Folklor yaitu adat-istiadat tradisonal dan dongeng rakyat yang diwariskan secara turun-temurun, dan tidak dibukukan merupakan kebudayaan kolektif yang tersebar dan diwariskan turun menurun. Kata folklor merupakan pengindonesiaan dari bahasa Inggris. Kata tersebut merupakan kata beragam yang berasal dari dua kata dasar yaitu folk dan lore.
Menurut Alan Dundes kata berarti sekelompok orang yang mempunyai ciri-ciri pengenal fisik, sosial, dan kebudayaan sehingga sanggup dibedakan dari kelompok-kelompok sosial lainnya. Ciri-ciri pengenal itu antara lain, berupa warna kulit, bentuk rambut, mata pencaharian, bahasa, taraf pendidikan, dan agama yang sama. Namun, yang lebih penting lagi yaitu bahwa mereka telah mempunyai suatu tradisi, yaitu kebudayaan yang telah mereka warisi secara turun-temurun, sedikitnya dua generasi, yang telah mereka akui sebagai milik bersama. Selain itu, yang paling penting yaitu bahwa mereka mempunyai kesadaran akan identitas kelompok mereka sendiri. Kata lore merupakan tradisi dari folk, yaitu sebagian kebudayaan yang diwariskan secara lisan atau melalui suatu teladan yang disertai dengan gerak kode atau alat pembantu pengingat (mnemonic device). Dengan demikian, pengertian folklor yaitu potongan dari kebudayaan yang disebarkan dan diwariskan secara tradisional, baik dalam bentuk lisan maupun teladan yang disertai dengan gerak kode atau alat pembantu pengingat.
Menurut Alan Dundes kata berarti sekelompok orang yang mempunyai ciri-ciri pengenal fisik, sosial, dan kebudayaan sehingga sanggup dibedakan dari kelompok-kelompok sosial lainnya. Ciri-ciri pengenal itu antara lain, berupa warna kulit, bentuk rambut, mata pencaharian, bahasa, taraf pendidikan, dan agama yang sama. Namun, yang lebih penting lagi yaitu bahwa mereka telah mempunyai suatu tradisi, yaitu kebudayaan yang telah mereka warisi secara turun-temurun, sedikitnya dua generasi, yang telah mereka akui sebagai milik bersama. Selain itu, yang paling penting yaitu bahwa mereka mempunyai kesadaran akan identitas kelompok mereka sendiri. Kata lore merupakan tradisi dari folk, yaitu sebagian kebudayaan yang diwariskan secara lisan atau melalui suatu teladan yang disertai dengan gerak kode atau alat pembantu pengingat (mnemonic device). Dengan demikian, pengertian folklor yaitu potongan dari kebudayaan yang disebarkan dan diwariskan secara tradisional, baik dalam bentuk lisan maupun teladan yang disertai dengan gerak kode atau alat pembantu pengingat.
(Di Toraja, kaum perempuan berperan dalam ritual pemujaan terhadap yang kuasa dan leluhur pada program Ma’bua)
Perkembangan folklor tidak hanya terbatas pada golongan petani desa, tetapi juga nelayan, pedagang, peternak, pemain sandiwara, guru sekolah, mahasiswa, tukang becak, dan sebagainya. Demikian juga penelitian folklor bukan hanya terhadap orang Jawa, tetapi juga orang Sunda, orang Bugis, orang Menado, orang Ambon dan sebagainya. Bukan hanya untuk penduduk yang beragama Islam, melainkan juga orang Katolik, Protestan, Hindu Dharma, Buddha, bahkan juga Kaharingan (Dayak), Melohe Adu (Nias), dan semua kepercayaan yang ada. Folklor juga berkembang baik di desa maupun di kota, di keraton maupun di kampung, baik pada pribumi maupun keturunan asing, asal mereka mempunyai kesadaran atas identitas kelompoknya.
9 Ciri-Ciri Folklor
Agar sanggup membedakan antara folklor dengan kebudayaan lainnya, harus diketahui ciri-ciri pengenal utama folklor. Folklor mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1. Penyebaran dan pewarisannya biasanya dilakukan secara lisan, yaitu melalui tutur kata dari ekspresi ke ekspresi dari satu generasi ke generasi selanjutnya.
2. Bersifat tradisional, yaitu disebarkan dalam bentuk relatif tetap atau dalam bentuk standar.
3. Berkembang dalam versi yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan penyebarannya secara lisan sehingga folklor gampang mengalami perubahan. Akan tetapi, bentuk dasarnya tetap bertahan.
4. Bersifat anonim, artinya pembuatnya sudah tidak diketahui lagi orangnya.
5. Biasanya mempunyai bentuk berpola. Kata-kata pembukanya misalnya. Menurut sahibil hikayat (menurut yang empunya cerita) atau dalam bahasa Jawa contohnya dimulai dengan kalimat anuju sawijing dina (pada suatu hari).
6. Mempunyai manfaat dalam kehidupan kolektif. Cerita rakyat contohnya mempunyai kegunaan sebagai alat pendidikan, pelipur lara, protes sosial, dan cerminan cita-cita terpendam.
7. Bersifat pralogis, yaitu mempunyai kecerdikan sendiri yang tidak sesuai dengan kecerdikan umum. Ciri ini terutama berlaku bagi folklor lisan dan sebagian lisan.
8. Menjadi milik bersama (colective) dari masyarakat tertentu.
9. Pada umumnya bersifat lugu atau polos sehingga seringkali kelihatannya garang atau terlalu sopan. Hal itu disebabkan banyak folklor merupakan proyeksi (cerminan) emosi insan yang jujur.
Dalam mempelajari kebudayaan (culture) kita mengenal adanya tujuh unsur kebudayaan universal yang mencakup sistem mata pencaharian hidup (ekonomi), sistem peralatan dan perlengkapan hidup (teknologi), sistem kemasyarakatan, bahasa, kesenian, sistem pengetahuan, dan sistem religi. Menurut Koentjaraningrat
setiap unsur kebudayaan universal tersebut mempunyai tiga wujud, yaitu:
1. wujud sistem budaya, berupa gagasan, kepercayaan, nilainilai, norma, ilmu pengetahuan, dan sebagainya;
2. wujud sistem sosial, berupa tindakan sosial, sikap yang berpola menyerupai upacara, kebiasaan, tata cara dan sebagainya;
3. wujud kebudayaan fisik.
Jan Harold Brunvand, spesialis folklor Amerika Serikat, membagi folklor ke dalam tiga jenis kelompok besar berdasarkan tipenya yaitu folklor lisan, sebagian lisan, dan bukan lisan.
1. Folklor Lisan
Folklor jenis ini dikenal juga sebagai fakta mental (mentifact) yang mencakup sebagai berikut:
(1) bahasa rakyat menyerupai logat bahasa (dialek), slang, bahasa tabu, otomatis;
(2) ungkapan tradisional menyerupai peribahasa dan sindiran;
(3) pertanyaan tradisonal yang dikenal sebagai teka-teki;
(4) sajak dan puisi rakyat, menyerupai pantun dan syair;
(5) dongeng prosa rakyat, dongeng prosa rakyat sanggup dibagi ke dalam tiga golongan besar, yaitu: mite (myth), legenda (legend), dan dongeng (folktale), menyerupai Malin Kundang dari Sumatra Barat, Sangkuriang dari Jawa Barat, Roro Jonggrang dari Jawa Tengah, dan Jaya Prana serta Layonsari dari Bali;
(6) nyanyian rakyat, menyerupai “Jali-Jali” dari Betawi.
2. Folklor sebagian Lisan
Folklor ini dikenal juga sebagai fakta sosial (sosiofact), mencakup sebagai berikut:
(1) kepercayaan dan takhayul;
(2) permainan dan hiburan rakyat setempat;
(3) teater rakyat, menyerupai lenong, ketoprak, dan ludruk;
(4) tari rakyat, menyerupai tayuban, doger, jaran, kepang, dan ngibing, ronggeng;
(5) susila kebiasaan, menyerupai pesta selamatan, dan khitanan;
(6) upacara tradisional menyerupai tingkeban, turun tanah, dan temu manten;
(7) pesta rakyat tradisional menyerupai higienis desa dan meruwat.
3. Folklor Bukan Lisan
Folklor ini juga dikenal sebagai artefak mencakup sebagai berikut:
(1) arsitektur bangunan rumah yang tradisional, menyerupai Joglo di Jawa, Rumah Gadang di Minangkabau, Rumah Betang di Kalimantan, dan Honay di Papua;
(2) seni kerajinan tangan tradisional,
(3) pakaian tradisional;
(4) obat-obatan rakyat;
(5) alat-alat musik tradisional;
(6) peralatan dan senjata yang khas tradisional;
(7) masakan dan minuman khas daerah. (buku sejarah)
Advertisement
Baca juga:
Advertisement
EmoticonEmoticon