Mengenal Suku Jawa Tengah : Struktur Sosial Dan Kepercayaannya - Seni Budayaku

Share:
Konten [Tampil]
Penduduk orisinil Provinsi Jawa Tengah yakni suku bangsa Jawa. Hampir 98% lebih penduduk Provinsi Jawa Tengah berasal dari suku Jawa. Inilah suku paling besar yang mendiami wilayah Provinsi Jawa Tengah. Daerah penyebarannya pun merata , mulai dari pesisir pantai hingga kawasan pegunungan. Bukan cuma ada di Provinsi Jawa Tengah , suku bangsa Jawa ini juga mendominasi seluruh Pulau Jawa.

suku-bangsa-jawa-di-jawa-tengah
Suku Bangsa Jawa di Jawa Tengah
Dalam pergaulan sehari-hari suku bangsa Jawa terikat dalam aneka macam tata cara nilai. Sistem nilai sanggup diartikan selaku hukum atau norma yang disepakati bareng , baik tertulis atau tidak tertulis. Sistem nilai ini didasarkan pada bahasa , struktur sosial , dan kekerabatan. Tiap-tiap tata cara nilai menertibkan antara yang bagus dan buruk atau yang boleh dijalankan dan dilarang dilakukan. Sistem nilai inilah yang mewarnai kehidupan penduduk suku bangsa Jawa. Masyarakat suku bangsa Jawa sungguh menjunjung tinggi nilai-nilai tersebut.

Struktur Sosial Masyarakat Suku Jawa

Ada tiga golongan dalam struktur sosial penduduk suku bangsa Jawa , yakni golongan bendara , bangsawan , dan wong cilik. Golongan bendara berasal dari kelompok keluarga keraton dan bangsawan. Golongan bangsawan terdiri atas pegawai negeri dan kaum terpelajar. Golongan wong cilik ialah golongan orang pada biasanya , seperti: petani , pedagang , nelayan , tukang , pekerja bangunan , dan buruh. Secara bertingkat , bendara dan bangsawan ialah golongan lapisan atas. Sebaliknya , golongan wong cilik menjadi lapisan bawah.

status-sosial-masyarakat-suku-jawa-di-jawa-tengah
Status Sosial Masyarakat Suku Jawa di Jawa Tengah
Adanya tata cara pelapisan ini sungguh memengaruhi hak dan keharusan dalam bermasyarakat. Dalam hal bahasa misalnya. Orang yang berada pada lapisan atas tidak mesti menggunakan bahasa krama untuk mengatakan dengan orang dari golongan bawah. Mereka cukup menggunakan bahasa Ngoko atau Ngoko Alus. Namun sebaliknya , orang dari lapisan bawah mesti menggunakan bahasa Krama ketika mengatakan dengan orang dari lapisan atas. Perbedaan penggunaan bahasa juga berlaku ketika mengatakan dengan orang yang lebih bau tanah atau lebih muda.

Kepercayaan Masyarakat Suku Jawa

Masyarakat suku bangsa Jawa lebih banyak didominasi menganut agama Islam. Penganut agama ini terbagi atas dua golongan , yakni Islam santri dan Islam abangan. Istilah Islam santri digunakan untuk menyebut orang yang mengerjakan agama Islam sesuai dengan syariat yang ditentukan. Istilah Islam abangan digunakan untuk menyebut orang yang tidak mengerjakan salat wajib dan salat Jumat. Namun begitu , mereka tetap melaksanakan ibadah-ibadah yang lain , seperti: puasa bulan mulia dan mengeluarkan duit zakat. Selain itu , dalam kehidupan sehari-harinya masih melaksanakan beberapa tradisi lama. Tradisi ini ialah warisan nenek moyang yang bersumber dari agama Hindu dan Buddha. Contoh yang masih sering dijumpai yakni sokongan sesaji di tempat-tempat tertentu , seperti: persimpangan jalan , pohon besar , dan tempat-tempat keramat lainnya. Islam abangan biasa disebut Islam KTP (kartu tanda penduduk).

Komunitas Masyarakat Samin

Dalam dominasi suku bangsa Jawa , ada suatu komunitas penduduk yang unik. Lokasinya berada di Kabupaten Blora , Pati , dan sekitar perbatasan Provinsi Jawa Timur. Komunitas tersebut berjulukan Samin. Ada yang menyebut suku bangsa Samin , tetapi penyebutan suku bangsa ini kurang tepat. Secara etnis , penduduk Samin sama dengan suku bangsa Jawa. Sebagian andal menyatakan bahwa Samin ialah suatu komunitas budaya. Komunitas ini tenar dengan istilah sedulur sikep. Kejujuran dan kesahajaan yakni citra penduduk Samin.

Pada mulanya Samin yakni suatu gerakan moral pada masa penjajahan Belanda. Komunitas Samin ini berkembang sekitar tahun 1870 dari suatu desa di kawasan Randublatung , Kabupaten Blora. Gerakan ini dipicu dikala Belanda melaksanakan pematokan tanah untuk ekspansi hutan jati. Belanda juga menawan pajak dari hasil hutan tersebut. Program ini ditentang penduduk sekitar hutan. Pelopornya yakni Samin Surosentiko. Ada pula yang menyebut dengan nama Samin Surontiko atau Raden Kohar. Tokoh yang lahir tahun 1859 ini berasal dari Randublatung.

orang-samin-di-jawa-tengah
Orang Samin di Jawa Tengah
Penghidupan mereka sungguh bergantung pada alam sekitar , baik hasil hutan maupun sawah. Kehidupan sehari-hari orang Samin cuma berkutat antara rumah , sawah , dan hutan. Orang Samin sungguh menangkal diri dengan orang luar. Jarang sekali mereka keluar desa atau bermitra dengan orang luar. Kalau tidak sungguh penting , orang Samin tidak keluar desa. Dalam soal keyakinan , orang Samin juga memercayai adanya Tuhan. Mereka menyebutnya dengan Sang Hyang Wenang. Kalau ditanya soal agama , orang Samin akan menjawab ”agama Adam”.

Beberapa Suku Pendatang di Jawa Tengah

Selain suku orisinil , di Provinsi Jawa Tengah juga terdapat suku pendatang. Suku pendatang berasal dari beberapa suku bangsa lain di Indonesia , seperti: suku bangsa Madura , Sunda , Batak , Bali , Padang , Banjar , dan Makassar. Ada juga pendatang dari negara-negara lain , seperti: Cina , Arab , India , Inggris , dan Belanda.

Suku-suku bangsa tersebut berdomisili mengelompok dalam wilayah tertentu. Ada juga yang berbaur dengan warga asli. Wilayah permukimannya kadang diberi nama sesuai dengan nama suku bangsanya. Contohnya Kampung Banjar di Kelurahan Dadapsari , Semarang Utara , yakni tempat berdomisili pendatang dari suku bangsa Banjar. Komunitas suku bangsa Banjar sanggup pula dijumpai di Kota Surakarta , tepatnya di Kampung Jayengan. Selain itu , di Kota Solo juga sanggup dijumpai komunitas suku bangsa pendatang yang lain , seperti: keturunan Belanda di Loji Wetan , Arab di Pasar Kliwon , Madura di Sampangan , dan suku Bali di Kebalen.

Komunitas suku bangsa Cina dan Arab telah ada sejak zaman kerajaan. Kedua suku pendatang ini masuk ke Pulau Jawa selaku bangsa pedagang. Saat itu , kerajaan-kerajaan di tanah Jawa mengadakan kontak jualan dengan mereka. Untuk wilayah Provinsi Jawa Tengah , eksistensi etnis Tionghoa tidak sanggup dipisahkan dengan dongeng Laksamana Cheng Ho (Sam Po Kong). Cheng Ho yakni laksamana dan diplomat ulung delegasi Kaisar Yung Lo (Dinasti Ming) untuk memperluas dampak Cina. Dalam perjalanannya ke Indonesia tahun 1410 dan 1416 , Cheng Ho sempat mendarat di Semarang. Pantai Simongan yakni tempat yang didarati Cheng Ho dan pasukannya. Tujuannya untuk mendatangi raja Majapahit di Kota Semarang dan membuatkan agama Islam.

patung-laksamana-cheng-ho-di-kota-semarang
Patung Laksamana Cheng-ho di Kota Semarang
Sebagian besar warga pendatang melakukan pekerjaan di sektor informal. Jasa dan jual beli ialah dua sektor yang banyak ditekuni. Kita kerap menjumpai warung Padang. Ya , dari namanya saja telah menerangkan bahwa pemiliknya yakni warga keturunan Padang , Sumatra Barat. Pendatang dari suku bangsa Madura tenar dengan satai ayam , nasi goreng suramadu , atau potong rambutnya.

Kita juga telah paham bahwa sebagian besar etalase di mal atau swalayan dimiliki warga keturunan. Etnis Cina mendominasi pusat-pusat perbelanjaan tersebut. Bukan cuma itu , setiap pasar tradisional pun tidak lepas dari keterlibatan mereka. Warga keturunan Arab dan India banyak menggeluti jual beli kain. Tidak sedikit peranan suku bangsa pendatang dalam menggerakkan roda perekonomian Provinsi Jawa Tengah.

:
Mengenal Kebudayaan Daerah Jawa Tengah
Pakaian Adat Jawa Tengah Lengkap , Gambar dan Penjelasannya
Bahasa Daerah Jawa Tengah Lengkap Penjelasannya
Upacara Adat Tradisional Daerah Jawa Tengah dan Penjelasannya
Rumah Adat Daerah Jawa Tengah Lengkap , Gambar dan Penjelasannya
Advertisement
Advertisement


EmoticonEmoticon