Konten [Tampil]
Dalam kehidupan sehari-hari penduduk Provinsi Kepulauan Bangka Belitung masih terikat oleh banyak sekali upacara moral atau tradisional. Seperti halnya dengan provinsi lain , di provinsi ini juga terdapat upacara moral yang berafiliasi dengan lingkaran hidup insan , menyerupai kelahiran , menjelang cukup umur , perkawinan , dan kematian.
Upacara Adat Masa Kelahiran
Seperti dimengerti bahwa sebagian besar penduduk di provinsi ini memeluk agama Islam. Oleh lantaran itu , tidaklah mengherankan jikalau upacara moral pada masa kelahiran di provinsi ini dipengaruhi oleh pedoman Islam. Setelah bayi lahir ia dibersihkan oleh bidan. Apabila bayi itu laki-Iaki , ia akan diazankan oleh ayah atau datuknya di indera pendengaran kanan. Sementara itu , jikalau bayi itu perempuan , ia akan diiqamatkan di indera pendengaran kiri. Selanjutnya , bidan memotong tali pusar. Setelah itu , bidan akan memandikan bayi tersebut.
Setelah bayi dimandikan , ari-ari yang sudah terpisah ditanam dengan tepat oleh suami sebagaimana upacara penguburan jenazah. Biasanya dikuburkan di lingkungan sekitar rumahnya. Hal itu lantaran ari-ari tersebut dianggap selaku kerabat kembar ketika dalam kandungan. Penguburan tersebut dimaksudkan mudah-mudahan Si bayi gampang dikontrol oleh orang tuanya apabila sudah dewasa. Di samping itu , ari-ari mesti ditanam di dalam pekarangan rumah untuk menyingkir dari penyalahgunaan orang-orang jahat yang memicu ari-ari tersebut selaku salah satu tolok ukur dalam ilmu sihir.
Selanjutnya , setelah bayi berusia beberapa hari dijalankan upacara Aqiqoh sekaligus Upacara pemberian nama terhadap bayi tersebut. Upacara ini ditandai dengan menyembelih seekor kambing untuk bayi perempuan dan dua ekor kambing untuk bayi laki-laki. Pada di seketika berjalan upacara cukur rambut bayi.
Upacara Adat Masa Menjelang Dewasa
Seorang anak lelaki yang sudah bakir baliq (kira-kira berumur 10-12 tahun) dikhitan atau disunat. Ketika hari pelaksanaan khitan sudah diputuskan , lazimnya keluarga memanggil para kerabat dan keluarga serta mengadakan kenduri atau syukuran. Sebelum dikhitan , apalagi dulu anak yang akan disunatkan mengenakan gaun pengantin dan diarak. Anak tersebut ditandu di atas dingklik yang khusus dibentuk untuk kebutuhan tersebut. Setelah pawai selesai , anak pun siap dikhitan.
Upacara Adat Masa Perkawinan
Pengaruh budaya Melayu memang begitu kental di provinsi ini. Pengaruh budaya Melayu juga terasa pada upacara janji nikah moral di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Misalnya saja dalam moral janji nikah di Pulau Belitung. Dalam moral janji nikah Belitung tidak mesti lelaki melamar wanita. Akan tapi , perempuan pun boleh melamar lelaki , pendamping hidupnya. Dalam penduduk Pulau Belitung tidak mesti lelaki yang lebih banyak didominasi dibanding perempuan , begitu juga sebaliknya. Semuanya teratasi lewat kontrak kedua belah pihak.
Pelaksanaan upacara janji nikah moral Belitung lazimnya memerlukan waktu tiga hari tiga malam. Bahkan , pelaksanaan upacara itu sanggup meraih tujuh hari tujuh malam. Hari pertama merupakan saatnya mengetuk pintu. Pada hari pertama kandidat pengantin lelaki tidak dibarengi oleh kedua orang tuanya. Sang mempelai didampingi oleh kerabat ayah atau ibunya. Rombongan mempelai lelaki pun tidak lantas begitu saja masuk ke dalam rumah mempelai wanita. Ada tiga pintu yang mesti mereka lewati. Di Belitung hal ini dimengerti dengan perumpamaan Berebut Lawang.
Di pintu pertama ini , sebaris pantun diucapkan oleh rombongan pengantin pria. Tuan rumah pun membalasnya dengan sebaris pantun yang diwakili oleh tukang tanak , orang yang mengolah masakan nasi. Kemudian , program berbalas pantun pun berlanjut. Intinya merupakan menyodorkan maksud kemunculan rombongan tamu yang didengarkan oleh tukang tanak. Namun , bukan memiliki arti rintangan sudah usai. Masih ada dua pintu lagi yang mesti dilalui rombongan mempelai pria.
Di pintu kedua mereka mesti berhadapan dengan Pengulu gawai , yang merupakan pemimpin hajatan. Acara berbalas pantun kembali dilakukan. Pengulu gawai pun menanyakan maksud kemunculan rombongan tamu. Dua pintu yang sudah dilalui oleh rombongan pengantin lelaki belumlah cukup. Masih tersisa satu pintu lagi. Pada pintu ketiga ini dikawal oleh Mak Inang , seorang juru rias pengantin.
Mak lnang menanyakan barang bawaan atau sire rombongan tamu yang akan meminang. Dengan sire memiliki arti keluarga besar rombongan tamu mempunyai niat mengikat tali persaudaraan. Lewat pintu ini , barulah rombongan tamu merasa lega. Antaran dan tipak yang dibawa rombongan tamu pun beralih tangan. Antaran dan tipak tersebut berupa seperangkat tempat sirih lengkap yang menyimpan tujuh belas macam barang. Hal tersebut menggambarkan jumlah rakaat salat dalam sehari. Demikian pula dengan sejumlah duit , yang berkelipatan lima. Angka lima melambangkan jumlah salat wajib bagi kaum muslim. Setelah itu , kandidat pengantin lelaki secepatnya dipertemukan dengan pujaan hatinya yang secepatnya akan dinikahinya. Akad nikah pun digelar.
Pada hari kedua diselenggarakan program bejamu. Acara ini lebih menyiratkan rasa persaudaraan antara dua keluarga yang sudah dipersatukan dalam ikatan janji nikah tersebut. Pada hari kedua ini orang renta pengantin lelaki yang selama ini diwakilkan barulah timbul dan dipertemukan dengan pihak keluarga dan orang renta pengantin wanita. Peran Mak lnang pada hari kedua ini sangatlah besar. Bahkan , sanggup dibilang tugas Mak Inang tersebut sungguh mendominasi. la memandu serangkaian moral janji nikah Belitung. Misalnya saja pada program saling tukar kue. Acara ini mengandung makna bahwa mertua mesti ingat akan menantunya , demikian pula sebaliknya.
Pada hari ketiga pasangan pengantin dimandikan dengan air kembang tujuh rupa. Acara ini dimengerti dengan perumpamaan Mandik besimbor. Pada program ini kedua mempelai menginjak telur. Kemudian , berlari ke arah pelaminan. Gurauan lazim beredar , siapa yang meraih pelaminan apalagi dulu dialah yang mengendalikan roda kehidupan keluarganya kelak.
Upacara Kematian
Ada beberapa prosesi yang mesti dijalankan dalam upacara kematian ini. Prosesi itu pasti sesuai dengan agama yang dianutnya. Bagi pemeluk agama Islam , prosesi yang dijalankan termasuk memandikan mayit , mengkafani mayit , menshalatkan mayit , dan menguburkan jenazah. Pada penduduk di provinsi ini juga terdapat upacara nujuh hari , upacara empat puluh hari , upacara seratus hari , dan seterusnya.
Selain upacara moral yang berafiliasi dengan lingkaran hidup insan , di provinsi ini juga terdapat upacara moral yang berafiliasi dengan acara insan dan lingkungan. Berikut ini beberapa upacara moral yang berafiliasi dengan acara insan dan lingkungan.
Upacara Rebo KasanUpacara moral ini sudah menjadi tradisi bagi penduduk Pulau Bangka , khususnya para nelayan. Upacara ini dilaksanakan selaku perumpamaan rasa syukur sekaligus memohon doa restu terhadap Tuhan Yang Maha Esa mudah-mudahan terhindar dari bala (bencana) sebelum mereka turun ke maritim untuk mencari ikan. Masyarakat yakin bahwa pada hari Rabu di final bulan Shafar , Tuhan menurunkan tragedi sejak terbit fajar hingga terbenam matahari sebanyak 32.000 tragedi , baik besar maupun kecil. Oleh lantaran itu , pada hari itu insan disarankan untuk melakukan doa bareng yang dilanjutkan dengan pencabutan ketupat lepas selaku tanda sudah dicabutnya tragedi yang akan menimpa masyarakat.
Proses ritual dalam upacara ini diawali dengan pencelupan air wafaq (air minum yang sudah diberi doa) oleh tokoh masyarakat. Hal ini selaku simbol untuk mengusir tragedi yang datang. Setelah itu , doa tolak bala dikumandangkan dan dilanjutkan dengan inti ritual. lnti ritual itu merupakan pencabutan ketupat lepas yang dibentuk oleh orang tertentu. Ketupat yang digunakan yang dibikin dari anyaman daun kelapa yang menyisihkan dua ujung.
daun untuk dicabut hingga lepas. Dengan begitu , dua helai daun kelapa kembali menyerupai sebelum dianyam. Bentuk ketupat ini berlainan dengan ketupat biasa. Bila ketupat biasa berupa lingkaran , ketupat lepas berupa panjang. Acara ritual diakhiri dengan makan bareng di dalam masjid dari dulang (seperti nampan atau baki) yang dibawa oleh tiap-tiap warga. Dulang itu berisi ketupat lengkap dengan lauk pauknya , lepet , dan buah-buahan.
Upacara ini biasa dijalankan di wilayah pesisir Pantai Anyer , Kecamatan Merawang , Kabupaten Bangka. Upacara ini dilaksanakan pada hari Rabu terakhir dalam bulan Shafar. Upacara Rebo Kasan adalah citra dari prospek para nelayan mudah-mudahan kuman tangkapan ikan mereka melimpah.
Upacara Buang Jong
Upacara Buang Jong merupakan upacara tradisional yang secara turun temurun dijalankan oleh penduduk suku bangsa Sewang di Kabupaten Belitung. Upacara ini biasa dijalankan menjelang angin demam isu barat yang berembus pada bulan Agustus hingga November. Buang Jong sanggup memiliki arti mencampakkan atau melepaskan bahtera kecil (jong) yang di dalamnya berisi sesajian dan ancak. Ancak adalah replika kerangka rumah-rumahan yang melambangkan tempat tinggal.
Dalam ritual ini para nelayan menyodorkan tuntutan dan doa terhadap Tuhan Yang Maha Esa mudah-mudahan di saat mencari ikan tidak mengalami tragedi alam atau terkena tragedi di maritim , serta mendapat penghasilan ikan yang banyak. Upacara ini lazimnya diadakan di wilayah pantai akrab perkampungan suku bangsa Sewang. Salah satunya di Tanjung Pendam , Kecamatan Tanjungpandan , Kabupaten Belitung.
Upacara Buang Jong dimulai dengan menggelar Berasik. Berasik merupakan prosesi mengontak atau memanggil makhluk halus lewat pembacaan doa. Pembacaan doa itu dipimpin oleh pemuka moral suku bangsa Sewang. Pada di saat prosesi Berasik berjalan akan terlihat tanda-tanda pergantian alam , menyerupai angin yang bertiup kencang atau gelombang maritim yang tiba-tiba begitu besar.
Kemudian , program dilanjutkan dengan Tarian Ancak yang dijalankan di hutan. Pada di saat menari seorang cowok akan menggoyang-goyangkan replika kerangka rumah yang sudah dihiasi dengan daun kelapa ke empat arah mata angin. Tarian ini diiringi dengan bunyi gendang berpadu dengan gong. Tarian ini dimaksudkan untuk memanggil para roh halus , utamanya roh para penguasa lautan untuk ikut bergabung dalam ritual tersebut. Tarian Ancak ini rampung di saat si penari kesurupan dan memanjat tiang tinggi yang disebut jitun.
Jenis tarian lain yang juga dijadikan selaku salah satu rangkaian dalam upacara ini merupakan Tari Sambang Tali. Tarian ini dimainkan oleh sekelompok pria. Tarian ini diambil dari nama burung yang lazim memamerkan tempat banyaknya ikan buruan terhadap para nelayan di laut. Burung ini pula yang akan memamerkan jalan menuju daratan jikalau tersesat.
Upacara pun dilanjutkan dengan ritual Numpak Duyung , yakni mengikatkan tali pada suatu pangkal tombak seraya dibacakan mantra. Setelah itu , dijalankan program perdagangan jong. Pada program ini sanggup dilihat bagaimana orang daratan dan orang maritim saling mendukung dan menjalin kerukunan. Dengan mediator dukun , orang daratan meminta mudah-mudahan orang maritim mendapat banyak rejeki dan orang maritim meminta mudah-mudahan tidak dimusuhi di saat berada di daratan.
Selanjutnya , dijalankan dengan program Beluncong , yakni menyanyikan lagu-lagu khas suku bangsa Sewang dengan pemberian alat musik yang sederhana. Usai melakukan program itu , diteruskan dengan program Nyalui , yakni mengenang arwah orang-orang yang sudah meninggal lewat nyanyian.
Upacara Perang Ketupat
Perang ketupat merupakan salah satu ritual upacara penduduk Pantai Pasir Kuning , Tempilang , Bangka Barat. Upacara ini diadakan pada bulan Sya’ban (perhitungan tahun hijriah) untuk menyambut munculnya bulan Ramadhan umat islam.
Upacara Perang Ketupat dimaksudkan untuk memberi makan para makhluk halus yang diandalkan bertempat tinggal di daratan. Menurut para dukun , para makhluk halus bertabiat baik dan menjadi penjaga Desa Tempilang dari roh-roh jahat. Oleh lantaran itu , mereka mesti diberi makan mudah-mudahan tetap bersikap baik terhadap warga desa.
Hal yang menawan dari upacara ini terlihat pada bungkus acaranya yang sarat dengan tarian (tari Campak , tari Serimpang , tari Kedidi , tari Seramo , dan tari Komei). Selain itu , terdapat upacara pemanis , menyerupai upacara Penimbongan , Ngancak , dan Nganyot Perae. Dalam upacara ini hadirin seakan diajak masuk ke alam mistis di saat mendadak empat dukun bergantian tidak sadar atau trance. Dukun yang satu disadarkan , dukun satunya lagi tidak sadar hingga semua dukun mengalami trance.
Upacara ini memerlukan waktu selama dua hari. Hari pertama upacara dimulai pada malam hari dengan memperlihatkan beberapa tarian tradisional. Tarian tradisional itu mengiringi sesaji untuk makhluk halus yang ditaruh di atas penimbong atau rumah-rumahan dari kayu menangor. Kemudian , para dukun mengawali upacara. Pada hari kedua , upacara Perang Ketupat dimulai dengan memperlihatkan tari Serimbing. Para dukun maritim dan dukun darat pun bersanding membacakan mantra-mantra di depan ketupat yang berjumlah empat puluh buah. Setelah itu , ketupat disusun rapi di atas tikar pandan. Pemuda yang berjumlah dua puluh pun bangun berhadap-hadapan. Mereka saling berebut dan saling lempar ketupat. Setelah situasi berantakan , salah seorang dukun meniup peluit tanda perang ketupat tahap pertama selesai. Setelah itu , dilanjutkan perang ketupat tahap kedua dengan proses yang sama. Upacara Perang Ketupat ini akan diakhiri dengan Upacara Nganyot Perae (upacara menghanyutkan bahtera mainan dari kayu ke laut). Hal itu selaku tanda mengirim para makhluk halus pulang mudah-mudahan tidak mengusik penduduk Tempilang.
Pesta Rakyat Maras Tahun
Pada mulanya upacara ini merupakan program perayaan hari panen bagi para petani padi ladang di Desa Selat Nasik , Pulau Mendanau , Kabupaten Belitung. Namun , dalam perkembangannya berubah tidak hanya untuk memperingati panen padi , tapi juga selaku perumpamaan syukur semua penduduk pulau baik petani maupun nelayan.
Istilah maras sendiri memiliki arti memotong , sedangkan taun memiliki arti tahun. Hal ini mengandung makna bahwa semua penduduk meninggalkan tahun lampau dengan ucapan syukur dan memohon doa untuk semua yang bagus pada tahun selanjutnya.
Upacara ini berjalan selama tiga hari. Sebelum puncak perayaan , penduduk disuguhi bervariasi kesenian dari Desa Selat Nasik , menyerupai Stambul Fajar Khas Belitung , Tari Piring Khas Minang , Teater Dulmuluk. Puncak acaranya dibuka dengan lagu dan Tari Maras Taun yang dibawakan oleh dua belas gadis remaja. Usai tarian dipentaskan dilanjutkan program kesalan. Kesalan mempakan perumpamaan doa syukur atas panen yang sudah dilewati dan tuntutan berkah untuk masa depan. Suasana perayaan makin semarak di saat lepat (makanan dari beras ladang berwarna merah dan berisi potongan ikan atau daging) diperebutkan oleh masyarakat.
Upacara Mandi Belimau
Upacara Mandi Belimau (limau = jeruk) merupakan tradisi bebuyutan pada penduduk Dusun Limbung , Desa Jada Bahri dan Desa Kimak , Kecamatan Merawang , Kabupaten Bangka. Kegiatan ini dijalankan dalam rangka menyambut bulan suci Ramadhan yang lazimnya dilaksanakan sepekan sebelum permulaan puasa. Upacara moral Mandi Belimau dilaksanakan di pinggir Sungai Limbung. Menurut pengertian mereka , lewat upacara Mandi Belimau ini segala sesuatu yang kita harapkan dan kita doakan akan terkabul asalkan sesuai dengan metode yang sudah ditentukan.
:
Rumah Adat Bangka Belitung Lengkap , Gambar dan Penjelasannya
Pakaian Adat Kepulauan Bangka Belitung Lengkap , Gambar dan Penjelasannya
Tarian Tradisional Bangka Belitung Lengkap , Gambar dan Penjelasannya
:
Rumah Adat Bangka Belitung Lengkap , Gambar dan Penjelasannya
Pakaian Adat Kepulauan Bangka Belitung Lengkap , Gambar dan Penjelasannya
Tarian Tradisional Bangka Belitung Lengkap , Gambar dan Penjelasannya
Upacara Kawin Massal
Kawin massal merupakan salah satu moral istiadat peninggalan zaman Kerajaan Sriwijaya yang masih sanggup disaksikan pada penduduk Pulau Bangka. Acara ini diadakan pada hari-hari baik sesuai dengan keyakinan penduduk dan dinamakan demam isu kawin. Musim kawin merupakan suatu pesta kawin massal , setelah panen lada. Di desa-desa wilayah Toboali , program ini amat popular. Dalam sehari lazimnya dinikahkan 15-20 pasang pengantin.
Upacara Adat Sepintu Sedulang
Kata sepintu sedulang merupakan semboyan dan motto penduduk Pulau Bangka yang bermakna adanya persatuan dan kesatuan serta gotong royong. Ritual ini dilaksanakan pada waktu pesta kampung dengan menenteng dulang. Dulang tersebut berisi kuliner untuk dikonsumsi oleh tamu atau semua orang yang ada di masjid. Acara ini lebih dimengerti dengan istilah ”Nganggung” , yakni aktivitas setiap rumah mengirimkan kuliner dengan menggunakan dulang (baki lingkaran besar).
Masih banyak lagi upacara-upacara moral yang lain di provinsi ini , antara lain Ruwah , Kongian , Imlek , Sembahyang Rebut , Sembahyang Kubur , Maulidan , Muharoman , Selikur , Cukur , Idulfitri Puasa , Iduladha , Nujuh Hari , Empat Puluh Hari , dan Seratus Hari.
Advertisement
Baca juga:
Advertisement
EmoticonEmoticon