Konten [Tampil]
Alat Musik Tradisional Nusa Tenggara Timur
Provinsi Nusa Tenggara Timur memiliki beraneka ragam jenis alat musik tradisional. Alat musik ini pada biasanya yang dibikin dari materi hasil alam di daerah Nusa Tenggara Timur. Berbagai macam alat musik petik , tiup , maupun gesek banyak didapatkan di daerah ini. Meskipun alat musik ini memiliki bentuk yang sederhana tetapi bunyi yang dihasilkan cukup indah didengarkan. Berikut ini 10 alat musik tradisional dari Provinsi Nusa Tenggara Timur.1. SASANDO
Sasando merupakan alat musik petik dari Nusa Tenggara Timur. Sasando pada penduduk NTT berfungsi selaku hiburan eksklusif , pengiring kesenian tari , dan selaku penghibur keluarga yang sedang mengadakan pesta. Pada mulanya alat musik sasando memakai tangga nada pentatonis yang dimainkan dengan cara Ofalngga , Teo Renda , Basili , Lendo Ndeo , Foto Boi , Batu Matia , Dae Muris , Te’o Tonak , Hela , Kaka Musu , Tai Benu , dan Ronggeng..
Sasando mengalami pertumbuhan pada kurun 18. Sesuai permintaan zaman penggunaan tangga nada pentatonis pada sasando diganti dengan tangga nada diatonis. Perkembangan sasando diatonis terdapat di daerah Kupang dengan jumlah dawai pada sasando diatonis yang cukup bervariasi , antara lain mirip sasando dengan 24 dawai , 28 , 30 , 32 dan 34 dawai. Kemudian dalam pertumbuhan berikutnya sekitar tahun 1960 untuk pertama kalinya sasando memakai listrik ciptaan pakar seniman sasando di Nusa Tenggara Timur yang berjulukan Edu Pah.
2. HEO
Provinsi Nusa Tenggara Timur memiliki alat musik gesek yang unik berjulukan Heo. Heo merupakan salah satu alat musik tradisional penduduk NTT yang dibentuk dari materi kayu selaku tabung resonansi yang memiliki kegunaan mirip tabung biola. Dawai yang dipakai pada alat musik ini yang dibikin dari usus kuskus yang sudah dikeringkan dan memakai penggesek yang yang dibikin dari ekor kuda yang dirangkai pada busur kayu.
Alat musik Heo memiliki 4 dawai , masing-masing berjulukan Tain Mone , atrinya tali pria (dawai 1 , bernada sol ) , Tain Ana , artinya tali anak (dawai 2 , bernada re) , Tain Feta , artinya tali perempuan (dawai 3 , bernada la) , dan Tain Enf , yang artinya tali induk (dawai 4 , bernada do).
3. LEKO BOKO/ BIJOL
Leko Boko/ Bijol berasal dari Nusa Tenggara Timur. Alat musik ini yang dibikin dari Labu hutan selaku tabung resonansi , bab untuk merentangkan dawai memakai kayu. Dawai pada alat musik ini memakai usus kuskus dengan jumlah dawai sama dengan Heo , yakni empat. Nama-nama dawai pada alat musik ini sama mirip yang ada pada alat musik Heo. Pada penduduk Dawan alat musik ini berfungsi selaku pengiring lagu pada dikala pesta budpekerti dan juga selaku hiburan pribadi.
Penggunaan alat musik ini senantiasa berpasangan dengan alat musik Heo pada dikala pertunjukan , sehingga di mana ada Heo , di situ ada Leko. Dalam penggabungan ini , Leko berperan selaku pemberi harmoni , sedangkan Heo berperan selaku pembawa melodi atau seringkali selaku pengisi (Filter). Syair nyanyian pada penduduk Dawan biasanya berupa improvisasi dengan menuturkan mengenai kejadian-kejadian yang sedang terjadi (aktual) maupun yang sudah terjadi pada masa lampau. Dalam pertunjukan nyanyian ini sering disisipi dengan koa (semacam musik pop) , koa ada dua macam , yakni koa bersyair dan koa tak bersyair.
4. SOWITO
Sowito merupakan alat musik pukul atau petik. Alat musik bambu ini berasal dari kabupaten Ngada Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Alat musik ini yang dibikin dari seruas bambu yang dicungkil kulitnya berskala 2 cm yang kemudian diganjal dengan batangan kayu kecil. Cungkilan kulit bambu ini berfungsi selaku dawai. Cara memainkan alat musik ini merupakan dengan menghantam menggunakan sebatang kayu sebesar jari tangan (panjangnya kira-kira 30 cm). Setiap ruas bambu pada alat musik ini menciptakan satu nada. Untuk keperluan pengiringan , alat musik ini dibentuk beberapa buah sesuai kebutuhan.
5. KETADU MARA
Ketadu Mara berasal dari NTT. Alat musik ini merupakan alat musik petik dua dawai yang lazim dipakai untuk menghibur diri dan juga selaku fasilitas memukau hati hati wanita. Alat musik ini diandalkan pula sanggup mengajak cicak bernyanyi dan juga suaranya disenagi makhluk halus.
6. SULING NTT
Pada biasanya seluruh kabupaten yang ada di Provinsi Nusa Tenggara Timur memiliki alat musik Suling Bambu. Salah satunya merupakan Suling hidung yang terdapat di Sumba. Namanya demikian alasannya suling ini ditiup dari hidung. Sedangkan di Kabupaten Belu terdapat orkes Suling pembawa melodi (Suling kecil) , dan Suling Pangiring yang memiliki bentuk silinder dengan bambu peniup berskala kecil dan bambu pengatur nada yang berskala besar. Suling melodi bernada 1 oktaf lebih , Suling pengiring bernada 2 oktaf. Dengan demikian untuk bikin harmoni atau akord , maka Suling alto bernada mi , tenor bernada sol , dan bass bernada do , atau suling alto bernada do.
Cara memainkan alat musik ini yakni Suling sopran atau pembawa melodi mirip memainkan suling pada biasanya , dan suling pengiring sementara bambu peniup dibunyikan , maka bambu pengatur nada digerakkan turun-naik sesuai dengan nada yang dipilih. Kecuali pada suling bass , bambu peniup yang digerakkan turun-naik. Fungsi alat musik ini , yakni untuk menyambut tamu atau untuk menyemarakkan hari-hari nasional.
7. FOY DOA
Kabupaten Ngada , Flores , Nusa Tenggara Timur memiliki banyak ragam kesenian daerah , antara lain alat musik Foy Doa. Seberapa usang usia alat musik ini tidaklah dipahami dengan niscaya alasannya tidak ada peninggalan-peninggalan yang sanggup dipakai untuk mengukurnya. Foy Doa memiliki arti suling berganda. Alat musik ini yang dibikin dari buluh/bambu kecil yang bergandeng dua atau lebih.Musik ini biasanya dipakai oleh para muda-mudi dalam permainan rakyat di malam hari dengan membentuk lingkaran. Sistem penalaan , nada-nada yang dihasilkan oleh alat musik ini merupakan nada-nada tunggal dan nada-nada ganda atau dua suara. Hal ini tergantung selera si pemain musik Foy Doa. Bentuk syair , biasanya syair-syair dari nyanyian musik Foy Doa bertemakan kehidupan , selaku referensi ”Kami bhodha ngo kami bhodha ngongo ngangi rupu-rupu , go tuka ate wi me menge" yang memiliki arti “Kami mesti tekun melakukan pekerjaan mudah-mudahan jangan kelaparan".
Alat musik ini dimainkan dengan cara meniup lubang peniup secara lembut dan memainkan jari-jari asisten dan kiri dengan menutup lubang suara. Alat musik ini pada mulanya dimainkan secara sendiri. Sekitar tahun 1958 , musisi di daerah lokal mulai menggabungkan dengan alat-alat musik yang lain , mirip Sowito , Thobo , Foy Pay Laba Dera , dan Laba Toka. Alat-alat musik tersebut berfungsi selaku pengiring pada musik Foy Doa.
8. FOY PAY
Foy Pay merupakan alat musik tiup dari bambu. Alat musik ini dahulunya berfungsi untuk mengiringi lagu-lagu tandak , mirip halnya alat musik Foy Doa. Dalam perkembangannya , alat musik ini senantiasa berpasangan dengan Foy Doa. Nada-nada yang dihasilkan oleh alat musik Foy Pay yakni do , re , mi , fa , sol.9. KNOBE KHABETAS
Alat musik ini bentuknya mirip busur panah. Cara memainkannya merupakan salah satu bab ujung busur ditempelkan di antara bibir atas dan bibir bawah. Kemudian , udara dikeluarkan dari kerongkongan dan tali busur dipetik dengan jari. Selain dipakai untuk hiburan eksklusif , alat musik ini dipakai juga untuk upacara budpekerti mirip Napoitan Li’ana yakni bayi yang gres lahir dihentikan keluar rumah sebelum 40 hari.10. KNOBE OH
Alat musik ini yang dibikin dari kulit bambu dengan ukuran panjang kurang lebih 12 ,5 cm. Pada bab tengah bambu sebagian dikerat menjadi belahan bambu yang memanjang selaku vibrator.:
Sumber : Selayang Pandang Nusa Tenggara Timur : Gandes Cukat Permaty , S. Pd.
Advertisement
Baca juga:
Advertisement
EmoticonEmoticon