Showing posts sorted by relevance for query folklor-pengertian-folklor-ciri-ciri. Sort by date Show all posts
Showing posts sorted by relevance for query folklor-pengertian-folklor-ciri-ciri. Sort by date Show all posts

Nih Folklor (Pengertian Folklor Dan 9 Ciri-Ciri Folklor)

Folklor yaitu adat-istiadat tradisonal dan dongeng rakyat yang diwariskan secara turun-temurun, dan tidak dibukukan merupakan kebudayaan kolektif yang tersebar dan diwariskan turun menurun. Kata folklor merupakan pengindonesiaan dari bahasa Inggris. Kata tersebut merupakan kata beragam yang berasal dari dua kata dasar yaitu folk dan lore.
     Menurut Alan Dundes kata berarti sekelompok orang yang mempunyai ciri-ciri pengenal fisik, sosial, dan kebudayaan sehingga sanggup dibedakan dari kelompok-kelompok sosial lainnya. Ciri-ciri pengenal itu antara lain, berupa warna kulit, bentuk rambut, mata pencaharian, bahasa, taraf pendidikan, dan agama yang sama. Namun, yang lebih penting lagi yaitu bahwa mereka telah mempunyai suatu tradisi, yaitu kebudayaan yang telah mereka warisi secara turun-temurun, sedikitnya dua generasi, yang telah mereka akui sebagai milik bersama. Selain itu, yang paling penting yaitu bahwa mereka mempunyai kesadaran akan identitas kelompok mereka sendiri. Kata lore merupakan tradisi dari folk, yaitu sebagian kebudayaan yang diwariskan secara lisan atau melalui suatu teladan yang disertai dengan gerak kode atau alat pembantu pengingat (mnemonic device). Dengan demikian, pengertian folklor yaitu potongan dari kebudayaan yang disebarkan dan diwariskan secara tradisional, baik dalam bentuk lisan maupun teladan yang disertai dengan gerak kode atau alat pembantu pengingat.
istiadat tradisonal dan dongeng rakyat yang diwariskan secara turun Nih Folklor (Pengertian Folklor dan 9 Ciri-Ciri Folklor)
(Di Toraja, kaum perempuan berperan dalam ritual pemujaan terhadap yang kuasa dan leluhur pada program Ma’bua)
    Perkembangan folklor tidak hanya terbatas pada golongan petani desa, tetapi juga nelayan, pedagang, peternak, pemain sandiwara, guru sekolah, mahasiswa, tukang becak, dan sebagainya. Demikian juga penelitian folklor bukan hanya terhadap orang Jawa, tetapi juga orang Sunda, orang Bugis, orang Menado, orang Ambon dan sebagainya. Bukan hanya untuk penduduk yang beragama Islam, melainkan juga orang Katolik, Protestan, Hindu Dharma, Buddha, bahkan juga Kaharingan (Dayak), Melohe Adu (Nias), dan semua kepercayaan yang ada. Folklor juga berkembang baik di desa maupun di kota, di keraton maupun di kampung, baik pada pribumi maupun keturunan asing, asal mereka mempunyai kesadaran atas identitas kelompoknya.

9 Ciri-Ciri Folklor
    Agar sanggup membedakan antara folklor dengan kebudayaan lainnya, harus diketahui ciri-ciri pengenal utama folklor.  Folklor mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1. Penyebaran dan pewarisannya biasanya dilakukan secara lisan, yaitu melalui tutur kata dari ekspresi ke ekspresi dari satu generasi ke generasi selanjutnya.
2. Bersifat tradisional, yaitu disebarkan dalam bentuk relatif tetap atau dalam bentuk standar.
3. Berkembang dalam versi yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan penyebarannya secara lisan sehingga folklor gampang mengalami perubahan. Akan tetapi, bentuk dasarnya tetap bertahan.
4.  Bersifat anonim, artinya pembuatnya sudah tidak diketahui lagi orangnya.
5. Biasanya mempunyai bentuk berpola. Kata-kata pembukanya misalnya. Menurut sahibil hikayat (menurut yang empunya cerita) atau dalam bahasa Jawa contohnya dimulai dengan kalimat anuju sawijing dina (pada suatu hari).
6. Mempunyai manfaat dalam kehidupan kolektif. Cerita rakyat contohnya mempunyai kegunaan sebagai alat pendidikan, pelipur lara, protes sosial, dan cerminan cita-cita terpendam.
7. Bersifat pralogis, yaitu mempunyai kecerdikan sendiri yang tidak sesuai dengan kecerdikan umum. Ciri ini terutama berlaku bagi folklor lisan dan sebagian lisan.
8. Menjadi milik bersama (colective) dari masyarakat tertentu.
9. Pada umumnya bersifat lugu atau polos sehingga seringkali kelihatannya garang atau terlalu sopan. Hal itu disebabkan banyak folklor merupakan proyeksi (cerminan) emosi insan yang jujur.

    Dalam mempelajari kebudayaan (culture) kita mengenal adanya tujuh unsur kebudayaan universal yang mencakup sistem mata pencaharian hidup (ekonomi), sistem peralatan dan perlengkapan hidup (teknologi), sistem kemasyarakatan, bahasa, kesenian, sistem pengetahuan, dan sistem religi. Menurut Koentjaraningrat
setiap unsur kebudayaan universal tersebut mempunyai tiga wujud, yaitu:
1. wujud sistem budaya, berupa gagasan, kepercayaan, nilainilai, norma, ilmu pengetahuan, dan sebagainya;
2. wujud sistem sosial, berupa tindakan sosial, sikap yang berpola menyerupai upacara, kebiasaan, tata cara dan sebagainya;
3. wujud kebudayaan fisik.

Jan Harold Brunvand, spesialis folklor Amerika Serikat, membagi folklor ke dalam tiga jenis kelompok besar berdasarkan tipenya yaitu folklor lisan, sebagian lisan, dan bukan lisan.
1. Folklor Lisan
    Folklor jenis ini dikenal juga sebagai fakta mental (mentifact) yang mencakup sebagai berikut:
(1) bahasa rakyat menyerupai logat bahasa (dialek), slang, bahasa tabu, otomatis;
(2) ungkapan tradisional menyerupai peribahasa dan sindiran;
(3) pertanyaan tradisonal yang dikenal sebagai teka-teki;
(4) sajak dan puisi rakyat, menyerupai pantun dan syair;
(5) dongeng prosa rakyat, dongeng prosa rakyat sanggup dibagi ke dalam tiga golongan besar, yaitu: mite (myth), legenda (legend), dan dongeng (folktale), menyerupai Malin Kundang dari Sumatra Barat, Sangkuriang dari Jawa Barat, Roro Jonggrang dari Jawa Tengah, dan Jaya Prana serta Layonsari dari Bali;
(6) nyanyian rakyat, menyerupai “Jali-Jali” dari Betawi.
2. Folklor sebagian Lisan
    Folklor ini dikenal juga sebagai fakta sosial (sosiofact), mencakup sebagai berikut:
(1) kepercayaan dan takhayul;
(2) permainan dan hiburan rakyat setempat;
(3) teater rakyat, menyerupai lenong, ketoprak, dan ludruk;
(4) tari rakyat, menyerupai tayuban, doger, jaran, kepang, dan ngibing, ronggeng;
(5) susila kebiasaan, menyerupai pesta selamatan, dan khitanan;
(6) upacara tradisional menyerupai tingkeban, turun tanah, dan temu manten;
(7) pesta rakyat tradisional menyerupai higienis desa dan meruwat.
3. Folklor Bukan Lisan
    Folklor ini juga dikenal sebagai artefak mencakup sebagai berikut:
(1) arsitektur bangunan rumah yang tradisional, menyerupai Joglo di Jawa, Rumah Gadang di Minangkabau, Rumah Betang di Kalimantan, dan Honay di Papua;
(2) seni kerajinan tangan tradisional,
(3) pakaian tradisional;
(4) obat-obatan rakyat;
(5) alat-alat musik tradisional;
(6) peralatan dan senjata yang khas tradisional;
(7) masakan dan minuman khas daerah. (buku sejarah) 

Pengertian Folklor| Ciri-Ciri| Bentuk| Dan Contohnya - Seni Budayaku

Konten [Tampil]
Folklor-adalah

Folklor adalah salah satu bentuk sastra yang tidak dapat dilewatkan ketika mengatakan ihwal khazanah klasik. Dalam beberapa hal , folklor sering diartikan selaku sastra rakyat , meskipun penggantian ungkapan tersebut tidak selamanya tepat. Seperti apa yang dikemukakan Koentjaraningrat bahwa ruanglingkup merupakan sungguh luas , termasuk nyaris semua sisi kebudayaan manusia. Oleh alasannya merupakan itu , tidak semua bentuk folklor itu patut disebut selaku sastra. Bentuk-bentuk keyakinan rakyat , resep-resep obat tradisional , dan jenis-jenis tarian rakyat merupakan pecahan dari folklor , yang pastinya hal itu bukan merupakan bentuk karya sastra. Pengidentikan folklor dengan sastra rakyat memang sanggup pula dipahami , mengenang folklor itu pada biasanya berupa cerita.

Pengertian Folklor

Dalam definisi lengkapnya , sanggup dirumuskan bahwa folklor merupakan kebudayaan rakyat yang disampaikan secara bebuyutan , sesuatu yang sudah mentradisi. Sastra rakyat merupakan salah satu pecahan di antaranya. Selain sastra rakyat , keyakinan , resep-resep tradisional , dan tarian rakyat , folklor juga termasuk musik dan arsitektur rakyat (Djamaris , 1997).

Ciri-Ciri Folklor

Dalam makalahnya yang berjudul "Penuntun Cara Pengumpulan Folklor bagi Pengarsipan" , James Danandjaya (1972) , merumuskan ciri-ciri folklor selaku berikut.

  1. Penyebaran folklor dijalankan secara lisan.
  2. Folklor bersifat tradisional.
  3. Folklor memiliki banyak model dan variasi.
  4. Nama pencipta folklor bersifat anonim.
  5. Folklor biasanya memiliki bentuk-bentuk klise dalam susunan atau cara pengungkapannya.

Dari ciri-ciri yang dikemukakannya , terlihat bahwa folklor yang dimaksudkan Danandjaya lebih merujuk pada pemahaman folklor selaku tradisi lisan. Dalam kepentingan pembahasan selanjutnya , perlu pula ditegaskan perihal posisi folklor atau dongeng rakyat itu dalam kaitannya dengan sastra klasik (tradisional).

Bila menyaksikan ruang lingkup folklor yang dikemukakan Djamaris maupun ciri-cirinya mirip yang dikemukakan Danandjajya , jelaslah bahwa folklor merupakan pecahan dari sastra klasik. Hanya saja , tidak bermakna semua sastra klasik merupakan folklor. Berdasarkan klasiflkasi yang dikemukakannya , folklor merupakan sastra klasik yang merupakan hasil dari karya lokal; dalam arti , "murni" selaku kreasi rakyat wilayah bersangkutan , bukan hasil terjemahan ataupun saduran. Sebab , ternyata bahwa apa yang disebut sastra klasik , misalnya yang pernah hidup di lingkungan penduduk Melayu , banyak yang merupakan terjemahan ataupun saduran dari wilayah luar dan negeri asing , mirip dari Jawa , India , dan Arab.

Bentuk-bentuk Folklor

Mengapa folklor sungguh penting untuk dipelajari dan dimaknai , sebabnya dalam folklor itulah terkandung keyakinan , persepsi hidup , cara berpikir , dan nilai-nilai budaya suatu golongan masyarakat.

Dari sisi isinya , William R. Bascom (1965: 4) membagi folklor atau bentuk sastra rakyat ini ke dalam mite , legenda , dan dongeng. Mite , merupakan dongeng yang dianggap betul-betul terjadi serta dianggap suci oleh si empunya. Peristiwa terjadi di dunia lain , yang tidak mungkin dijangkau oleh kehidupan realistis. Hampir serupa dengan mite , legenda sama-sama menceritakan insiden yang dianggap betul-betul terjadi , namun tidak disucikan. Sedangkan , dongeng merupakan dongeng rakyat yang tidak dianggap betul-betul terjadi oleh si empunya dongeng serta tidak terikat oleh waktu maupun tempat.

Ahli lain , mirip Liau Yock Fang (1991) mengidentiflkasikannya ke dalam cakupan yang lebih luas lagi. Di samping dongeng , menurut Fang , Folklor juga terwujud dalam ungkapan , peribahasa , nyanyian , tarian , budbahasa , undang-undang , teka-teki permainan , keyakinan , dan perayaan.

Folklor selaku pemahaman dongeng rakyat Melayu klasik , menurut Edwar Djamaris dibagi ke dalam bentuk mantra , peribahasa , pantun , teka-teki , dongeng binatang , dongeng asal-usul , dongeng jenaka , dan dongeng pelipur lara (Djamaris , 1990)

Berikut Pengertian dan Contoh beberapa bentuk folklor , yang dipahami dalam khazanah sastra Melayu klasik.

1. Pengertian Mantra

Mantra dianggap selaku permulaan bentuk sastra Melayu klasik. Mantra merupakan bentuk puisi yang berupa gubahan bahasa , yang diresapi oleh keyakinan akan dunia gaib. Irama bahasa sangatlah dipentingkan dengan maksud untuk bikin nuansa magis. Mantra itu muncul dari suatu hasil imajinasi atas dasar keyakinan animisme. Sewaktu panen , menangkap ikan , pada waktu berburu ataupun menghimpun hasil-hasil hutan , mereka mesti membujuk hantu-hantu yang bagus dan menghalau hantu-hantu yang jahat , dengan memakai mantra itulah. Misalnya , pada waktu berburu rusa , mereka ucapkan mantra itu biar bisa menangkap buruannya itu dengan mudah , tanpa ada bahaya.

Contoh Mantra
"Sirih lontar pinang lontar
Terletak di atas penjuru
Hantu buta , jembalang buta Aku mengangkatkan jembalang rusa."

Pada waktu berburu rusa pastinya mereka akan berhadapan pula dengan binatang buas penghuni hutan rimba , mirip macan ataupun ular. Untuk itu ada pula mantra yang merek bacakan.
Berikut Contoh Mantra Melayu Pengusir binatang buas;
"Hai si gampar alam
Gegap gempita
Jarum besi akan rumahku
Jarum tembaga akan rumahku
Ular bisa akan janggutku
Buaya akan tongkat mulutku
Harimau menggeram dipengriku
Gajah mendering bunyi suaraku
Suaraku mirip bunyi halilintar
Bibir terkatup , gigi terkunci
Jikalau bergerak bumi dengan langit
Bergeraklah hati engkau
Hendak murka atau hendak membinasakan aku"

Mereka berpendapat bahwa dengan membacakan mantra tersebut macan , ular , dan binatang buas yang lain akan lari menjauh , menghindarkan diri , dan orang itu akan selamat dari ancaman.

2. Pengertian Pantun

Umumnya pantun merupakan sajak percintaan yang lebih sering dinyatakan pada waktu peringatan , misalnya pernikahan. Bentuknya , berisikan empat baris. Kedua baris pertama menampung ungkapan atau menyerupai , atau ucapanyang tidak bermakna , yang fungsinya cuma selaku penyelaras rima. Bagian ini sering pula disebut sampiran. Sedangkan , kedua baris terakhir merupakan isi (pesan)-nya , yang mungkin di dalamnya berupa pesan yang tersirat , berisi kerinduan , sindiran , teka-teki , atau pun guyonan.

Syarat-syarat pantun yang dikemukakan J.S. Badudu (1981: 11) antara lain selaku berikut.

  • Terdiri atas empat baris.
  • Tiap baris terdiri atas 8 hingga 10 suku kata.
  • Dua baris pertama disebut sampiran , dan dua baris selanjutnya mengandung maksud si pemantun. Bagian ini disebut isi pantun.
  • Pantun mementingkan rima final dan rumus rima itu disebut dengan abjad/abad/; maksudnya , bunyi final baris pertama sama dengan bunyi final baris ketiga , baris kedua sama dengan baris keempat.

Contoh Pantun;
Sikap sonohong                                    (a)
Gelang ikan duri                                   (b)
Bercakap bohong                                  (a)
Lama-lama mencuri                              (b)

Gunung Daik timang timangan            (a)
Tempat monyet berulang ali                      (b)
Budi yang bagus kenang kenangan        (a)
Budi yang jahat buang sekali               (b)

Di samping itu dipahami pula jenis pantun yang lain , yakni yang disebut pantun berkait , talibun , dan pantun kilat. Pantun berkait atau disebut juga pantun berantai , atau ada pula yang menamakannya seloka , merupakan pantun yang penyusunannya tidak cukup dengan cuma satu bait.

a. Pantun Berkait
Pantun berkait terdiri atas beberapa bait yang sambung-menyambung. Hubungannya selaku berikut: Baris kedua dan keempat pada bait pertama dipakai kembali pada baris pertama dan ketika pada bait kedua. Demikianlah pula korelasi antara bait kedua dan ketiga , ketiga dan keempat , dan seterusnya.

Contoh Pantun Berkait:
"Sarang garuda di pohon beringin
Buah kemuning di dalam puan
Sepucuk surat dilayangkan angin
Putih kuning sambutlah tuan

Buah kemuning di dalam puan
Dibawa dari Indragiri
Putih kuning sambutlah tuan
Sambutlah dengan si tangan kiri

Dibawa dari Indragiri
Kabu-kabu dalam perahu
Sambutlah dengan si tangan kiri
Seorang makhluk janganlah tahu"

b. Talibun
Talibun yakni sejenis pantun yang susunannya yang terdiri atas enam , delapan , atau sepuluh baris. Pembagian baitnya sama dengan pantun biasa , yakni jikalau talibun itu enam baris , maka tiga baris pertama sampiran dan tiga baris selanjutnya isi pantun itu. Jika terdiri atas delapan baris , maka pembagiannya empat-empat baris dan seterusnya.

Contoh Talibun:
"Kalau anak pergi ke pekan
Yu' beli belanak beli
Ikan panjang beli dahulu
Kalau anak pergi berjalan
Ibu cari sanak pun cari
Induk semang cari dahulu"

c. Pantun Kilat (Karmina)
Pantun Kilat atau disebut pula Karmina , merupakan pantun yang cuma terdiri atas dua baris; yakni , baris pertama merupakan sampiran dan baris kedua isinya. Sebenarnya , berasal dari empat baris yang tiap baris bersuku kata empat atau lima , kemudian kedua baris yang pendek itu diucapkan sekaligus , seakan-akan suatu kalimat , dan biasanya dituliskan sebaris saja. Itu sebabnya kemudian seakan-akan pantun dua baris sehingga dinamakan pula pantun dua seuntai.

Contoh Pantun Kilat/ Karmina:
"Gendang gendut , tali kecapi
Kenyang perut , senanglah hati

Pinggan tak retak , nasi tak ingin
Tuan tak hendak , kami tak ingin

Sudah gaharu , cendana pula
Sudah tahu , mengajukan pertanyaan pula"

3. Pengertian Gurindam

Gurindam atau yang sering disebut sajak peribahasa , merupakan bentuk sastra klasik yang berisikan dua baris yang saling berirama. Baris pertama biasanya berupa alasannya merupakan (hukum , pendirian) , sedangkan baris kedua merupakan jawaban atau praduga , selaku respon dari isi pada baris pertama. Gurindam yang terkenal merupakan kumpulan gurindam karangan pujangga Melayu klasik Raja Ali Haji. Namanya , “Gurindam Dua Betas” , lantaran , terdiri atas dua belas pasal dan berisi kurang lebih 64 buah gurindam.

Sebenarnya , Gurindam bukanlah betul-betul murni kreasi rakyat Melayu. Bentuk puisi ini diperkirakan berasal dari India (Tamil). Masuk ke wilayah Melayu , lantaran imbas kesusastraan Hindu.

Contoh Gurindam:
"Barang siapa meninggalkan zakat
Tiadalah artinnya boleh berkat

Barang siapa berbuat fitnah
Ibarat dirinya menentang panah"

Tampak pada dua tumpuan di atas bahwa gurindam memiliki susunan berikut:

  1. Terdiri atas dua baris
  2. Rumus rima karenanya /aa/
  3. Baris pertama merupakan syarat , dan baris kedua berisi respon dari yang disebutkan pada baris pertama
  4. Berisikan pedoman , budi pekerti , atau pesan yang tersirat keagamaan.


4. Pengertian Peribahasa

Peribahasa merupakan kalimat atau golongan perkataan yang tetap susunannya dan biasanya mengiaskan sesuatu maksud tertentu (Poerwadarminta , 1976: 738). Dalam khazanah sastra Melayu klasik , peribahasa merupakan salah satu jenis karya sastra yang masih sanggup ditemui dalam kehidupan penduduk sekarang. Hal ini berlawanan dengan mantra , pantun , atau gurindam , yang nyaris terlewatkan orang.

Jenis-Jenis Peribahasa
Berdasarkan isinya , peribahasa sanggup diklasifikasikan ke dalam jenis-jenis berikut.
a. Nasihat
Isinya berupa masukan-masukan positif , saran. Diharapkan dengan peribahasa itu orang yang dinasihati itu sanggup berintrospeksi , merubah tingkah lakunya , dengan merasa tidak tersinggung.

Contoh Peribahasa Nasihat:
1. Nasihat terhadap orang yang bersengketa , untuk secepatnya berdamai peribahasanya yaitu; "Kalah jadi bubuk , menang jadi arang." Artinya , bahwa baik yang kalah maupun yang menang akan tetap memperoleh kesusahan. Karena itu , lebih berdamai saja.

2. Nasihat terhadap orang lain yang mau tinggal di wilayah lain , biar bisa menyesuaikan diri diri , dan bisa menghormati budbahasa istiadat yang berlaku di penduduk yang ditempatinya , peribahasanya yaitu; "Di mana tanah diinjak di situ langit dijunjung , di sana budbahasa dipakai" atau "Lain ladang lain belalang , lain lubuk lain ikannya".

3. Nasihat terhadap orang yang suka menceritakan malu atau keburukan orang lain , peribahasanya yaitu; "Menepuk air di dulang , terpecik wajah sendiri" atau "merobek baju di dada". Dengan peribahasa itu , dinasihatkan biar yang bersangkutan kembali sadar bahwa dengan mencemooh atau menjelekkan orang lain itu toh , bahwasanya mengatakan keburukan diri sendiri.

4. Nasihat terhadap orang yang angkuh lantaran tinggi ilmunya atau banyak kekayaannya , sering dibilang , peribahasanya yaitu; "Seperti ilmu padi , makin berisi makin merunduk." Artinya orang yang pintar atau orang yang kaya itu semestinya tebih rendah hati , sebagaimana padi yang makin berisi makin merunduk.

b. Sindiran
Sebenarnya sindiran pun maksudnya merupakan untuk mengingatkan , dan menyadarkan seseorang dengan cara yang tidak melukai hatinya. Bedanya , bahwa dalam pesan yang tersirat itu diungkapkan secara terang bagaimana "seharusnya" , sedangkan dalam sindiran tidak.

Contoh Peribahasa Sindiran:
1. Sindiran terhadap orang yang tidak tetap pendiriannya , peribahasanya yaitu; "Bagai air di daun talas".

2. Sindiran bagi orang yang suka mencaci maki tanpa pertimbangan yang dalam; alasannya merupakan , ia kemudian memujinya lagi. Dalam hal ini , orang yang mirip itu dibilang "Menjilat air ludah".

3. Sindiran bagi orang banyabicara , dikiaskan dengan peribahasa "Tong kosong nyaring bunyinya". Sebagaimana layaknya tong yang kosong , ia nyaring bunyinya lantaran di dalamnya tidak berisi apa-apa.

c. Pujian
Peribahasa ternyata tidak selamanya berisi kritikan atau pesan yang tersirat , namun tak sedikit pula yang berisi pujian. Pernyataan memuji dengan peribahasa dipandang lebih halus , yummy didengar , dan diplomatis , ketimbang dinyatakan secara eksklusif yang malah akan berkesan gombal atau cari muka.

Contoh Peribahasa Pujian:
1. Pujian terhadap dua teman dekat yang senantiasa akur , dibilang "Bagai air dengan tebing" , "Bagai gula dengan manisnya" , atau "Seperti Rama dan Sinta".

2. Pujian terhadap orang yang serupa rupa dan tingkahnya , dibilang "Bagai pinang dibelah dua". Pujian terhadap seorang gadis rupawan , dibilang "Cantik bagai bidadari turun dari kayangan" atau "Secantik bulan purnama".

:
500 Peribahasa dan Artinya Secara Lengkap | A hingga Z
Pengertian Puisi | Unsur , Jenis-Jenis Puisi dan Contohnya Secara Lengkap
Pepatah Jawa Paribasan , Bebasan , dan Saloka beserta Pengertian , Contoh , dan Artinya

5. Pengertian Teka-teki

Teka-teki merupakan dongeng pendek yang menuntut adanya jawaban atas maksud dari dongeng itu. Kaprikornus , pada prinsipnya teka-teki nyaris sama dengan soal cerita. Hanya saja dalam teka-teki , peranan nalar sering kali diabaikan. Aspek yang lain , bahwa dalam penyusunan teka-teki haruslah memperhatikan seni bahasanya. Sedangkan yang perlu ditonjolkan dalam hal ini merupakan kesanggupan si penjawab (penebak) dalam mengerti bahasa kias ataupun ibarat. Dengan karakteristiknya yang mirip itulah , teka-teki bisa digolongkan ke dalam jenis sastra.

Contoh Teka-Teki:
1. "Dari kecil berbaju hijau , sudah besar baju merah. Luarnya nirwana , dalamnya neraka". Jawabannya: cabe.

2. "Hitam legam mirip hantu. Tapi , putih hatinya. Kecil berbaju merah , besar berbaju hijau. Apabila hendak mati berbaju merah". Jawabannya: manggis.

3. "Tiada kaki boleh berlari , tiada ekor boleh berlangsung , tiada kepala boleh memandang". Jawabannya: ular , katak , dan kepiting.

4. "Ada padang tak berumput". Jawabannya: laut.

5. "Dahulu bendo , kini besi". Artinya: dulu sayang , kini benci.

6. "Gendang gendut , tali kecapi" , Artinya: kenyang perut , senanglah hati.

7. "Pinggan tak retak , nasi tak dingin" , Artinya: Engkau tak hendak , kami tak ingin.

Contoh teka-teki nomor 5-7 itulah yang dimaksud selaku pantun yang bernilai sastra. Tampak ketiga tumpuan teka-teki di atas susunannya berupa karmina (pantun kilat). Baris ke satu merupakan sampiran , dan baris keduanya merupakan artinya.

Setelah penduduk Melayu mengenal syair , selaku bentuk puisi hasil imbas Islam , maka susunan teka-tekinya pun meningkat ada yang berupa syair.

Contoh Syair (Teka-teki):
1. "Satu insiden harinalah kita
Tiada berlidah , arif berkata
Mulut setempat bareng mata
Perkataannya jauh didengari nyata"

Jawabannya: pena , alat untuk menulis

2. "Bukannya buntal , ataupun pari
Tetapi kesat , sarat berduri
Duduk tetap sehari-hari
Jarang berlangsung ke sana ke mari"

"Pandai memanjat , bukannya tupai
Kerap di atas , duduk terhampai
Diganyah disental hingga kepai
Hajat yang dimaksud barulah sampai"

"Jenis binatang ia nan bukan
Tetapi halnya seakan-akan
Sifatnya menghampiri mirip ikan
Disuapi orang apabila makan".

Jawabannya: parut

Di samping berupa puisi , teka-teki itu ada pula di antaranya yang disusun berupa prosa.

Contoh Prosa (Teka-teki):
"Ada satu macam ketimbang tongkat hikmat. Ia memiliki empat tiang , lengkap genap dengan haluan kemudi , serta teguh kuatnya. Dapat pula ia lewat bahari dan darat tiada memakai layar. Maka , tatkala terdirinya tiangnya itu tiada semena-mena. Sauhnya pun terlabuhlah tiada bertali. Maka , pada ketika itu tetaplah ia berhenti perjalanannya. Tiada bergerak ke mana-mana , melainkan apabila tongkang itu hendak membongkar , sauhnya sekonyong-konyong terbeloklah ia dan tiangnya itu pun terhujamlah ke bawah , menjadi seakan-akan dayang pula. Barulah sanggup ia berlayar dengan lajunya".

Jawabannya: kura-kura

6) Pengertian Fabel (Cerita Binatang)

Fabel atau sering pula disebut dongeng binatang , yakni kisah yang tokohnya binatang. Namun , kiprahnya patut manusia. Ia sanggup bicara , makan , minum , berkeluarnya sebagaimana manusia. Dalam keberadaannya mirip itu , dapatlah dipahami bahwa fabel tidak semata-mata selaku dongeng binatang , melainkan selaku metamorfosis dari kehidupan manusia. Adapun maksud dari penggambaran lewat binatang merupakan agar kisah itu tidak hingga menyinggung orang yang mendengarnya. Sebabnya , memang bahwa kisah-kisah fabel sarat dengan sindiran , pesan yang tersirat , ataupun pesan-pesan moral. Fabel merupakan cara halus dalam menasihati manusia.

Fabel merupakan jenis klasik yang sifatnya universal. Ia tidak cuma dipahami di penduduk Melayu , melainkan nyaris dipahami di seluruh dunia. Bila pelaku terkenal fabel pada penduduk Melayu itu kancil , maka di Jawa Barat merupakan monyet , di Eropa merupakan srigala , dan di Kamboja , kelinci.

Kancil selaku tokoh utama fabel Melayu , antara lain sanggup berperan selaku berikut.
1. Berperan selaku hakim yang mengadili permasalahan , persengketaan di antara binatang lain.
2. Berperan selaku penipu yang licik dan jahat.
3. Berperan selaku binatang yang sombong.
4. Berperan selaku penguasa seluruh binatang dan menyebut dirinya selaku Syah Alam di Rimba Raya.

7. Legenda (Cerita Asal-usul)

Secara garis besar legenda/ dongeng asal-usul , terbagi ke dalam tiga jenis , yakni selaku berikut.
a. Cerita asal-usul dunia tumbuhan-tumbuhan
Contoh :
1. Padi bermula dari kuburan Dewi Sri.
2. Gedung itu beracun lantaran dipanah oleh pohon jagung , dengan memakai anak panah yang beracun.
3. Tandan jagung itu berlobang lantaran ditombak oleh pohon gadung.
4. Pohon mata lembu mirip rusak kulitnya konon lantaran menyaksikan pertandingan antara pohon jagung dan gadung terlalu dekat.

b. Cerita asal-usul dunia binatang
Contoh :
1. Sapi itu bergelambir lantaran ketika mandi baju tertukar dengan baju kerbau yang lebih besar.
2. Kuda itu awalnya bertanduk , tetapi kemudian dipinjamkan terhadap rusa. Karena itu , hingga kini kuda tidak lagi bertanduk.
3. Darah ikan mas itu memiliki warna darah yang mirip darah insan lantaran asal mula ikan mas merupakan manusia.
4. Kucing dan anjing awalnya akur. Sebab pada suatu ketika anjing merasa dikhianati kucing , karenanya kedua binatang itu senantiasa bertengkar.

c. Cerita asal-usul terjadinya suatu tempat.
Contoh:
1. Nama Gunung Tengger konon diambil dari sepasang suami istri , yang berjulukan Rara Anteng dan Joko Seger.
2. Nama Sungai Perak di Malaysia , lantaran suatu ketika di sungai itu mengalir susu seekor ikan maruan yang tengah menyusui anaknya. Rupa susu ikan tersebut berwarna putih mirip perak.
3. Gunung Tangkubanperahu di Bandung Utara itu mirip bahtera tertelungkup , alasannya merupakan gunung itu awalnya merupakan suatu bahtera milik Sangkuriang. Karena marah-marah , perahunya itu ditendang hingga tertelungkup. Lama-kelamaan jadilah gunung , yakni Gunung Tangkuban Perahu sebagaimana yang dipahami sekarang.

8. Cerita Pelipur Lara

Cerita jenis ini disebut pelipur lara alasannya merupakan memang fungsinya untuk menghibur hati seseorang. Dalam dongeng ini dikisahkan ihwal hal-hal yang indah-indah , yang sarat fantasi , dan daya cita-cita yang menawan. Misalnya , ihwal kehidupan istana , keajaiban , senjata yang sarat kramat , putri yang bagus , atau pun hal-hal yang lain yang menggambarkan keindahan dan keceriaan.

Contoh dongeng peripur lara yang fenomenal ketika itu merupakan Hikayat Malim Deman , yakni dongeng yang mengisahkan perkawinan tokoh yang berjulukan Malin Deman dengan seorang putri bagus dari Kayangan. Cerita-cerita klasik yang lain yang sanggup digolongkan ke dalam dongeng pelipur lara merupakan Hikayat Malin Dewa , Si Lumbut Muda , Hikayat Raja Muda , Hikayat Anggun Ci Tunggal , Hikayat Raja Budiman , Hikayat Terpong Pipit , dan Hikayat Raja Donan.

9. Cerita Jenaka

Jenis folklor Melayu yang cukup terkenal , antara lain dongeng jenaka mirip Pak Belalang , Lebai Malang , dan Pak Kadok. Pak Belalang mengisahkan orang yang senantiasa beruntung , namun tidak disengaja. Lebai Malang menggambarkan orang yang lantaran keserakahannya justru senantiasa tidak memperoleh apa-apa. Pak Kadok sebaliknya , mengisahkan orang yang memperoleh peluang namun tidak sanggup mempergunakannya sehingga ia senantiasa ketiban celaka. Di samping itu , ada pula kisah ihwal Pak Pandir dan Mat Janin , yang masing-masing memperlihatkan tokoh ndeso dengan aneka nasib yang dialaminya.

10. Cerita Sejarah (Hikayat)

Folklor lain yang lebih serius merupakan sejenis sastra sejarah klasik , yakni Sejarah Melayu , Hikayat Banjar , dan Hikayat Raja-raja Pasai. Tidak mirip bentuk-bentuk folklor yang lain , sastra atau dongeng sejarah biasanya sudah banyak mengalami imbas asing , utamanya dari Islam. Kaprikornus , sastra sejarah klasik tidak lagi murni selaku kreasi penduduk Melayu.

Di bawah ini penulis mendeskripsikan secara singkat perihal isi sejarah Melayu. Inti dari dongeng ini merupakan rentetan silsilah raja-raja Melayu. yang konon merupakan keturunan Raja Iskandar Zulkarnain , hingga Sultan Aliudin Riayat Syah , yakni nama seorang raja Melayu yang meminta si pembuat dongeng (Tun Sri Lanang) menyusun silsilah itu.

Cerita selanjutnya , merupakan kisah perihal keturunan Raja Iskandar yang turun dari keindraan ke atas Bukit Seguntang. Di wilayah itu ia memperistri putri Demang Lebar Daun. Pada dikala itulah diikrarkan komplotan antara raja dengan rakyat Melayu , yang bila perjanjian itu dilanggar akan menyebabkan malapetaka. Berikut merupakan petikan dari perjanjiannya itu. "Barang siapa hamba Melayu durhaka dan mengubahkan komitmen , yakni (durhaka) dengan rajanya , (maka) dibalikan Allah hubungkan rumahnya ke bawah kakinya ke atas." (SM , h./20). Kemudian , merupakan menggambarkan pecahan bangsa Melayu dengan dipelopori oleh anak cucu rajanya yang menyebar ke Tanjungpura , Bintan , Minangkabau , dan Singapura.

Setelah suatu legenda ihwal orang memiliki pengaruh yang menjadi hamba dan jagoan di Singapura , dongeng dilanjutkan dengan kisah asal-usul Kerajaan Pasai dalam model yang agak berlawanan dari yang terdapat dalam Hikayat Raja-raja Pasai. Dalam kisah ini digambarkan perihal riwayat pengislaman wilayah itu. Kisah tersebut dibarengi oleh jatuhnya Singapura oleh Majapahit dan sebab-musababnya , yakni lantaran raja sudah melanggar ikrar terhadap rakyatnya.

Sepanjang dongeng diberikan penjelasan-penjelasan ihwal nama-nama tempat , di antaranya merupakan nama Malaka dan legenda pendiriannya. Semua ini dituturkan dengan mengemukakan sisi keajaiban dan sisi supranaturalistik. Setelah itu , nyaris satu pecahan sarat membahas budbahasa kebesaran raja dan asal awalnya larangan ihwal rumah , warna , busana , dan sebagainya. Malaka juga punya legenda pengislaman tersendiri. Peristiwa-peristiwa di seputar Kerajaan Malaka diceritakan tanpa urutan kronologis. Kisah-kisah di atas memang sebagian di antaranya ada yang betul-betul terjadi. Namun demikian , si pencerita sepertinya tidak begitu mementingkan kebenaran sejarahnya. Ia lebih tertuju terhadap penonjolan garis keturunan , pribadi-pribadi legendaris , dan sifat-sifat herois dari tokoh-tokoh yang diagungkannya itu.

Hal panting lain yang menawan dari kisah di atas , merupakan legalisasi akan eksistensi tata cara nilai-nilai Islam , baik lewat penuturan eksklusif para tokohnya atau pun lewat penangkapan si penceritanya itu sendiri , yang mengutip eksklusif dalil-dalil Quraniyah. Dalam hal ini , terang sekali adanya kepentingan si pencerita untuk menjustifikasi atas sikap para tokoh.

Pada pecahan permulaan , misalnya , si pencerita mengemukakan , "kedudukan raja yang diagungkannya itu bahwasanya merupakan kemuliaan di segala tempat dan zaman. Ia merupakan pelengkap orang-orang beriman lewat al taat wa ala hasan , yang diberi-Nya pangkat dan kebijaksanaan , kemurahan dan kelebihan. Ia dikekalkan Allah ta’ala dengan keadilannya bagi segala negeri" (SM , h. 7).

Dalam Hikayat Banjar , diceritakan ihwal asal-usul dan budbahasa istiadat kerajaan dan ketatanegaraan Banjar. Demikian pula , diceritakan ihwal kewajiban dan larangan dalam kehidupan sehari-hari. Satu dongeng yang penting merupakan bagaimana Perdana Menteri Negeri Banjar mencari seorang raja untuk negerinya yang tak punya raja. Berturut-turut ia mendapatkan seorang putri dan seorang perjaka , sehabis diberi isyarat lewat mimpi.

Demikian ulasan ihwal "Pengertian Folklor , Ciri-Ciri , Bentuk , dan Contohnya" yang sanggup kami sampaikan. postingan seni sastra menawan yang lain cuma di situs .

Pengertian Hikayat| Ciri-Ciri| Unsur| Dan Fungsinya - Seni Budayaku

Konten [Tampil]
Pengertian-hikayat

Hikayat adalah bentuk sastra Melayu yang paling mayoritas dibandingkan dengan bentuk-bentuk sastra klasik lainnya. Tidak cuma melalui strukturnya , hikayat sanggup dipahami melalui judulnya. Apakah bentuk karya sastra itu hikayat atau bukan , dengan simpel sanggup dilihat pribadi dari judul yang diterakannya. Misalnya , Hikayat Malim Dewa , Hikayat Si Miskin , Hikayat Raja-Raja Pasai , Hikayat Nabi Bercukur , Hikayat Nur Muhammad , Hikayat Nabi Mikraj , Hikayat Iblis dan Nabi , Hikayat Seribu Masalah , Hikayat Abu Samah , Hikayat Raja Khaibar , Hikayat Raja Saif Zulyazan , Hikayat Mariam Zanariah dan Nurdin Masri , dan sebagainya.

A. Pengertian Hikayat

Pengertian hikayat secara etimologis berasal dari bahasa Arab , yaitu haka , yang mempunyai arti menceritakan atau bercerita. Hikayat merupakan salah satu karya sastra usang berupa prosa yang didalamnya mengisahkan mengenai kehidupan keluarga istana , kaum darah biru maupun orang-orang terkemuka dengan segala kecanggihan dan keunggulannya.

Hikayat selaku perumpamaan sastra untuk pertama kalinya didapatkan dalam suatu karya yang ditulis oleh Abu Al-Mutakhir al-azdi , yang berjudul Hikayat Abi al Qasim al-Bagdadi. Karya tersebut menggambarkan situasi hidup keseharian di Bagdad dalam bentuk kisah yang sederhana. Konon bermula dari sanalah perumpamaan hikayat itu dipergunakan , sebagaimana terlihat pada judul-judul dongeng yang di antaranya sudah disebutkan di atas.

Istilah hikayat tidak dipakai dalam karya-karya sastra yang berupa syair , sastra kitab , sejarah , dan silsilah. Pelabelan “hikayat” cuma ditemui dalam karya-karya yang berupa cerita. Istilah hikayat juga tidak dikenakan pada karya sastra kitab , menyerupai “Miratu’lmu’min , siratu’lmustaqim , khaswasu’l Qur’am , dan Tajdid. Karya-karya tersebut merupakan jenis karya prosa yang terdiri dari tafsiran Quran dan hukum-hukum Islam yang lain , yang tidak menggunakna label “hikayat” pada judulnya.

Sastra sejarah atau Silsilah tergolong ke dalam jenis karya sastra yang tidak menggunakan label “hikayat”. Hal ini sebagaiman yang terlihat pada judul-judul berikut: Sejarah Melayu , Silsilah Melayu dan Bugis , Silsilah Kutai , dan Sejarah Tambusi. Namun demikian , tolok ukur ini tidaklah konsisten. Ada beberapa di antaranya yang menggunakan label “hikayat” , menyerupai Hikayat Banjar , Hikayat Raja-raja Pasai , Hikayat Merong Mahawangsa dan Hikayat Aceh.

Telah dikemukakan di atas bahwa perumpamaan hikayat itu merupakan serapan dari bahasa Arab. Itu mempunyai arti bahwa di dalam sastra Melayu klasik , pemakaian perumpamaan tersebut sehabis Arab memengaruhi budaya Melayu. Namun yang menawan bahwa ternyata tidak cuma pada karya-karya keislaman saja perumpamaan itu digunakan. Dalam karya-karya yang notabene berasal dari Hindu dan Jawa penamaan tersebut dipakai pula. Contohnya , Hikayat Sri Rama , Hikayat Pandawa Lima , dan Hikayat Panji Semirang.

B. Ciri-Ciri Hikayat

Berdasarkan uraian terdahulu , sanggup dirumuskan ciri-ciri hikayat selaku berikut.

1. Cerita Berbentuk Prosa
Jenis sastra yang “menamakan diri” selaku hikayat , merupakan karya sastra yang beralur naratif. Di dalamnya ada yang berupa:
a. cerita rakyat , menyerupai Hikayat Si Miskin dan Hikayat Malin Dewa;
b. epos dari India , menyerupai Hikayat Sri Rama;
c. dongeng-dongeng dari Jawa , menyerupai Hikayat Pandawa Lima dan Hikayat Panji Semirang;
d. cerita-cerita Islam , menyerupai Hikayat nabi Bercukur dan Hikayat Raja Khaibar;
e. sejarah dan biografi , misalnya Hikayat Raja-Raja Pasai dan Hikayat Abdullah;
f. cerita berbingkai , misalnya Hikayat Bakhtiar dan Hikayat Maharaja Ali.

Jenis-jenis dongeng di atas , tidak satu pun yang berupa syair seluruhnya berupa prosa. Hal ini sejalan dengan pertimbangan Robson (1969) bahwa hikayat merupakan karangan prosa , selaku musuh dari karangan yang berupa syair. Ciri bahwa karya itu berupa prosa ditandai oleh struktur penyajiannya yang memiliki alur naratif , latar , serta penokohannya jelas. Hikayat sanggup disejajarkan dengan roman , selaku bentuk sastra klasik dalam kesastraan Barat.

Khusus dalam khazanah sastra Aceh , bahwa yang disebut hikayat itu justru berupa puisi; sedangkan yang berupa hikayat , disebut haba. Judul-judul menyerupai Hikayat Malem Dagang , Hikayat Pocut Muhammad , Hikayat Raja Sulaiman , dan Hikayat Indra Bangsawan , merupakan karya sastra yang berlabelkan “hikayat” , namun dihidangkan dalam bentuk puisi.

Arti hikayat selaku “cerita.” sepertinya tidak begitu pas apabila dipraktekkan pada khazanah sastra Aceh. Dalam sastra Aceh , bukan cuma kisah-kisah hidup keseharian ataupun legenda-legenda keagamaan yang disebut hikayat , namun juga pelajaran budi pekerti dan kitab-kitab pelajaran. Apabila ditulis dalam bentuk puisi , dalam sastra Aceh , justru itulah hikayat.

2. Cerita Rekaan
Rekaan merupakan ciri hikayat yang sungguh menonjol. Unsur dan komposisi yang “direka-reka” dalam hikayat sungguh dipengaruhi oleh kehidupan sosial dan budaya masyarakatnya. Dalam hikayat banyak dipenuhi oleh cerita-cerita semacam mite , legenda , dan dongeng; keyakinan kepada makhluk halus , makhluk raksasa , ajimat , dan sejenisnya.

Masuknya agama Hindu dan Islam , menenteng pergeseran yang mempunyai arti bagi “perekaan” tema hikayat. Kedatangan agama Hindu menghasilkan dongeng rekaan itu berkisah sekitar kehidupan para yang kuasa dan bidadari. Datangnya agama Islam membuat timbulnya dongeng rekaan yang bernafaskan keislaman , yaitu dengan hadirnya dongeng para nabi , dongeng hari simpulan zaman , dan sejenisnya.

3. Citra Karya Klasik
Rekaan atau pun khayalan itu merupakan unsur utama hikayat. Tetapi , tidak mempunyai arti semua karya sastra yang mengandung unsur rekaan itu sanggup dibilang selaku hikayat. Karya-karya prosa bergaya gres (modern) , tidaklah pantas kalau disebut hikayat. Istilah “hikayat” itu tidak sanggup dilepaskan dari gambaran kemasalaluan. Judul-judul karya yang berlabelkan “hikayat” cuma pantas dibubuhkan pada karya-karya yang terlahir pada zaman Melayu klasik. Hikayat tidak sanggup dilepaskan dari keseluruhan unsur kebudayaan penduduk klasik.

4. Sebagai Karya Tulis
Pengertian bahwa hikayat itu merupakan dongeng , memang masih tidak jelas. Tidak setiap karya klasik yang berupa dongeng (prosa) dibilang selaku hikayat. Sastra klasik yang masih berupa sastra mulut , yang dalam hal ini lazimnya berupa cerita-cerita rakyat , tidaklah dibilang selaku hikayat. Pengertian hikayat cuma terbatas pada sastra-sastra tulis , sudah dibukukan. Umumnya cerita-cerita tulis tersebut merupakan sastra yang berkembang dan berkembangn di lingkungan-lingkungan keraton; dan temanya pun sebagian besar berkisar tentang kehidupan istana.

C. Unsur-Unsur Hikayat

Secara garis besar hikayat mengandung unsur-unsur selaku berikut.
1. Unsur dalam Hikayat Jenis Rekaan
a. Istana dan kehidupannya menduduki peranan yang sungguh penting dalam struktur penceritaan.

b. Tujuan utama penceritaan merupakan untuk menghibur , menenteng para pembaca ke alam kehendak yang serba indah dan megah.

c. Tokoh-tokoh utamanya senantiasa memperoleh kemenangan dan kebahagiaan (happy ending) , yang adakala serba tidak terduga.

d. Menekankan sisi pentingnya pedoman moral , yang dalam hal ini digambarkan oleh tumpuan selaku berikut.

  • kearifan mengalahkan kelicikan;
  • kesederhanaan mengalahkan keserakahan;
  • keadilan mengalahkan kezaliman , dan;
  • keberanian mengalahkan kepengecutan

Pola dongeng senantiasa bersifat stereotif , antara lain , pertempuran antar kerajaan , keajaiban dan kekuatan mistik , serta percintaan antara tokoh istana.

2. Unsur dalam Hikayat Jenis Sejarah
a. Penyebutan nama-nama kawasan yang memang ada dalam peta geografis sesungguhnya. Yang disebutkan lazimnya tempat-tempat yang memiliki gambaran agung dan nama besar , menyerupai Mekah , Medina , Majapahit , negeri Cina , dan sebagainya.

b. Yang diceritakan merupakan tokoh-tokoh kerajaan , yang kemudian dikait-kaitkan dengan tokoh-tokoh yang lain yang punya nama besar , menyerupai Nabi Muhammad , Ali bin Abi Thalib , Nabi Adam , Iskandar Zulkarnain , Gajah Mada , Sultan Mansur Syah , dan sebagainya.

c. Kandungan dongeng lazimnya berupa silsilah suatu dinasti. Hal ini utamanya sungguh terlihat dalam Sejarah Melayu , Hikayat Raja-raja Pasai , Hikayat Banjar , Silsilah Kutai , dan sebagainya.

d. Dipenuhi oleh unsur cerita-cerita fiktif.

3. Unsur dalam Hikayat Jenis Biografi
a. Berlatar belakang sejarah atau peristiwa-peristiwa yang pernah terjadi.

b. Penceritaan berpusat pada keistimewaan dari tokoh yang diceritakan , misalnya dalam hal kegagahannya , moralitasnya , ilmunya , dan sebagainya.

c. Tidak lepas dari unsur-unsur fiktif.

D. Fungsi Hikayat

Mengenai fungsi hikayat sanggup dikenali melalui tuangan isi yang ada di dalamnya , yang secara garis besar fungsi-fungsi tersebut dirumuskan Sulastin Sutrisno (1983) selaku berikut.
a. Untuk menumbuhkan jiwa kepahlawanan
Hal ini sebagaimana yang tersurat dalam petikan berikut.

"Apa kita buat bertunggi di balairung membisu sahaja , baik kita membaca hikayat perang , biar kita beroleh manfaat daripadanya" (Sejarah Melayu).

"...Supaya sanggup petik-petik itu mengambil manfaat daripadanya , alasannya merupakan akan melanggar esok hari" (Hikayat Muhammad Hanafiyyah).

b. Untuk kepentingan didaktis
Hal ini sebagaimana tersurat dalam petikan berikut.

"Berhikayat aneka macam dongeng yang memberi sabar hatinya , pada barang pekerjaan itu hendaklah fikir dan sabar banyak-banyak atas pria dan wanita yang bijaksana" (Hikayat Hang Tuah).

c. Sebagai hiburan
Hal ini sebagaimana yang tersurat dalam petikan berikut.

"...maka disuruh oleh raja membaca surat hikayat , alasannya merupakan ia pandai menenteng lagu dan suaranya pun baik. Maka Hang Jebat pun membaca hikayat dengan nyaring suaranya lagi merdu. Maka segala dayang-dayang dan biti-biti perwara dan gundik-gundik raja sekalian pun duduk di balik dinding pengintai akan Hang Jebat membaca hikayat itu....Maka raja pun terlalu sukacita mendengar Hang Jebat membaca hikayat itu , suaranya tertalu bagus menyerupai buluh perindu" (Hikayat Hang Tuah).

d. Untuk mengabadikan segala insiden yang dialami oleh para raja
Hal ini sebagaimana tersurat dalam petikan berikut.

" .. dan kau suratkan segala hikayat kita masuk ke dalam bahari , biar dikenali dan didengarnya oleh segala anak cucu kita kemudian" (Sejarah Melayu).

"... maukah tuan putri mendengar hikayat Raja Malaka , tatkala pergi ke Majapahit beristrikan raden Mas Ayu itu terlalu ramai.." (Hikayat Hang Tuah).

:
Pengertian Folklor , Ciri-Ciri , Bentuk , dan Contohnya
Pengertian Puisi | Unsur , Jenis-Jenis Puisi dan Contohnya Secara Lengkap
500 Peribahasa dan Artinya Secara Lengkap | A hingga Z

Demikian ulasan tentang "Pengertian Hikayat , Ciri-Ciri , Unsur , dan Fungsinya" yang sanggup kami sampaikan. postingan seni sastra menawan yang lain cuma di situs .