Konten [Tampil]
Agar kita lebih gampang dalam memutuskan akor apa yang semestinya kita gunakan dalam mengiringi suatu melodi lagu yang akan kita aransemen kita perlu memperhatikan beberapa hal berikut.
a. Pola birama ,
b. Pola Melodi ,
c. Tangga nada , serta sifat/jiwa lagu.
a. Pola Birama
Pola birama yang lazim dipakai pencipta lagu kebanyakan adalah:
1. Pola 2 yaitu: 2/4 , 2/2
Contoh: Lg. Hari Merdeka Cipt. : H. Mutahar
Untuk lagu-lagu yang menggunakan pola ini , biasanya akor ditaruh dan diputuskan oleh nada melodi yang terletak pada ketukan pertama tiap biramanya. Nada melodi pada ketukan kedua bisa pula diberi akor selaku variasi.
2. Pola 3 yaitu: 3/4
Contoh : Lg Melati Suci Cipt. H. Singgih
Untuk lagu-lagu yang mengunakan pola ini biasanya akor ditaruh dan diputuskan oleh nada melodi yang terletak pada ketukan pertama. Pada nada melodi yang terletak pada ketukan ketiga , bisa kita tambahkan akor sesuai keperluan ataupun kreativitas arranger.
3. Pola 4 yaitu: 4/ 4
Contoh: Lg. Maju Tak Gentar Cipt. : C. Simanjuntak
Lagu yang menggunakan pola ini lazimnya akor pengiringnya ditaruh dan diputuskan oleh nada yang terletak pada ketukan pertama dan ketiga.
4. Pola 6 yaitu: 6/ 8
Contoh: Lg. Naik-Naik Ke Puncak Gunung Cipt: NN
Lagu yang menggunakan pola ini , nada melodi yang terletak pada ketukan pertama menjadi prioritas penentuan akor. Meskipun demikian , banyak pula arranger yang memutuskan akor pengiring dengan aliran pada nada melodi yang terletak pada ketukan pertama dan kedua.
b. Susunan Melodi Lagu
Suatu lagu tersusun dari beberapa melodi. Melodi-melodi tersebut disusun dari beberapa nada. Interval antarnada penyusun inilah yang memutuskan akor mana yang semestinya diseleksi selaku pengiringnya. Ada beberapa aliran untuk memutuskan akor mana yang semestinya diseleksi selaku pengiring. Pedoman tersebut antara lain:
1). Akor tingkat I disebut Akor Tonika tersusun dari nada 1-3-5
2). Akor tingkat II disebut Akor Supertonika tersusun dari nada 2-4-6
3). Akor tingakt III disebut Akor Median tersusun dari nada 3-5-7
4). Akor tingakt IV disebut Akor Sub-Dominan tersusun dari nada 4-6-1
5). Akor tingakt V disebut Akor Dominan tersusun dari nada 5-7-2
6). Akor tingakt VI disebut Akor Sub-Median tersusun dari nada 6-1-3
7). Akor tingakt VII disebut Akor LeadingTone tersusun dari nada 7-2-4
Dari beberapa pola di atas , kita tahu bahwa nyaris dalam semua pola birama akor diputuskan oleh nada melodi yang tertulis pada ketukan pertama tiap biramanya. Akor yang kita pilih selaku pengiring merupakan akor yang tersusun dari nada-nada penyusun melodi tersebut. Contohnya merupakan kalau nada melodi yang terletak pada ketukan pertama tersebut merupakan 1 (do) maka alternatif opsi akornya adalah: Akor tingkat I yang tersusun atas nada 1-3-5 atau tingkat IV yang tersusun atas ada 4-6-1 ataupun akor tingkat VI yang tersusun dari nada 6-1-3. Hal ini berlaku pula untuk ketukan ketiga pada pola birama 3/4 dan 4/4 , ataupun ketukan kedua untuk pola birama 2/4 dan 6/8.
Dari aliran pertama , kita tahu bahwa setiap nada melodi pada ketukan pertama memiliki banyak kemungkinan akor yang sanggup dijadikan selaku pengiring. Dari banyak sekali kemungkinan tersebut , kita pelu memutuskan satu yang paling tepat. Pedoman berikutnya yang perlu kita amati merupakan nada-nada lain yang menyusul dan mendahului nada pada ketukan pertama tersebut. Coba amati beberapa nada penyusun melodi berikut ini.
a. Jika nada melodi yang mengikuti nada pada ketukan pertama atau ketiga mendukung pada salah satu akor , akor tersebut sanggup kita pilih. Dengan kata lain , nada-nada penyusun akor tersebut sanggup merangkum atau meliputi nada-nada penyusun melodi lagu yang akan diiringinya. Dalam pola berikut ada dua nada yang menunjuk pada opsi akor tertentu , maka akor tersebut dipilih
b. Jika nada melodi yang mengikuti nada pada ketukan pertama atau ketiga tidak merujuk pada salah satu akor tertentu (tersusun dari dua nada tersebut) maka arranger (kita) bebas memutuskan salah satu akor yang lebih sesuai dengan akor pada birama sebelum atau sesudahnya.
c. Jika nada pada ketukan pertama atau ketiga merupakan tanda istirahat atau perpanjangan dari nada sebelumnya maka kita sanggup memutuskan akor selaku pengiringnya merupakan akor pengiring yang dipakai oleh nada melodi sebelumnya tersebut. Perhatikan pola berikut.
d. Perlu diamati juga bahwa sebagian besar lagu pada permulaan dan balasannya menggunakan akor tingkat I. Maka dari itu , kita sanggup menegaskan bahwa kalau terdapat beberapa opsi akor yang bisa menjadi pengiring , kita akan memutuskan akor tingkat I pada birama awal/penutup ini selaku pengiringnya.
Sebagai pemula , akan sungguh menolong kalau kita dalam menuntut ilmu memutuskan akor mana yang akan dipakai dari beberapa alternatif opsi , kita coba apalagi dulu satu per satu. Cara mencobanya merupakan dengan memainkan melodi bareng salah satu akor dari beberapa opsi yang ada/mungkin Setelah itu , gres kemudian kita pilih yang sempurna atau yummy untuk didengarkan.
Beberapa ketentuan/pedoman ini sungguh bersifat relatif. Maka tidak mengherankan dan tidak salah kalau akan terjadi perbedaan hasil dalam aransemen akor antara satu orang dengan orang lain meskipun melodi ataupun lagu yang diaransemen sama.
c. Tangga Nada dan Sifat Jiwa Lagu.
Dalam mengenal dan menuntut ilmu mengaransemen lagu , kita perlu dengan teliti mencermati pula tangga nada yang dipakai dalam lagu tersebut. Hal-hal yang perlu diamati tersebut antara lain.
Lagu yang akan kita aransemen tersebut menggunakan tangga nada Mayor atau Minor. Kita tahu bahwa tangga nada mayor memiliki ciri khas nada yang mengawalinya merupakan 1 atau 3 atau 5 dan akor iringannya merupakan akor tingkat I. Sementara itu , kita tahu pula bahwa tangga nada minor memiliki ciri khas melodi yang memulai serta menuntaskan lagu merupakan nada 6 atau 1 atau 3 , maka akor yang kita gunakan merupakan akor tingkat iii. Sebagai pola , amati melodi lagu Maju Tak Gentar dan lagu Syukur. Lagu Maju Tak Gentar merupakan lagu yang bertangga nada mayor. Sedangkan lagu Syukur merupakan pola lagu yang bertangga nada minor. Pada lagu yang bertangga nada mayor , akor pengiringnya lebih secara biasa dikuasai menggunakan akor mayor yakni akor tingkat I , IV dan V. Sedangkan untuk lagu yang bertangga nada minor lebih secara biasa dikuasai mengguna akor minor yakni akor tingkat ii , iii , dan vi.
Jika kita hendak mengaransemen lagu untuk suatu paduan bunyi , kita mesti memperhatikan ambitus masing-masing bunyi baik Sopran , Alto , Tenor maupun Bas. Hal ini perlu ditangani mudah-mudahan tidak terjadi bahwa melodi hasil aransemen kita tidak dapat dinyanyikan , entah alasannya terlalu tinggi atau terlalu rendah. Karena argumentasi itu , kesanggupan untuk melakuan pergeseran nada dasar (transposisi) sungguh dibutuhkan baik bagi arranger ataupun bagi pemain akor pengiring.
Tabel di bawah merupakan susunan tingkatan akor yang dapat dipakai kalau akan melakukan pergeseran tangga nada. Tabel ini juga sanggup dipakai untuk memutuskan akor apa yang dimainkan. Lambang akor pengiring yang dipakai dalam tabel ini merupakan simbol angka Romawi.
Untuk langkah berikutnya seorang arranger mesti memperhatikan pula syair suatu lagu. Langkah ini berhubungan akrab dengan pengertian dan tampilan jiwa serta sifat lagu. Dengan langkah ini pula seorang arranger dibebaskan dari kesalahan dalam memutuskan akor pengiringnya (akor riang / atau sedih). Sebagai pola misalnya lagu-lagu yang bergairah seumpama lagu mars maka akor mayor mesti lebih secara biasa dikuasai selaku penggiringnya. Sedangkan untuk lagu yang condong duka , akor penggiringnya lebih secara biasa dikuasai akor minor.
:
Advertisement
Baca juga:
Advertisement
EmoticonEmoticon