Mengenal Tari Bedhaya Ketawang Tarian Klasik Dari Surakarta Jawa Tengah - Seni Budayaku

Share:
Konten [Tampil]

Tari Bedhaya Ketawang

Tari Bedhaya Ketawang ialah tari klasik dari Surakarta. Tarian ini dianggap selaku simbol konferensi antara Ratu Kencanasari atau Ratu Pantai Selatan dengan pendiri kerajaan Mataram yakni Panembahan Senapati. Pertemuan sakral direaktualisasikan melalui bahasa gerak Simbolis oleh sembilan penari perempuan menjadi kekuatan kontekstual pada bentuk koreografi tariannya. Tarian ini seolah melukiskan jalinan cinta kasih antara raja Mataram dengan Kanjeng Ratu Kidul , maka pakaian yang dikenakan penari layaknya mempelai putri keraton , mengenakan kain dodot ageng , kain cinde , sampur , dan buntal. 

Tari Bedhaya Ketawang dipergelarkan dikala perayaan ulang tahun peningkatan tahta atau disebut juga dikala jumenengan Sang Raja di keraton. Pada dikala dipentaskan tari tersebut akan terasa situasi lainnya dari biasanya. Lebih-lebih di saat terdengar bunyi rebab yang digesek , mengiringi keluarnya para penari dari Dalem Agung Prabasuyasa menuju ke Pendapa Agung Sasana Sewaka. Suasana menjadi hening , damai , dan sarat kesunyian. 

Kesembilan penari dengan damai dan khidmat berjalan dengan perilaku yang cantik dan agung. Sesampainya dihadapan Sinuhun , para penari itu duduk bersila. Selanjutnya terdengar swarawati mengalunkan lagu , "Raka , pakenira sampun..." ("Kanda perintahmu sudah....") bunyi yang merdu , halus itu diikuti dengan keluarnya asap dupa yang sarat kedaluwarsa semerbak menyelimuti seluruh pendapa. Suasana di sekeliling makin hening terpengaruh oleh daya mistis yang sulit untuk dilukiskan dengan kata-kata. 



Fungsi Tari Bedhaya Ketawang

Tari Bedhaya Ketawang ialah tarian untuk upacara tabiat , cuma ditarikan untuk sesuatu yang khusus dan dalam upacara yang resmi di keraton. Tarian ini cuma dipergelarkan berafiliasi dengan ulang tahun jumenengan raja , jadi tarian ini cuma sekali dipergelarkan setahun. 

Tari Bedhaya Ketawang dianggap tarian yang sakral. Konon tarian ini diciptakan oleh Ratu yang menguasai pantai selatan. Dipercaya bahwa setiap kali Bedhaya Ketawang ditarikan , sang Ratu juga senantiasa hadir dan bahkan ikut menari. Konon pada dikala penari mengadakan latihan , sering dibetulkan oleh "ratu" apabila mengalami kesalahan. 

Tari Bedhaya Ketawang juga dianggap tari percintaan sebab menceritakan cinta asmara antara Kanjeng Ratu dengan Sinuhun Sultan Agung Hanyakra Kusuma. Semua penari Bedhaya Ketawang dirias selaku lazimnya mempelai perempuan Jawa. 

Pertunjukan Tari Bedhaya Ketawang

Semula pertunjukan Bedhaya Ketawang selama 2 1/2 jam , tetapi sejak zaman Sinuhun Pakubuwono X durasi tarian menjadi 1 1/2 jam. Pelaksanaan pergelaran tari pada hari Anggara Kasih atau Selasa Kliwon. Begitupun dikala para penari latihan juga pada hari Anggara Kasih. Setiap latihan para penari , penabuh gamelan , dan swarawati mesti senantiasa dalam kondisi suci , lebih-lebih dikala pergelaran berlangsung. 

Menurut Sinuhun Pakubuwono X , Bedhaya Ketawang menggambarkan lambang cinta birahi Kanjeng Ratu Kidul pada Panembahan Senapati. Segala gerakannya melukiskan bujuk rayu dan cumbu birahi terhadap Sinuhun , tetapi semua itu sanggup ditolak oleh Sinuhun. Gending yang dipakai untuk mengiringi Bedhaya Ketawang yakni Ketawang Gede. Gending ini tidak sanggup dijadikan gending untuk klenengan , sebab sebenamya bukan tergolong gending tetapi tembang gerong. Gamelan iringan yaitu: kethuk , kenong , kendang , gong , dan kemanak. Pada dikala penari keluar dan masuk ke dalem Agung Prabasuyasa alat pengiring gamelan ditambah dengan rebab , gender , gambang , dan suling. 

Latihan berkala tarian Bedhaya Ketawang diselenggarakan selapan sekali atau 35 hari sekali , pada hari Anggoro Kasih. Seminggu menjelang Tingalan Jumenengan latihan lebih diintensifkan menjadi setiap hari. Tiga hari sebelumnya seluruh penari diwajibkan berpuasa dan mulai dirias. Riasan penari dipaes seumpama pengantin Jawa. Rambut disanggul versi bokor tengkurap dilengkapi dengan cunduk mentul , centheng , garuda mungkur , sisir gerojokan , dan untaian bunga melati. Biasanya mengenakan dodot banguntulak dengan cinde kembang berwarna ungu sebagi lapisan bawahnya , pinggul dihiasi buntal. 

Pertunjukan tari Bedhaya Ketawang menuntut kelengkapan sesaji atau sajen , yakni sesaji pepak ageng dan sesaji pepak alit. Sesaji pepak ageng berisikan banyak sekali ragam dan jenis masakan khas , yakni: ketan biru dibubuhi enten-enten , nasi putih dengan ingkung ayam berbumbu santan kental , irisan mentimun , kedelai hitam di goreng , lombok hijau , bawang merah , nasi tumpeng megono , garam , telur , nasi tumpeng asahan beserta lauknya ragi , tempe goreng , kripik paru , dendeng sapi , sambal goreng ati , sayur asem-asem , bihun goreng , krupuk udang , atau krupuk merah. Setiap lauk diposisikan di takir. Sesaji pepak alit berisi satu nampan penganan pasar , pisang raja atau pisang susu sebanyak selirang , singkong , ketela , tales , gembili , bubur merah , putih , hijau , dan kuning yang diberi enten-enten , serabi besar dan kecil , bubur katul , hawug-hawug , irisan gula merah , nasi tumpeng , nasi golong , ayam goreng serpihan dada atau paha , pecel , sayur menir , sayur kecambah , sambal goreng tepung , dan kedelai hitam. Sesaji pepak alit dibikin setiap diselenggarakan latihan Bedhaya Ketawang. 

Ada lagi kelengkapan sesaji yakni bekakak , masakan dari tepung beras terbuat seumpama sepasang boneka pria dan perempuan , bokor kecil tempat memperabukan ratus kedaluwarsa , tumpeng seribu , serta kain sebanyak 15 motif yang diposisikan dalam 2 dulang , kotak kayu berisi sisir dari tanduk , suri , cermin , ratus , bedak , minyak cendana , minyak telon , minyak zaitun , waring/kain hitam epilog rambut , sirih , dan duit receh. 

Komposisi Penari Bedhaya Ketawang

Para penari akan keluar dari Dalem Agung Prabasuyasa menuju ke Pendapa Ageng Sasanasewaka , dengan berjalan berurutan satu demi satu. Para penari berjalan mengelilingi atau mengitari Sinuhun yang duduk di singgasana atau dingklik raja dengan arah menganan. Selanjutnya menari sesuai dengan waktu yang sudah ditentukan. 

Pakaian penari yakni mengenakan dodot berdiri tulak. Lapisan bawahnya memakai cinde kembang berwarna ungu , lengkap dengan pending bermata dan buntal. Riasan parasnya seumpama riasan temanten putri. Mengenakan sanggul bokor mengkureb lengkap dengan hiasan-hiasannya seumpama , centhung , garuda mungkur , sisir gerojokan saajar , cunduk mentul , dan memakai rangkaian bunga yang digantungkan di dada sebelah kanan. 

Selama menari susunannya tidak tetap , senantiasa berubah-ubah sesuai dengan adegan yang dilambangkannya. Hanya pada waktu epilog tarian mereka duduk berjajar tiga-tiga. Selanjutnya kembali masuk ke dalam dengan cara mengitari raja dan menempatkan raja di sebelah kanan mereka. 

Iringan Musik Tari Bedhaya Ketawang

Tarian Bedhaya Ketawang memakai iringan gending Ketawang Ageng yang diaransir oleh para luar biasa karawitan keraton , yakni Kanjeng Panembahan Purubaya , Pangeran Karanggayam , Kyai Panjang Mas , Rekan Tumenggung Alap-Alap. Sunan Kalijaga yang ialah pecinta kesenian Jawa juga turut menampilkan masukan pada iringan gending tersebut. 

Gamelan yang dipakai cuma berisikan kenong , kethuk , kendang , gong , dan kemanak. Di antara perlengkapan musik itu yang lebih menonjol yakni bunyi kemanak. Pada dikala penari keluar dan dikala kembali masuk ke bangsal Probosuyoso instrumen ditambah dengan rebab , gender , gambang , dan suling.

:
Tari Bedhaya Ketawang , Tarian Sakral dari Surakarta
Unsur-Unsur Keindahan Seni Tari , Lengkap
Macam-Macam Tari Bedhaya dari Daerah Yogyakarta
Advertisement
Advertisement


EmoticonEmoticon