Nih Puisi Dan Prosa Angkatan 45 Tahun 1940 (Ciri-Ciri Sastra Masa Angkatan 45)

Share:
Pada periode angkatan 45 ini berkembang jenis-jenis sastra puisi, cerpen, novel, dan drama.
Berikut ini ciri-ciri karya sastra Angkatan 45.
1. Puisi Angkatan 45
a. Puisi bebas, tidak terikat pembagian bait, jumlah baris, dan persajakan (rima).
b. Pilihan kata atau diksi mempergunakan kosakata bahasa seharihari.
c. Menggunakan kata-kata, frasa, dan kalimat-kalimat ambigu sehingga bermakna ganda dan banyak tafsir.
d. Mengekspresikan kehidupan batin atau kejiwaan insan melalui peneropongan batin sendiri.
e. Mengemukakan dilema kemanusiaan umum (humanisme universal). Misalnya, wacana kesengsaraan hidup, hak-hak asasi manusia, dilema kemasyarakatan, dan kepincangan dalam masyarakat, ibarat citra perbedaan mencolok antara golongan kaya dan miskin.
f. Filsafat eksistensialisme mulai dikenal.


    Contoh Puisi 45:
Sendiri
Hidupnya tambah sepi, tambah hampa
Malam apa lagi
Ia memekik ngeri
Dicekik kesunyian kamarnya
Ia membenci. Dirinya dari segala
Yang minta wanita untuk kawannya
Bahaya dari tiap sudut. Mendekat juga
Dalam ketakutan-menanti ia menyebut satu nama
Terkejut ia terduduk. Siapa memanggil itu?
Ah! Lemah lesu ia tersedu: Ibu! Ibu!
Februari, Maret 1943

       Puisi Angkatan 45 ”Sendiri” tidak terikat pembagian bait, jumlah baris, dan persajakan. Pada bait pertama terdiri atas empat baris. Pada bait selanjutnya terdiri atas dua baris. Puisi ”Sendiri” mengekspresikan eksklusif perasaan penyair. Hubungan baris dan kalimat pada puisi ”Sendiri” tidak terlihat, sebab tiap-tiap kalimat pada puisi ”Sendiri” ibarat bangun sendiri. Misalnya, pada bait 1 dan 2 secara kosakata tidak berhubungan. Namun, secara makna bait 1 dan 2 berhubungan.
       Puisi 45 ”Sendiri” mengekspresikan kehidupan batin insan yang merasa kesepian dan ketakutan. Filsafat eksistensialisme mulai tampak dalam puisi ”Sendiri”. Dalam puisi ”Sendiri” penyair mulai menghargai keberadaan insan meskipun dalam keadaan yang terasing, ketakutan, kengerian, dan kesunyian.

2. Prosa Angkatan 45
a. Banyak alur sorot balik, meskipun ada juga alur lurus.
b. Sisipan-sisipan dongeng dihindari, sehingga alurnya padat.
c. Penokohan secara analisis fisik tidak dipentingkan, yang ditonjolkan analisis kejiwaan, tetapi tidak dengan analisis langsung, melainkan dengan cara dramatik.
d. Mengemukakan dilema kemasyarakatan. Di antaranya kesengsaraan kehidupan, kemiskinan, kepincangan-kepincangan dalam masyarakat, perbedaan kaya dan miskin, eksploitasi insan oleh manusia.
     Contoh:
. . . .
Waktu makan kegembiraannya menjadi kurang. Di meja
hanya tersedia kopi pahit yang tidak ada gulanya. Dan beberapa
potong rebusan singkong yang dipanaskan kembali. Bekas
kemarin malam.
. . . .
Dikutip dari: Jalan Tak Ada Ujung, Mochtar Lubis, Pustaka Jaya, Jakarta, 1990
Dari kutipan di atas sanggup diketahui dilema yang dikemukakan dilema kemiskinan yang dihadapi tokoh utamanya (Guru Isa).
e. Mengemukakan dilema kemanusiaan yang universal. Misalnya, dilema kesengsaraan sebab perang, tidak adanya perikemanusiaan dalam perang, pelanggaran hak asasi manusia, ketakutan-ketakutan manusia, keinginan perdamaian, dan ketenteraman hidup.
    Contoh:
. . . .
Seorang ibu dan anaknya. Berumur kira-kira enam belas tahun
lewat di kampung itu. Terus disiapkan. Di kira kepetangan musuh.
Di rampas semua uang dan suplemen yang mereka bawa.
. . . .
Dikutip dari: Jalan Tak Ada Ujung, Mochtar Lubis, Pustaka Jaya, Jakarta, 1990
Dari kutipan di atas sanggup dilihat adanya kesengsaraan dalam perang. Ketika ada orang yang tidak dikenal lewat semua menerka kepetangan musuh.
f. Mengemukakan pandangan hidup dan pikiran-pikiran pribadi untuk memecahkan sesuatu masalah.
    Contoh:
. . . .
Guru Isa merasa perubahan dalam dirinya. Rasa sakit siksaan
pada tubuhnya tidak angker lagi. . . . orang harus belajar
hidup dengan ketakutan-ketakutannya . . . . Sekarang dia
tahu . . . . Tiap orang punya ketakutannya sendiri dan mesti belajar
hidup dan mengalahkan ketakutannya.
. . . .
Dikutip dari: Jalan Tak Ada Ujung, Mochtar Lubis, Pustaka Jaya, Jakarta, 1990
Dari kutipan di atas diketahui bahwa tokoh Guru Isa mengemukakan pikirannya untuk mengatasi rasa takut dan ia berhasil.
g. Latar dongeng pada umumnya latar peperangan, terutama perang kemerdekaan melawan Belanda, meskipun ada juga latar perang menentang Jepang. Selain itu, ada juga latar kehidupan masyarakat sehari-hari.
    Contoh:
. . . .
Tidak waktu beliau bersembunyi di rumah semedi dikala ada
pertempuran dengan serdadu-serdadu India di Jalan Asam Lama,
tidak dikala beliau melihat orang Tionghoa yang luka kena tembak,
dan darahnya memerah ibarat jilatan api dalam kelam.
. . . .
Dikutip dari: Jalan Tak Ada Ujung, Mochtar Lubis, Pustaka Jaya, Jakarta, 1990
Latar kutipan novel Jalan Tak Ada Ujung mengatakan latar suasana mencekam sebab masih dalam suasana peperangan.
       Itulah tadi bahasan mengenai puisi angkatan 45 dan juga prosanya, biar bermanfaat :)
Advertisement
Advertisement


EmoticonEmoticon