Jika sebelumnya perihal jenis-jenis teater tutur, kini kita membahas perihal jenis-jenis teater daerah.
2. Teater Istana
Teater istana ialah kelompok teater etnis yang pada awalnya didukung dan dikembangkan oleh para bangsawan, baik di istana maupun kabupaten. Ciri kelompok teater ini yaitu berlakunya kesantunan dan tata krama istana atau kabupaten. Contoh teater kelompok ini yakni wayang wong, wayang kulit, dan langendriyan di Keraton Surakarta dan Yogyakarta. Contoh lainnya yakni gending karesmen dan wayang golek pada awal perkembangannya di Jawa Barat Di Bali, dikenal jenis teater istana berjulukan gambuh. Gambuh merupakan teater tradisional yang paling bau tanah di Bali yang diperkirakan telah ada semenjak kala ke-16. Bahasa yang dipakai dalam gambuh yaitu
bahasa Bali kuno yang terasa sangat sukar untuk dipahami oleh orang Bali sekarang. Tariannya pun sangat sulit alasannya yakni merupakan tarian klasik yang bermutu tinggi. Oleh alasannya yakni itu, tidaklah mengherankan jikalau gambuh menjadi sumber dari tari-tarian Bali yang ada sekarang.
Kebanyakan lakon yang dimainkan gambuh diambil dari struktur kisah Panji yang diadopsi ke dalam budaya Bali. Cerita-cerita yang dimainkan di antaranya Damarwulan, Ronggolawe, dan Tantri. Peran utama menggunakan obrolan berbahasa Kawi, sedangkan para punakawan berbahasa Bali. Sering pula para punakawan menerjemahkan bahasa Kawi ke dalam bahasa Bali biasa.
Pementasan gambuh diiringi suling yang suaranya sangat rendah. Suling ini dimainkan dengan teknik pengaturan napas yang sangat sukar. Selain itu, dalam gamelan pengiring gambuh, yang sering disebut gamelan “pegambuhan”, suling menerima tempat yang khusus. Gambuh mengandung kesamaan dengan opera pada teater Barat alasannya yakni unsur musik dan nyanyian mendominasi pertunjukan. Oleh alasannya yakni itu, para penari harus bisa menyanyi. Pusat kendali gamelan dilakukan oleh juru tandak yang duduk di tengah gamelan dan berfungsi sebagai penghubung antara penari dan musik. Selain dua atau empat suling, melodi pegambuhan dimainkan dengan rebab bersama seruling. Peran yang paling penting dalam gamelan yakni pemain kendang lanang atau disebut kendang pemimpin. Dia bertugas memberi isyarat pada penari dan penabuh.
Teater istana mempunyai kekhasan tersendiri alasannya yakni mengungkapkan tata nilai kaum bangsawan. Teater kelompok ini sangat dipengaruhi oleh susila, tata krama, dan kesantunan pendukungnya. Cerita teater istana biasanya bertemakan kebijaksanaan dan kezaliman raja, keperwiraan atau kepengecutan pangeran, para ksatria, dan sebagainya.
Perlengkapan yang dipakai tentu saja alat-alat yang berafiliasi erat dengan kiprah hidup kasta ksatria, yaitu memerintah dan berperang. Sementara itu, cara berperan pemain cenderung dibakukan, mengikuti tata krama dan kesantunan para bangsawan.
3. Teater Rakyat
Teater rakyat merupakan kelompok teater yang tumbuh dan berkembang di kalangan rakyat di kampung-kampung dan menyerap sifat-sifat rakyat sebagai pendukungnya. Teater rakyat mempunyai ciri yang berbeda dengan teater keagamaan dan teater istana. Cerita teater rakyat biasanya diambil dari kisah yang terkenal di kalangan rakyat atau penggalan-penggalan dari kehidupan sehari-hari. Perlengkapan pentas dan busana yang dikenakan pemain seadanya.
Gaya berperan impulsif dan improvisatoris dengan banyak dagelan yang sedikit vulgar. Pementasan dilaksanakan di mana saja, di halaman rumah, lapangan, atau terminal. Dalam teater rakyat, kekerabatan antara pemain dan penonton sangat akrab.
Arja merupakan jenis teater tradisional dari Bali yang bersifat kerakyatan. Seperti bentuk teater tradisi Bali lainnya, arja merupakan bentuk teater yang penekanannya pada tarian dan nyanyian. Apabila ditelusuri, arja bersumber dari gambuh yang disederhanakan unsur tariannya dan lebih menekankan pada nyanyiannya. Nyanyian yang dipakai menggunakan bahasa Jawa Tengah dan Bali halus yang disusun dalam tembang macapat.
Selain arja, ada juga ketoprak. Ketoprak merupakan teater rakyat yang paling populer, terutama di kawasan Yogyakarta dan Jawa Tengah. Di daerah-daerah tersebut, ketoprak merupakan kesenian rakyat yang menyatu dalam kehidupan masyarakatnya dan mengalahkan kesenian rakyat lainnya, menyerupai srandul dan emprak. Pada mulanya, ketoprak merupakan permainan orang-orang desa untuk menghibur diri dengan menabuh lesung pada waktu bulan purnama yang disebut gejogan.
Ketoprak merupakan salah satu bentuk teater rakyat yang sangat memerhatikan bahasa. Bahasa yang digunakannya yaitu bahasa Jawa dengan banyak sekali tingkatannya. Tingkatan bahasa Jawa yang dipakai yaitu bahasa Jawa Biasa (sehari-hari), bahasa Jawa Krama (untuk yang lebih tinggi), dan bahasa Jawa Krama Inggil (yaitu untuk tingkat yang tertinggi). Penggunaan bahasa dalam ketoprak tidak hanya memerhatikan penggunaan tingkatan bahasa, tetapi juga kehalusan bahasa. Karena itu, muncullah bahasa ketoprak, yakni bahasa Jawa dengan bahasa yang halus dan spesi fik. Contoh teater rakyat yang lain yaitu ludruk. Ludruk merupakan teater yang bersifat kerakyatan di kawasan Jawa Timur yang berasal dari Jombang. Bahasa yang dipakai dalam ludruk yaitu bahasa Jawa dengan dialek Jawa Timur. Ciri-ciri bahasa dialek Jawa Timur tetap terbawa meskipun semakin ke barat makin luntur, menjadi bahasa Jawa setempat. Alat musik yang dipakai dalam ludruk yaitu kendang, cimplung, jidor, dan gambang. Lagu-lagu (gending) yang dipakai yaitu Parianyar, Beskalan, Kaloagan, Jula-juli, Samirah, dan Junian. Ludruk dimainkan oleh pria. Bahkan, kiprah perempuan pun dimainkan oleh pria.
Teater kawasan disebut juga teater etnis alasannya yakni diciptakan oleh suku bangsa untuk memenuhi keperluan mereka akan upacara, seni, dan hiburan. Di Indonesia, terdapat banyak sekali teater etnis. Di Sumatra, sanggup dijumpai randai, dermuluk, mak yong, dan mendu. Di Jawa Barat, terdapat ubrug, topeng banjet, longser, sintren, manoreh, ronggeng gunung, dan topeng blantek. Sementara itu, di Jawa Tengah dan Jawa Timur, ada ludruk, ketoprak, jemblung, ketoprak ongkek, srandul, ande-ande lumut, dadung awuk, wayang topeng, ketek ogleng, jatilan, reog, dan wayang wong. Adapun di Pulau Bali terdapat arja, calon arang, gambuh, topeng prembon, dan cepung. Lenong, blantek, dan topeng betawi merupakan teater rakyat dari Jakarta.
Menurut Saini Kosim, dari sifat-sifatnya dan latar belakang perkembangannya teater etnis sanggup dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu teater upacara keagamaan, teater istana, dan teater rakyat. Berikut ini sanggup kau perhatikan ketiga kelompok teater tersebut.
1. Teater Upacara Keagamaan
Teater upacara keagamaan masih berpengaruh berakar dalam fungsi ritualnya. Contoh kelompok teater ini sanggup ditemukan di Bali, yaitu calon arang. Topeng Cirebon juga sanggup dikelompokkan ke dalam teater upacara
keagamaan.
Teater keagamaan mempunyai sifat-sifat yang khas. Tempat pementasan biasanya berupa ruangan atau halaman bangunan ibadah atau tempat yang dianggap sakral melalui upacara. Meskipun terdapat batas
jasmaniah antara pemain dan penonton, kekerabatan rohaniah antara keduanya sangatlah erat. Pemain dan penonton secara rohaniah berada di tengah-tengah kegiatan bersama, yaitu penjelasan, pemantapan, dan legalisasi kembali nilai-nilai yang menjadi penyangga kehidupan mereka bersama. Kelompok teater ini biasanya berbicara perihal tiga dunia, yaitu dunia atas atau dunia para tuhan atau leluhur, dunia manusia, dan dunia bawah atau dunia para siluman. Penyelenggara dan pemimpin pementasan sering merangkap sebagai pejabat atau pemimpin keagamaan.
Wayang kulit Jawa pada awal perkembangannya sangat bersifat keagamaan yang dipimpin oleh seorang dalang yang merangkap sebagai shaman atau dukun sebelum imbas Hindu dan Buddha masuk ke Jawa. Selain itu, penggunaan perlengkapan keagamaan, menyerupai genta, air suci, sesajen, dupa, dan gunungan menunjukkan eratnya kekerabatan teater kelompok ini dengan agama dan upacara keagamaan.
Menurut Saini Kosim, dari sifat-sifatnya dan latar belakang perkembangannya teater etnis sanggup dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu teater upacara keagamaan, teater istana, dan teater rakyat. Berikut ini sanggup kau perhatikan ketiga kelompok teater tersebut.
1. Teater Upacara Keagamaan
Teater upacara keagamaan masih berpengaruh berakar dalam fungsi ritualnya. Contoh kelompok teater ini sanggup ditemukan di Bali, yaitu calon arang. Topeng Cirebon juga sanggup dikelompokkan ke dalam teater upacara
keagamaan.
Teater keagamaan mempunyai sifat-sifat yang khas. Tempat pementasan biasanya berupa ruangan atau halaman bangunan ibadah atau tempat yang dianggap sakral melalui upacara. Meskipun terdapat batas
jasmaniah antara pemain dan penonton, kekerabatan rohaniah antara keduanya sangatlah erat. Pemain dan penonton secara rohaniah berada di tengah-tengah kegiatan bersama, yaitu penjelasan, pemantapan, dan legalisasi kembali nilai-nilai yang menjadi penyangga kehidupan mereka bersama. Kelompok teater ini biasanya berbicara perihal tiga dunia, yaitu dunia atas atau dunia para tuhan atau leluhur, dunia manusia, dan dunia bawah atau dunia para siluman. Penyelenggara dan pemimpin pementasan sering merangkap sebagai pejabat atau pemimpin keagamaan.
Wayang kulit Jawa pada awal perkembangannya sangat bersifat keagamaan yang dipimpin oleh seorang dalang yang merangkap sebagai shaman atau dukun sebelum imbas Hindu dan Buddha masuk ke Jawa. Selain itu, penggunaan perlengkapan keagamaan, menyerupai genta, air suci, sesajen, dupa, dan gunungan menunjukkan eratnya kekerabatan teater kelompok ini dengan agama dan upacara keagamaan.
(Calon arang di Bali merupakan pola teater upacara keagamaan)
2. Teater Istana
Teater istana ialah kelompok teater etnis yang pada awalnya didukung dan dikembangkan oleh para bangsawan, baik di istana maupun kabupaten. Ciri kelompok teater ini yaitu berlakunya kesantunan dan tata krama istana atau kabupaten. Contoh teater kelompok ini yakni wayang wong, wayang kulit, dan langendriyan di Keraton Surakarta dan Yogyakarta. Contoh lainnya yakni gending karesmen dan wayang golek pada awal perkembangannya di Jawa Barat Di Bali, dikenal jenis teater istana berjulukan gambuh. Gambuh merupakan teater tradisional yang paling bau tanah di Bali yang diperkirakan telah ada semenjak kala ke-16. Bahasa yang dipakai dalam gambuh yaitu
bahasa Bali kuno yang terasa sangat sukar untuk dipahami oleh orang Bali sekarang. Tariannya pun sangat sulit alasannya yakni merupakan tarian klasik yang bermutu tinggi. Oleh alasannya yakni itu, tidaklah mengherankan jikalau gambuh menjadi sumber dari tari-tarian Bali yang ada sekarang.
Kebanyakan lakon yang dimainkan gambuh diambil dari struktur kisah Panji yang diadopsi ke dalam budaya Bali. Cerita-cerita yang dimainkan di antaranya Damarwulan, Ronggolawe, dan Tantri. Peran utama menggunakan obrolan berbahasa Kawi, sedangkan para punakawan berbahasa Bali. Sering pula para punakawan menerjemahkan bahasa Kawi ke dalam bahasa Bali biasa.
Pementasan gambuh diiringi suling yang suaranya sangat rendah. Suling ini dimainkan dengan teknik pengaturan napas yang sangat sukar. Selain itu, dalam gamelan pengiring gambuh, yang sering disebut gamelan “pegambuhan”, suling menerima tempat yang khusus. Gambuh mengandung kesamaan dengan opera pada teater Barat alasannya yakni unsur musik dan nyanyian mendominasi pertunjukan. Oleh alasannya yakni itu, para penari harus bisa menyanyi. Pusat kendali gamelan dilakukan oleh juru tandak yang duduk di tengah gamelan dan berfungsi sebagai penghubung antara penari dan musik. Selain dua atau empat suling, melodi pegambuhan dimainkan dengan rebab bersama seruling. Peran yang paling penting dalam gamelan yakni pemain kendang lanang atau disebut kendang pemimpin. Dia bertugas memberi isyarat pada penari dan penabuh.
Teater istana mempunyai kekhasan tersendiri alasannya yakni mengungkapkan tata nilai kaum bangsawan. Teater kelompok ini sangat dipengaruhi oleh susila, tata krama, dan kesantunan pendukungnya. Cerita teater istana biasanya bertemakan kebijaksanaan dan kezaliman raja, keperwiraan atau kepengecutan pangeran, para ksatria, dan sebagainya.
Perlengkapan yang dipakai tentu saja alat-alat yang berafiliasi erat dengan kiprah hidup kasta ksatria, yaitu memerintah dan berperang. Sementara itu, cara berperan pemain cenderung dibakukan, mengikuti tata krama dan kesantunan para bangsawan.
(Pada awal perkembangannya, wayang golek termasuk teater istana)
3. Teater Rakyat
Teater rakyat merupakan kelompok teater yang tumbuh dan berkembang di kalangan rakyat di kampung-kampung dan menyerap sifat-sifat rakyat sebagai pendukungnya. Teater rakyat mempunyai ciri yang berbeda dengan teater keagamaan dan teater istana. Cerita teater rakyat biasanya diambil dari kisah yang terkenal di kalangan rakyat atau penggalan-penggalan dari kehidupan sehari-hari. Perlengkapan pentas dan busana yang dikenakan pemain seadanya.
Gaya berperan impulsif dan improvisatoris dengan banyak dagelan yang sedikit vulgar. Pementasan dilaksanakan di mana saja, di halaman rumah, lapangan, atau terminal. Dalam teater rakyat, kekerabatan antara pemain dan penonton sangat akrab.
Arja merupakan jenis teater tradisional dari Bali yang bersifat kerakyatan. Seperti bentuk teater tradisi Bali lainnya, arja merupakan bentuk teater yang penekanannya pada tarian dan nyanyian. Apabila ditelusuri, arja bersumber dari gambuh yang disederhanakan unsur tariannya dan lebih menekankan pada nyanyiannya. Nyanyian yang dipakai menggunakan bahasa Jawa Tengah dan Bali halus yang disusun dalam tembang macapat.
Selain arja, ada juga ketoprak. Ketoprak merupakan teater rakyat yang paling populer, terutama di kawasan Yogyakarta dan Jawa Tengah. Di daerah-daerah tersebut, ketoprak merupakan kesenian rakyat yang menyatu dalam kehidupan masyarakatnya dan mengalahkan kesenian rakyat lainnya, menyerupai srandul dan emprak. Pada mulanya, ketoprak merupakan permainan orang-orang desa untuk menghibur diri dengan menabuh lesung pada waktu bulan purnama yang disebut gejogan.
Ketoprak merupakan salah satu bentuk teater rakyat yang sangat memerhatikan bahasa. Bahasa yang digunakannya yaitu bahasa Jawa dengan banyak sekali tingkatannya. Tingkatan bahasa Jawa yang dipakai yaitu bahasa Jawa Biasa (sehari-hari), bahasa Jawa Krama (untuk yang lebih tinggi), dan bahasa Jawa Krama Inggil (yaitu untuk tingkat yang tertinggi). Penggunaan bahasa dalam ketoprak tidak hanya memerhatikan penggunaan tingkatan bahasa, tetapi juga kehalusan bahasa. Karena itu, muncullah bahasa ketoprak, yakni bahasa Jawa dengan bahasa yang halus dan spesi fik. Contoh teater rakyat yang lain yaitu ludruk. Ludruk merupakan teater yang bersifat kerakyatan di kawasan Jawa Timur yang berasal dari Jombang. Bahasa yang dipakai dalam ludruk yaitu bahasa Jawa dengan dialek Jawa Timur. Ciri-ciri bahasa dialek Jawa Timur tetap terbawa meskipun semakin ke barat makin luntur, menjadi bahasa Jawa setempat. Alat musik yang dipakai dalam ludruk yaitu kendang, cimplung, jidor, dan gambang. Lagu-lagu (gending) yang dipakai yaitu Parianyar, Beskalan, Kaloagan, Jula-juli, Samirah, dan Junian. Ludruk dimainkan oleh pria. Bahkan, kiprah perempuan pun dimainkan oleh pria.