Upacara Susila Wilayah Sulawesi Barat Lengkap Penjelasannya - Seni Budayaku

Share:
Konten [Tampil]

Upacara Adat Sulawesi Barat

Upacara budbahasa atau upacara tradisional yakni Upacara yang diselenggarakan menurut budbahasa istiadat yang berlaku di tempat setempat. Upacara tradisional Provinsi Sulawesi Barat tidak sanggup dipisahkan dari agama dan doktrin yang dianut oleh penduduk Sulawesi Barat. Upacara budbahasa ini dibedakan menjadi dua , yakni upacara budbahasa yang bermitra dengan daur hidup (misalnya perkawinan , janjkematian , dsb.) serta upacara budbahasa yang bermitra dengan acara hidup penduduk dan lingkungan.

A. Tradisi Adat Mattamu Barra
Beberapa waktu yang kemudian penduduk nelayan Pantai Tonyamang , Polewali , Sulawesi Barat , menggelar tradisi Mattammu Bara atau menyambut munculnya angin barat. Dua miniatur kapal yang berisi sesajen dipersembahkan terhadap tuhan bahari dan tuhan angin dari empat penjuru mata angin.

Sesajen tersebut berupa telur , satu ekor ayam goreng , empat jenis pisang , serta nasi ketan empat warna. Kemudian , sesajen selaku simbol ini dilepas oleh tetua budbahasa atau dukun kampung di tengah bahari hingga hilang terbawa ombak. Oleh sebab sesajen tersebut dipersembahan terhadap tuhan , maka dilarang disantap oleh siapa pun. Masyarakat Pantai Tonyamang yakin ritual Mattammu Bara bisa meredam kemarahan tuhan bahari dan angin yang kerap minta korban jiwa. Pada lazimnya penduduk yang yakin pada tradisi ini tidak berani melaut sebelum ritual Mattammu Bara dilaksanakan. Ritual tolak bala ini digelar secara bebuyutan oleh penduduk nelayan.

B. Tradisi Adat Sayyang Pattudu

Sayyang Pattudu (kuda menari) yakni program yang diadakan dalam rangka untuk mensyukuri belum dewasa yang khatam (tamat) Alquran. Bagi warga suku bangsa Mandar , tamatnya belum dewasa mereka membaca 30 juz Quran ialah sesuatu yang sungguh istimewa. Oleh sebab itu , perlu disyukuri secara khusus dengan mengadakan pesta budbahasa Sayyang Pattudu. Pesta ini digelar sekali dalam setahun dan bertepatan dengan bulan Maulid/Rabi‘ul Awal (kalender Hijriyah) Pesta ini memperlihatkan atraksi kuda berhias yang menari sembari ditunggangi belum dewasa yang mengikuti program tersebut.

pesta budbahasa sayyang pattudu


Khatam Quran dan upacara budbahasa Sayyang Pattudu memiliki pertalian erat. Kedua program ini tetap dilestarikan oleh suku bangsa Mandar dengan baik. Bahkan , penduduk suku bangsa Mandar yang berdiam di luar Provinsi Sulawesi Barat akan kembali ke kampung halamannya demi mengikuti program tersebut. Pasta budbahasa ini sudah diselenggarakan cukup lama. Akan tetapi , tidak ada yang tahu secara niscaya kapan pertama kali pesta tersebut dilaksanakan.

Setiap anak mengendarai kuda yang sudah dihias. Kuda-kuda itu juga sudah dilatih untuk mengikuti irama pesta. Kuda-kuda itu pun bisa berjalan sambil menari mengikuti iringan musik dan untaian pantun khas Mandar. Ketika duduk di atas kuda , para penerima akan mengikuti tata atur baku yang berlaku secara turun-temurun. Para penerima duduk dengan satu kaki ditekuk ke belakang. Lutut menghadap ke depan. Satu kaki yang yang lain terlipat dengan lutut dihadapkan ke atas dan telapak kaki berpijak pada punggung kuda. Dengan posisi seumpama itu , para penerima perlu didampingi agar keseimbangannya tersadar di saat kuda yang ditunggangi menari. Peserta upacara Sayyang Pattudu akan mengikuti irama liukan kuda yang menari. Para penerima mengangkat setengah badannya ke atas sambil menggoyang-goyangkan kaki dan menggeleng-gelengkan kepala agar tercipta gerakan yang serasi dan menawan. Pada di saat program berjalan , tuan rumah dan kaum wanita sibuk menyiapkan banyak sekali santapan untuk tamu.

C. Tradisi Pembuatan Perahu Sandeq

Bahan baku pengerjaan bahtera sandeq yakni pohon kanduruang mamea tua. Selain memiliki pengaruh , kayu pohon tersebut juga memiliki diameter yang cukup besar. Peralatan yang dipakai untuk menghasilkan bahtera sandeq terdiri atas dua kelompok. Kelompok itu yakni perlengkapan di saat penelusuran materi dan perlengkapan di saat pengerjaan perahu.
  • Peralatan yang diperlukan pada di saat penelusuran materi yakni kampak besar , cangkul kayu , dan parang. Akan tetapi , saat  ini mesin pemotong kayu juga sudah digunakan.
  • Peralatan yang diperlukan pada di saat pengerjaan bahtera yakni ketam kayu , gergaji , dan bor.

Pembuatan bahtera ini dilaksanakan oleh dua orang jago , yakni jago kayu dan jago bahtera (panrita lopi). Ahli kayu melakukan pekerjaan di tengah hutan dan jago bahtera melakukan pekerjaan di pesisir.

Penentuan waktu untuk mengawali pengerjaan bahtera sungguh penting. Dalam hal ini mesti diputuskan waktu baik dan waktu buruknya. Penentuan ini menggunakan rumus antik (potika). Waktu baik untuk menebang pohon yakni di saat purnama. Waktu baik untuk pemotongan kayu yakni di saat fajar dan di saat angin berembus.

Secara garis besar , pengerjaan bahtera sandeq terdiri atas empat tahap. Tahap-tahap itu yakni tahap merencanakan alat , pemotongan kayu , pengerjaan kandidat bahtera (balakang) , dan pengerjaan perahu.

a. Persiapan
Kegiatan yang mesti dilakukan selaku berikut.
  1. Mencari pohon kanduruang mamea yang sesuai.
  2. Menentukan waktu penebangan pohon.
  3. Menyiapkan semua peralatan.
  4. Mencari tenaga ahli.
tradisi pengerjaan bahtera sandeq

b. Penebangan pohon
Sehari sebelum pelaksanaan , ada tiga orang yang ditugasi untuk mendatangi pohon yang akan ditebang. Tiga orang itu yakni orang yang akan menghasilkan bahtera , jago kayu , dan jago perahu. Tujuannya untuk membersihkan lokasi sekitar pohon dari hal-hal gaib. Setelah ritual pencucian final , mereka pulang. Keesokan harinya ketiga orang tersebut kembali mendatangi pohon dengan menenteng perlengkapan untuk menebang pohon. Setelah hingga di tempat pohon itu berkembang , mereka memperhatikan gejala alam. Bila angin berembus dan matahari sedang naik , maka program penebangan pohon dilanjutkan. Peralatan ditaruh di bawah pohon. Ahli bahtera menghadap pohon , ke arah selatan , sambil berdoa. Sembari membaca doa , tangan jago bahtera memegang pohon.

Selanjutnya , jago bahtera menyaksikan ke semua kepingan pohon. Ahli bahtera membelai kulit pohon. Tujuannya yakni agar Si pohon bersedia ditebang. Ahli bahtera mengerjakan penebangan simbolis dengan mengapak pohon tiga kali. Kemudian , ia mengambil sedikit serpihan kulit kayu. Kegiatan tersebut dilakukan setelah pembacaan doa dan komunikasi dengan penghuni hutan selesai.

Ahli bahtera melemparkan sebagian serpihan kulit. Arah lemparan mempakan arah yang diharapkan untuk tumbangnya pohon. Sisa serpihannya disimpan. Penebang dipersilakan menebang pohon. Cara jatuh kayu diperhatikan. Jika kayu jatuh dengan ”melompat” , maka bahtera akan melaju cepat dan menenteng keberuntungan bagi pemiIiknya.

Satelah pohon tumbang , jago kayu mengambil serpihan dan bilah kayu ”yang semestinya terpotong” tetapi masih melekat pada sisa pohon. Serpihan dan bilah kayu tersebut dibawa ke pohon yang sudah tumbang. Kemudian , dipakai untuk ”membelai” batang pohon dari kepingan yang ditebang hingga pucuk. Setelah final , serpihan itu dilemparkan. Serpihan juga sanggup dikunyah-kunyah seumpama di saat makan masakan biasa.

c. Pembuatan Calon Perahu (Balakang)
Pada tahap ini dilakukan pengukuran dan pengerukan kayu. Panjang kayu diukur. Panjang bahtera berkisar antara 7-12 depa. Bagian bawah pohon dijadikan haluan perahu. Bagian ini memiliki pengaruh dan daya apungnya bagus.

Bagian atas pohon dipotong dengan kampak besar atau gergaji mesin. Kemudian , batang pohon dikeruk. Pengerukan dilakukan menggunakan kampak , cangkul , dan parang. Batang pohon menjadi kandidat bahtera (balakang) yang berupa seumpama lesung panjang. Balakang tersebut kemudian dibawa keluar dari hutan. Akan tetapi , sebelumnya jago kayu berpamitan pada kayu yang ditinggalkan. Hal ini ditandai dengan menyentuhkan serpihan kayu ke ”kayu yang akan pergi” dan ”kayu yang akan ditinggalkan”. Balakang dibawa pulang ke tempat tinggal orang yang akan menghasilkan perahu.

d. Pembuatan Perahu
Setelah sungguh-sungguh kering , balakang dibawa ke jago bahtera di pesisir. Balakang itu ditaruh di battilang (tempat pengerjaan perahu). Kemudian , oleh jago bahtera , dipasang pallayarang (tiang layar utama) dan tambera (tali penahan).

Selain itu , juga dipasang sobal (layar) dan guling (kemudi). Langkah berikutnya , pemasangan palatto (cadik) , baratang , dan tadiq. Perahu pun siap untuk berlayar. Akan tetapi , sebelum dipakai mesti diadakan upacara apalagi dahulu.

:
Upacara Adat Sulawesi Utara Lengkap Penjelasannya
Rambu Solo , Upacara Adat Toraja Lengkap Gambar dan Penjelasannya
Upacara Adat Sulawesi Tengah Lengkap Penjelasannya
Advertisement
Advertisement


EmoticonEmoticon