkan semua anggota keluarga , saudara , dan tokoh-tokoh adat. Biasanya dalam upacara ini diadakan penyembelihan binatang , menyerupai kambing , domba , babi atau ayam.
D. Upacara Masa Bayi
Dalam adab suku Sabu , upacara ini disebut Pejiu Ei Daba , sedangkan pada suku Dawan disebut Lasi na poitan liana. Maksud dari penyelenggaraan upacara ini yakni untuk memperkenalkan bayi itu terhadap penduduk mudah-mudahan diakui selaku anggota penduduk tersebut. Dengan demikian , bayi tersebut akan memperoleh hak dan perlakuan yang serupa menyerupai anggota penduduk yang lain. Seperti halnya upacara-upacara yang lain , upacara masa bayi ini pun melibatkan keluarga , saudara , dan tokoh-tokoh adat. Akan tetapi , biasanya yang paling berperan dalam pelaksanaan upacara ini yakni nenek si bayi. Dalam upacara ini pun juga ada penyembelihan binatang , menyerupai sapi , ayam , atau babi.
E. Upacara Masa Kanak-Kanak
Masyarakat suku Sabu menyebut upacara ini Leko Wue , sedangkan dalam penduduk suku Dawan disebut Lasi eon a funu’. Upacara ini diadakan dengan maksud mudah-mudahan si anak terhindar dari ancaman dan sanggup menyanggupi tuntutan-tuntutan yang berlaku dalam masyarakat. Selain itu , upacara ini juga dimaksudkan untuk memberi tahu terhadap anggota penduduk yang lain bahwa si anak sudah berkembang dari masa bayi ke masa kanak-kanak. Biasanya upacara ini ditangani di saat anak berusia 3 hingga 5 tahun , dan melibatkan keluarga , saudara , dan tetangga dekat. Tempat penyelenggaraan upacara ini berada di rumah yang ditinggali si anak. Proses upacara ditandai dengan ritual pemotongan binatang , menyerupai babi. Kemudian daging binatang diolah , dan dikonsumsi bersama-sama.
F. Upacara Menjelang Dewasa
Ada dua macam upacara yang didedikasikan bagi anak yang usianya menjelang cukup umur , yakni upacara sunat bagi anak pria dan upacara pasah gigi bagi anak perempuan.
1. Upacara Sunat
Orang-orang suku Sabu menyebut upacara ini Tora kuri kattu nangaka , sedangkan penduduk Dawan menyebutnya Lais ketos atau Lais helet. Di Ngada upacara sunat disebut Dheqha Loka. Upacara ini diadakan dengan maksud mudah-mudahan si anak memperoleh kesuburan sehingga beliau sanggup meneruskan keturunannya. Upacara ini juga ialah menandakan bahwa si anak sudah beranjak dewasa. Biasanya upacara sunat ini dilaksanakan apabila anak sudah berusia 14 atau 15 tahun , dan diadakan pada dikala ekspresi dominan kemarau dengan maksud mudah-mudahan luka cepat sembuh. Berbeda dari upacara-upacara yang diadakan sebelumnya , upacara sunat cuma melibatkan ayah , anak yang disunat , dan penyunat (orang yang menyunat). Bahkan , upacara ini mesti ditangani secara belakang layar dan sebisa mungkin tidak dipahami orang lain. Bila pantangan ini dilanggar , anak yang disunat akan mengalami kesusahan dalam mendapatkan jodohnya. Dalam upacara Sunat juga ada program penyembelihan binatang menyerupai upacara lainnya.
2. Upacara Pasah Gigi
Suku Sabu menyebut upacara ini Dara Ngutu. Pasah gigi yakni pemotongan gigi hingga permukaan gigi itu habis yakni hingga batas gusi. Upacara ini diadakan apabila seorang gadis sudah memperoleh pinangan dan seorang pemuda. Maksud dari diadakannya upacara ini yakni untuk memperindah performa si gadis menjelang upacara pernikahannya. Oleh sebab itu , upacara ini diselenggarakan dikala si gadis sudah bermaksud untuk menikah. Pada waktu upacara pasah gigi diadakan , yang menghadiri upacara tersebut hanyalah si gadis , keluarga , saudara atau teman-temannya saja , yang bertugas selaku saksi.
G. Upacara Perkawinan
Dalam mencari istri seorang perjaka sanggup melakukannya sendiri , atau dijodohkan oleh orang tuanya. Ada beberapa tahap dalam upacara ini , yakni tahap peminangan , pembayaran belis , dan upacara perkawinan.
1. Tahap Peminangan
Pada tahap ini seorang perjaka meminang seorang gadis dengan diwakili oleh ketua adab atau ketua suku. Di tempat Sumba petugas yang melaksanakan peminangan ini disebut wuna (wunang). Sementara itu , suku Sabu menyebutnya Mone Oro Li atau Mone , suku Dawan memanggilnya dengan nama Nete Tali dan orang Belu menyebutnya lnuk Nain. Saat meminang , kebanyakan orang menenteng sirih pinang dan menyodorkan pinangannya lewat bahasa kiasan. Apabila barang bawaannya tidak dikembalikan , mempunyai arti pinangannya diterima. Sebaliknya , kalau barang bawaannya dikembalikan , artinya pinangannya ditolak. Apabila pinangan diterima , maka upacara dilanjutkan ke tahap berikutnya , yakni tahap pembayaran belis.
2. Tahap Pembayaran Belis
Di tempat Nusa Tenggara Timur , belis atau mas kawin ialah elemen yang penting sebab dianggap selaku na buah ma an mone , yakni suatu simbol untuk mempersatukan pria dan perempuan selaku suami istri. Belis juga ialah syarat utama pengakuan berpindahnya suku perempuan ke suku suaminya. Selama belis belum dibayar , si suami mesti tinggal di kediaman pihak istri dan tidak berhak atas anak-anaknya. Belis sanggup berupa baran-barang bermanfaat , Seperti emas , perak , atau duit , dan sanggup juga berupa binatang ternak menyerupai kerbau dan kuda. Di daerah-daerah tertentu belis berwujud barang-barang khusus , menyerupai Moko (nakara kecil) di tempat Flores Timur dan gading gajah di Maumere (sikka). Sementara itu , besar kecilnya belis diputuskan lewat tawar menawar antara pihak pria dan wanita. Setelah tahap ini dilaksanakan dilanjutkan ke tahap upacara perkawinan.
3. Tahap Upacara Perkawinan
Di wilayah Rote , upacara ini disebut Natu du sasaok yang artinya terang kampung Tahap ini ialah suatu upacara yang dibarengi dengan pesta besar-besaran yang diadakan dengan maksud untuk memberi tahu terhadap warga kampung bahwa si gadis sudah menjadi istri orang. Setelah pesta selesai , pada malam harinya diadakan upacara Nasa kak. Dalam upacara ini pasangan pengantin tidur bareng di atas rumah yang dihiasi dengan selimut. Kemudian pagi harinya dilaksanakan upacara Napora dan Dode yakni mengirim pengantin ke tempat tinggal pengantin wanita. Saat datang di rumah pengantin perempuan , kepala rombongan menyerahkan pasangan pengantin dengan menggunakan kata-kata bersyair , dan tuan rumah menjawabnya dengan kata-kata bersyair pula. Di simpulan program diadakan pesta besar-besaran.
H. Upacara Kematian
Masyarakat Nusa Tenggara Timur yakin bahwa roh orang yang sudah meninggal berpindah dari dunia ramai ke kehidupan gaib. Oleh sebab itu , upacara ini ditangani secara besar-besaran selaku penghormatan dan santunan bekal terhadap orang yang sudah meninggal. Untuk pesta simpulan hayat ini dikorbankan hidangan berpuluh-puluh ekor sapi , kerbau atau babi. Rangkaian upacara simpulan hayat yang dilaksanakan di tempat Nusa Tenggara Timur termasuk beberapa tahap , yaitu:
1. Adat Meratap
Menangis di depan jenazah yang ditangani utamanya oleh kaum wanita. Ratapan itu berisi penyesalan sebab ditinggal oleh orang yang sudah meninggal dan puji-pujian atas kebaikan yang sudah diperbuatnya di saat hidup. Di tempat Belu dalam adab meratap ini dipakai bahasa syair.
2. Adat Menahan Mayat
Menahan jenazah selama beberapa hari sebelum dikubur. Lama penahanan ada yang hingga tujuh hari bahkan berbulan-bulan khusus untuk kelompok bangsawan.
3. Merawat Mayat
Sebelum dikubur jenazah dimandikan apalagi dahulu. Setelah itu , diberi busana yang gres atau busana kebesarannya , dipakaikan menyerupai di saat masih hidup. Di Tetum , tradisi jenazah dirawat , dikemas dengan kain atau kemudian ditambah lagi dengan tikar pandan , sesudah itu jenazah dibaringkan. Di Dawan , Rote jenazah ditaruh di rumah sedih dengan tidur telentang. Di Sabu dan Sumba , jenazah ditaruh dengan posisi duduk berjongkok.
4. Upacara Waktu Penguburan
Tempat kubur yang paling baik menurut orang Nusa Tenggara Timur yakni akrab rumah dengan ketentuan untuk pria di sebelah barat dan di sebelah timur untuk wanita.
5. Upacara Setelah Penguburan
Setelah penguburan , pada malam harinya diadakan pesta besar-besaran. Pesta tersebut biasanya diadakan dengan membunyikan bunyi-bunyian yang dibarengi dengan tari-tarian selama tujuh hari. Di Sabu tarian semacam itu disebut Ledo. Sementara itu , di Rote dipakai tari Kabalai dengan diiringi suara gong dan sasandu (semacam kecapi). Upacara yang ditangani pada tahap ini berafiliasi dengan upacara pencucian , penolak musibah , dan gangguan arwah (Lakapeno) juga upacara santunan bekal pada arwah dengan cara penyembelihan binatang korban. Selain dikonsumsi pada waktu pesta , daging binatang tersebut juga dibagi-bagikan terhadap yang berhak menurut hukum adat.
Advertisement
Baca juga:
Advertisement
EmoticonEmoticon