Nih Macam-Macam Teknik Untuk Mencetak (Seni Grafis)

Share:
1. Cetak Saring (Silkscreen)
       Cetak saring merupakan salah satu teknik mencetak yang umum dikenal orang dengan nama sablon. Teknik yang digunakan yaitu mencetak dengan memakai cetakan yang terbuat dari kasa (screen) yang terpasang pada rangka.
       Kasa (screen) ini bersifat elastis, lentur, dan halus. Cetak saring pada umumnya digunakan dalam pembuatan spanduk, poster, dan kaos. Screen yang digunakan untuk menyablon sangat beragam. Hal itu terlihat dari segi kualitasnya dengan sifat-sifatnya yang berbeda. Untuk memilih perbedaan screen, digunakan abjad “T”. Berikut ini beberapa contoh tipe screen yang digunakan untuk menyablon.
• T 55, yaitu tipe screen yang sifatnya banyak meloloskan tinta alasannya yaitu poriporinya besar. Tipe ini digunakan untuk mencetak gambar pada handuk atau karung gula.
• T 90, yaitu tipe screen dengan pori-pori yang agak rapat. Tipe ini banyak digunakan untuk mencetak kaos dan spanduk.
• T 120, yaitu tipe screen dengan pori-pori yang lebih rapat. Tipe ini biasanya digunakan untuk mencetak pada permukaan kayu lapis, kertas karton, dan kulit.
• T 150, yaitu tipe screen yang banyak digunakan untuk mencetak pada permukaan materi serat ( fiber), formika, dan imitasi. 

       Seniman yang memakai teknik cetak saring dalam menghasilkan karya seni antara lain Josef Albers, Chuck Close, Ralston Crawford, Robert Indiana, Roy Lichtenstein, Julian Opie, Robert Rauschenberg, Bridget Riley, Edward Ruscha, dan Andy Warhol.

2. Cetak Tinggi (Cetak Timbul)
       Cetak tinggi atau cetak timbul yaitu cara menciptakan pola cetak dengan membentuk gambar pada permukaan media cetak secara timbul. Contoh yang paling sederhana dari teknik ini yaitu stempel atau cap. Media yang umum digunakan untuk menciptakan cetak tinggi yaitu kayu lapis/triplek, hardboard, metal,
karet (linoleum), dan papan kayu.
       Teknik cetak tinggi yang paling popular yaitu seni gra fis cukilan kayu (woodcut). Teknik ini telah dikenal oleh orang Koptia di Mesir pada era ke-14 M. Orang Eropa memakai teknik ini untuk menciptakan hiasan pada kain tenun. Seni ini juga digunakan sebagai media cetak abjad dan buku. Salah seorang penggerak yang berjasa dalam inovasi seni mencetak yaitu Johanes Gutenberg (1400–1468) dari Jerman.
Ada pula seniman (grafikus) yang memakai media teknik cetak tinggi untuk menciptakan karyanya. Mereka adalah Albrecht Durer, L. Granach, H. Holbein, HB. Grien (Jerman), Kastuhista Hokusai, Ando Hirosige (Jepang). Adapun gra fikus Indonesia yang memakai cetak tinggi dalam berkarya antara lain Kaboel Suadi, Edi Sunaryo, dan Andang Supriadi.
 

3. Cetak Datar (Lithography)
       Lithography berasal dari bahasa Yunani, yaitu lithos (batu) dan graphien (menulis). Lithography merupakan seni gra fis cetak datar dengan memakai pola cetak dari lempengan kerikil kapur. Media batu kapur digunakan alasannya yaitu mempunyai sifat sanggup menghisap tinta cair dan lemak.
       Seniman yang memakai teknik ini antara lain George Bellows, Pierre Bonnard, Honoré Daumier, M.C. Escher, Ellsworth Kelly, Willem de Kooning, Joan Miró, Edvard Munch, Emil Nolde, Pablo Picasso,
Odilon Redon, Henri de Toulouse-Lautrec, adn Stow Wengenroth.
 

4. Cetak Dalam
       Teknik cetak dalam yaitu salah satu teknik seni gra fis dengan menggunakan pola cetak dari logam tembaga. Teknik pembuatan cetak dalam yaitu dengan
ditoreh atau digores langsung. Ada pula yang memakai larutan senyawa asam nitrit yang bersifat korosit terhadap logam tembaga. Seni gra fis cetak dalam terbagi ke dalam beberapa bagian, yaitu engraving, etsa, mezzotint, dan drypoint.
a) Engraving
    Engraving dikembangkan di Jerman sekitar 1430 dari ukiran halus yang digunakan oleh para tukang emas untuk mendekorasi karya mereka. Untuk melaksanakan teknik ini, seseorang harus mempunyai keterampilan alasannya yaitu harus memakai alat yang disebut burin. Penggunaan alat ini dianggap cukup rumit.
Burin digunakan untuk mengukir logam. Seluruh, permukaan plat logam diberi tinta. Kemudian, tinta dibersihkan dari permukaan sehingga yang tertinggal hanya tinta yang berada di garis yang diukir. Setelah itu, plat logam ditaruh pada alat press bertekanan tinggi bersama dengan lembaran kertas (seringkali dibasahi untuk melunakkan). Selanjutnya kertas mengambil tinta dari garis engraving (bagian yang diukir) dan menghasilkan karya cetak.
b) Etsa (Etching)
    Etsa merupakan teknik cetak yang memakai media cetak berupa lempengan tembaga. Untuk pembuatan klise pola cetak dilakukan dengan memakai larutan asam nitrat (HNO3) yang bersifat korosit terhadap tembaga.
Penemu teknik ini yaitu Daniel Hopfer (sekitar 1470–1536) dari Augsburg, Jerman. Ia mendekorasi baju besinya dengan teknik ini. Jika dibandingkan dengan engraving, etsa mempunyai kelebihan, yaitu tidak seperti engraving yang memerlukan ketrampilan khusus dalam pertukangan logam. Etsa relatif gampang dipelajari oleh seniman yang terbiasa menggambar. Hasil cetakan etsa umumnya bersifat linear dan seringkali mempunyai detail dan kontur halus. Garis bervariasi dari halus hingga kasar.
Pengerjaan awal teknik ini adalah selembar plat logam (biasanya tembaga, seng atau baja) ditutup dengan lapisan semacam lilin. Kemudian, lapisan tersebut digores dengan jarum etsa yang runcing
sehingga bab logamnya terbuka. Plat tersebut kemudian dicelupkan dalam larutan asam atau larutan asam disapukan di atasnya. Asam akan mengikis bab plat yang digores (bagian logam yang terbuka/tak terlapisi). Setelah itu, lapisan yang tersisa dibersihkan dari plat, dan proses pencetakan selanjutnya sama dengan proses pada engraving.
c) Mezzotint
    Mezzotint merupakan teknik cetak dengan plat logam yang terlebih dahulu dibentuk bernafsu permukaannya secara merata. Gambar dibentuk dengan mengerok halus permukaan logam dengan menciptakan efek gelap ke terang. Gambar juga sanggup dibuat dengan mengasarkan bab tertentu saja, bekerja dari warna jelas ke gelap. Alat yang digunakan untuk teknik ini adalah rocker. Metode mezzotint ditemukan oleh
Ludwig von Siegen (1609–1680). Proses ini digunakan secara luas di Inggris mulai pertengahan era ke-18 M untuk mereproduksi foto dan lukisan.

d) Drypoint
    Drypoint merupakan variasi dari engraving. Teknik ini disebut dengan tabrakan pribadi menggunakan alat runcing. Goresan drypoint akan meninggalkan kesan bernafsu pada tepi garis. Kesan ini memberi ciri kualitas garis yang lunak dan kadang kala berkesan kabur. Drypoint hanya berkhasiat untuk jumlah edisi yang sangat kecil, sekitar sepuluh hingga dua puluh karya alasannya yaitu tekanan alat press dengan cepat merusak kesan kabur yang telah dibuat. Untuk mengatasi ini, penggunaan electro-plating (pelapisan secara elektrik dengan materi logam lain) telah dilakukan semenjak abad ke-19 M untuk mengeraskan permukaan plat.


    Teknik ini ditemukan oleh seorang seniman Jerman selatan pada era ke-15 M yang mempunyai julukan Housebook Master. Semua karya yang ia hasilkan memakai teknik drypoint. Beberapa seniman dunia yang memakai teknik ini yaitu Albrecht Durer dan Rembrandt. (bse seni rupa Rachmat Suhernawan Rizal Ardhya Nugraha)
Advertisement
Advertisement


EmoticonEmoticon