Nih Teater Tradisi Dari Jawa Tengah, Yogyakarta, Dan Jawa Barat

Share:
Teater Tradisi dari Jawa Tengah dan Yogyakarta
      Teater dari kawasan jogja dan Jateng mempunyai keunikan yang menarik, dan mempunyai daya pkat tersendiri, jad tak hera kalau hingga kini ini teater ini masih sering dipertunjukkan dan menjadi daya tarik untuk sektor pariwisata, pola teater dari yogyakarta dan Jawa tengah yang palig terkenal yaitu ketoprak dan wayang orang. 
a. Ketoprak
       Teater yang amat terkenal di Jawa Tengah dan Yogyakarta ini cukup bau tanah usianya, yaitu muncul semenjak tahun 1887. Mula-mula hanya merupakan permainan lesung orang-orang desa di bawah bulan purnama, kemudian ditambah tembang dan nyanyian. Jadi, bukan tontonan. Baru pada tahun 1909, sehabis dimodifikasi dengan komplemen alat-alat musik, menyerupai kendang, terbang, seruling, dan kecrek, pertunjukan ini dipertontonkan. Pada tahun 1920-an berkembanglah kelompok-kelompok ketoprak yang mempertontonkan ketoprak dalam bentuk menyerupai yang kita kenal sekarang. Pertunjukannya pun tidak lagi diselenggarakan di halaman rumah atau pendapa, melainkan beralih ke panggung prosenium. Cerita yang dipentaskan bermacam-macam dan semenjak tahun 1930-an sudah mengambil sumber-sumber kisah yang lebih modern.
 b. Wayang Wong
       Teater Wayang Wong (Wayang Orang) semula muncul di Istana Yogyakarta pada pertengahan masa 18, namun alhasil keluar istana dan menjadi kegemaran rakyat. Pertunjukannya diselenggarakan di pasar-pasar malam, taman hiburan, dan di pentas prosenium. Penataan panggung realistik dengan set ruangan keraton, gerbang keraton, jalan desa, dan lain-lain. Cerita yang dipentaskan umumnya Mahabharata dan Ramayana yang dipelajari dari guru-guru tari keraton. Pemainnya harus terpelajar menari dan menembang serta memahami tarian untuk karakter tertentu, selain juga bisa melaksanakan brontowecono (berdialog) dalam karakter yang dibawakannya.

 Teater Tradisi dari Jawa Barat
       Sukabumi yaitu salah satu kebupaten yang ada di Jawa Barat. Di sana ada teater khas yang berjulukan “Gekbreng”. Kesenian yang berupa drama tari ini bersifat humor yang menceritakan perihal kehidupan masyarakat sehari-hari. Nama Gekbreng itu sendiri merupakan adonan dari dua kata, yaitu “gek” dan “breng” yang artinya “duduk seketika”. Dengan demikian, Gekbreng sanggup diartikan ketika seseorang duduk, dikala itu pula riuh rendah suara gamelan memulai agresi pertunjukan. Kesenian Gekbreng diciptakan oleh Abah Ba’i pada tahun 1918, sehabis tamat mencar ilmu pada seorang seniman longser yang berjulukan Abah Emod alias Abah Soang di Kampung Situ Gentang Ranji, Sukabumi, Jawa Barat. Konon, kesenian ini timbul dari reaksi masyarakat atas ketidakadilan yang dilakukan oleh para penguasa waktu itu. Dengan kreatifitasnya, Abah Ba’i menangkap keluhan-keluhan masyarakat terhadap penguasa itu dan meramunya menjadi suatu bentuk drama tari yang bersifat humor yang kemudian disebut Gekbreng. Jadi, dahulu Gekbreng yaitu suatu kesenian yang bertujuan untuk mengingatkan para penguasa melalui sindiran-sindiran halus yang disampaikan dengan gaya humor semoga jangan terlalu adikara dalam memakai kekuasaannya.
     Peralatan musik yang dipakai untuk mengiring pertunjukan Gekbreng Jawa Barat yaitu seperangkat gamelan berlaras selendro yang terdiri atas: (1) kendang; (2) terompet; (3) ketuk tilu; (4) rebab; (5) rincik; dan (6) gong. Pertunjukan Gekbreng jawa barat biasanya diadakan di tempat terbuka atau tempat yang agak luas, menyerupai pendapa atau halaman rumah. Para penontonnya duduk berkeliling membentuk abjad U atau tapal kuda. Demikian pula dekorasi panggungnya, terkesan cukup seadanya dan bahkan bersifat ajaib imajiner. Pertunjukan teater rakyat ini sanggup dilakukan pada siang maupun malam hari. Pada malam hari, sebagai pencahayaan dipergunakan obor tradisional bersumbu tiga yang disebut oncor.
Advertisement
Advertisement


EmoticonEmoticon