Nih Paragraf Naratif Dan Pola Paragraf Naratif (Narasi)

Share:
Paragraf Naratif, Jenis-Jenis Paragraf Naratif, dan Contoh Paragraf Naratif

       Paragraf naratif ialah suatu bentuk tentang yang berusaha menggambarkan dengan sejelas-jelasnya kepada para pembaca suatu kejadian dalam urutan dan kurun waktu tertentu (Gorys Keraf,
Argumentasi dan Narasi, 189: 136).
       Titik terpenting dari suatu karangan naratif ialah kisah, melukiskan perbuatan dan tindakan yang terjadi dalam suatu rangkaian waktu. Selain itu adanya tokoh yang dikisahkan, adanya alur/plot dalam penyampaian merupakan ciri yang sanggup dijadikan untuk membedakan karangan naratif dengan bentuk karangan lainnya.

       Paragraf Naratif terdapat 2 jenis, yaitu:
1.Narasi Ekspositoris
       Narasi ekspositoris ialah paragraf yang menggambarkan rangkaian perbuatansecara informatif dengan tujuan memberi pengetahuan menyerupai dalam bentuk biografi dan autobiografi.
2.Narasi Sugestif
       Narasi Sugestif ialah paragraf yang menggambarkan rangkaian perbuatan sedemikian rupa dengan tujuan merangsang daya khayal/imajinasi pembaca, menyerupai dalam bentuk cerpen dan novel.

       Struktur dari kalimat naratif itu sendiri sanggup kita lihat dari sisi pengarang mengisahkan tokoh dalam bentuk plot atau alur. Secara yang paling sederhana struktur paragraf naratif terdiri dari: bab awal, tengah, akhir atau pengenalan, pengembangan, penyelesaian.

Contoh Paragraf Naratif:
(H.B Yasin, Gema Tanah Air, Jilid 1, hal. 158-159)
       Tiba-tiba ia tertegun. Di sana, sayup-sayup dari jauh, di arah seberang kali sebelah timur, terdengar bunyi jeritan orang. Tetapi selintas saja, jeritan diputuskan oleh sebuah letusan yang sangat
jago … kemudian tenang seketika. Desingan yang banyak mulai reda, tinggal satu-satu letusan di sana sini. Warsinah menegakkan kepala, matanya mulai liar, badannya dihadapkan ke timur, ke
arah jeritan datang, kemudian membalik menghadap ke barat, tegak bertolak pinggang, kemudian lari, lari menurutkan jalan rel, lari kencang sambil berkomat-kamit. Dari komat-kamit mulutnya keluar lagi perkataan menyerupai biasa, tiada berujung tiada berpangkal: …. si bengis lagi, si ganas lagi …. dan ia lari terus, lari lepas bagai selancar saja, tiada kaku kukunya. Dan dikala hingga di jalan pertemuan antara jalan kereta dan jalan raya, ia berhenti sebentar, seakan-akan berpikir, kemudian ia berbelok menurutkan jalan raya. Dari jauh dalam pandangan kabur sambil berlari, ia melihat benda bergerak, berderet sepanjang jalan, tetapi sebelum ia tahu benar apa yang dilihatnya, sebuah peluru datang
menyongsong, sempurna menembus tulang dadanya. Warsinah terpelanting, jatuh tersungkur di tengah jalan. Sebentar berontak merentak-rentak, mengerang, menyumpah-nyumpah, terhambur pula sumpah serapahnya: si bengis lagi, si ganas lagi, hitam, kejam… rupanya dalam ia bergelut mempertahankan hidupnya dengan sakaratul maut, kebenciannya kepada si hitam kejam, si bengisganasnya, masih sanggup mengatasi renggutan tangan Malaikat pengambil nyawa yang akan menceraikan rohnya dengan tubuh kasarnya. Kemudian lemah tak berdaya …Warsinah yang sebentar
ini masih menjadi kerangka hidup, sekarang benar-benar sudah menjadi kerangka mati. Mati terhampar di tengah jalan, tiada dihiraukan orang, tidak ada yang menangis meratapi. Ia meninggal sebagai pendekar yang sanggup dibanggakan oleh bangsa, tiada sebagai kurban pembela kemerdekaan. Ia mati hanya sebagai kurban kebuasan, salah satu kurban dari sekian banyaknya. Ia mati alasannya ialah nasibnya, demikian sudah berdasarkan suratan tangan, ya, ia mati alasannya ialah kehendak Ilahi.

Advertisement
Advertisement


EmoticonEmoticon