Konten [Tampil]
Sejarah wayang kulit merupakan salah satu kesenian Jawa yang sudah cukup bau tanah umurnya , tetapi hingga kini kesenian tersebut masih banyak penggemarnya. Para penggemar wayang kulit dari aneka macam lapisan penduduk , mirip rakyat pada lazimnya , pamong desa , guru , petani , nelayan , dokter , polisi , serdadu , usahawan , bahkan para pejabat pun banyak yang menggandrungi wayang kulit. Bahkan ada beberapa yang menyebutkan bahwa wayang kulit merupakan wayang purwa.
Wayang pada lazimnya dipertunjukan di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur , tetapi demikian bukan memiliki arti di Jawa Barat tidak ada wayang. Wayang sendiri ada majemuk bentuknya. Ada wayang kulit , wayang golek , wayang krucil , wayang beber , dan wayang jemblung.
Wayang pada lazimnya dipertunjukan di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur , tetapi demikian bukan memiliki arti di Jawa Barat tidak ada wayang. Wayang sendiri ada majemuk bentuknya. Ada wayang kulit , wayang golek , wayang krucil , wayang beber , dan wayang jemblung.
Asal Usul Wayang Kulit
Asal seruan kata wayang berasal dari suatu kata dalam bahasa Jawa yang memiliki arti bayangan , tujuannya wayang merupakan bayangan atau cerminan sifat-sifat insan , mirip rasa murka , dengki , angkara murka , dendam , cinta kasih , pemaaf , sabar , rendah hati , ulet. Sifat para tokoh wayang merupakan cerminan dari sifat-sifat insan di dunia ini.
Namun dalam sejarah wayang kulit sebagian orang yang mengartikan kata wayang berasal dari suatu kalimat yang berbunyi "Ma Hyang" yang artinya menuju yang maha tinggi (diartikan selaku roh , Tuhan yang maha kuasa). Sementara itu asal seruan eksistensi wayang kulit ini belum didapatkan bukti yang kongkrit. Ada yang beropini bahwa wayang kulit gotong royong sudah ada sebelum kurun ke-I bertepatan dengan hadirnya pedoman Hindu Budha di Asia Tenggara.
Namun dalam sejarah wayang kulit sebagian orang yang mengartikan kata wayang berasal dari suatu kalimat yang berbunyi "Ma Hyang" yang artinya menuju yang maha tinggi (diartikan selaku roh , Tuhan yang maha kuasa). Sementara itu asal seruan eksistensi wayang kulit ini belum didapatkan bukti yang kongkrit. Ada yang beropini bahwa wayang kulit gotong royong sudah ada sebelum kurun ke-I bertepatan dengan hadirnya pedoman Hindu Budha di Asia Tenggara.
Bertolak dari asal seruan sejarah eksistensi kesenian wayang kulit , karya seni wayang kulit merupakan seni dekoratif yang sanggup dijadikan selaku fasilitas media pendidikan , media warta , dan juga selaku media hiburan. Wayang selaku media pendidikan , sebab bila dilihat dari sisi isinya banyak menampilkan ajaran-ajaran , nasihat-nasihat , maupun tumpuan kebijaksanaan pekerti terhadap manusia. Wayang selaku media warta , sanggup dipakai untuk menampilkan warta atau sanggup dipakai untuk mengetahui sesuatu tradisi , maupun untuk mengadakan pendekatan terhadap masyarakat. Wayang selaku media hiburan , tujuannya sanggup berfungsi selaku hiburan penduduk atau dipakai selaku pertunjukan untuk aneka macam macam kebutuhan selaku hiburan.
Sejarah Wayang Kulit Jawa |
Unsur-unsur pendidikan dalam pertunjukan wayang kulit antara lain: mengenai perkara kebenaran , kejujuran , kebenaran , kepahlawanan , kesetiaan , dan kesusilaan.
Ditinjau dari faktor seni rupa wayang kulit tergolong bergaya ekspresif dekoratif tradisional. Gambar ekspresif merupakan gambar yang terjadi sebab ekspresi angan-angan seniman berupa gambar dekorasi dekor. Perwujudan dekoratif pada wayang kulit diwujudkan dalam bentuk tangan panjang dan tubuh panjang.
Pada tokoh-tokoh wayang ada yang disebut tokoh utama mirip Puntadewa , Werkudara , Janaka , Nakula , Sadewa , Duryudana , Kumbakarno , dan sebagainya.
Ada pula tokoh-tokoh humor yakni Semar , Gareng , Petruk ,Bagong , Togog , Sarawita , Cantrik , Cangik , dan Limbuk.
Wayang Kulit sanggup dikelompokkan menjadi berbagai jenis , antara lain: golongan ilahi , pendeta , raja , ksatria , pangeran , kaputren , punggawa , raksasa , dan kera.
Sumber Cerita Wayang Kulit
Sumber dongeng pertunjukan wayang kulit mengambil dongeng dari Ramayana dan Mahabarata. Namun ada pula yang mengambil dari dongeng rakyat , bahkan ada pula yang mencampur antara dongeng yang pakem dengan kehidupan sekarang.
Pertunjukan wayang kulit biasanya dimulai sesudah jam 20.00 hingga dengan fajar menyingsing sekitar jam 05.00. Puncak pertunjukan di saat ada adegan ’Gara-Gara’ , biasanya dimainkan sesudah tengah malam. Biasanya tokoh utama dalam adegan ini muncul. Misalnya Arjuna , di saat adegan gara-gara Arjuna berada dalam perjalanan dalam suatu hutan yang sarat dengan marabahaya. Biasanya sang tokoh akan mengalami suasana yang sungguh menegangkan. Pada di saat itu bumi goyang , gunung api meletus , dan lautan mulai mendidih. Selanjutnya terjadi pertempuran yang sungguh andal antara sang tokoh dengan pihak lawan. Ki Dalang menampilkan segala kelebihannya antara lain kemampuan teknik mendalang , kepintaran membawakan antara wacana , dan kepandaian membawakan kiprah antara tokoh baik dengan tokoh jahat.
Pada di saat suasana yang sungguh memanas itu , muncullah empat tokoh Punakawan. Punakawan itu berisikan Semar , Gareng , Petruk , dan Bagong. Ada yang gemuk dan pantatnya besar sudah bau tanah , ada yang tangan dan kakinya cacad sehingga jikalau jalan kakinya gejig , ada yang hidungnya panjang kaki dan tangannyapun panjang , dan ada yang pendek gemuk. Biasanya ke empat tokoh itu tidak acuh akan kondisi sekitar yang sedang semrawut respon peperangan. Keempatnya asyik bermain-main. Punakawan senantiasa setia mengirim bendaranya kemana saja , biasanya selain cendekia melucu , Punakawan juga senantiasa mengingatkan apabila bendaranya berbuat salah.
Pada di saat suasana yang memanas itu , punakawan tampil melucu sehingga meminimalisir ketegangan para penonton yang sudah memuncak di tengah malam. Kadang lelucon punakawan berisi sindiran terhadap insiden sosial yang lagi ngetop. Tak jarang keempatnya sering melucu bahkan kadang banyolannya agak kebablasen alias terlalu porno.
Tugas Semar dan anak-anaknya merupakan mengirim tokoh utama setiap lakon dengan kondusif menangani semua rintangan hingga hingga ke tujuan dengan selamat. Apabila junjungannya mengalami suasana yang sungguh sukar Semar senantiasa memberi pesan yang tersirat , apabila junjungannya duka punakawan yang menghiburnya , apabila junjungannya murka atau tidak terkontrol emosinya Semarlah yang mengeremnya , apabila sang tokoh dalam ancaman keempat abdi itu akan melindunginya.
Semar merupakan tokoh punakawan yang paling dihormati , disegani , dan dicintai. Kiai Lurah Semar gotong royong merupakan jelmaan ilahi yang diperintahkan melindungi para pandhawa dari mara bahaya. Semar juga disebut Betara Ismaya dan Hyang Asmarasanta. Betara Ismaya merupakan ilahi yang dituakan oleh dewa-dewa lainnya , mirip Betara Guru. Semar menangani ilahi lain dengan kekuatannya. Apabila bendialog dengan para ilahi , semar senantiasa menggunakan bahasa ngoko. Setiap betara guru akan menguasai dunia lewat penjelmaan senantiasa digagalkan oleh Semar. Semar merupakan pamong Pandhawa yang tak terkalahkan.
Saat terjadi gara-gara , alam yang tadinya bergolak kemudian menjadi damai kembali di saat hadirnya Ki Lurah Semar. Semar selaku seorang abdi dalem memiliki sifat tanpa pamrih , ia senantiasa mengirim dan melindungi para pandhawa dalam perjalanan-perjalanan yang sarat liku.
Sejarah Wayang Kulit dan Perkembangannya
Wayang kulit biasanya yang dibikin dari materi kulit sapi , kerbau , atau kambing. Setelah materi dibersihkan , dikeringkan , kemudian ditatah sesuai dengan tokoh yang hendak dibuat. Selanjutnya , tokoh wayang tersebut diberi warna sesuai dengan huruf masing-masing. Kemudian , wayang diberi tangkai yang biasanya yang dibikin dari tanduk kerbau , banteng , dan penyu.
Sejarah wayang kulit dalam perkembangannya sudah mengalami beberapa pergantian bentuk dan coraknya. Hal ini tentunya diubahsuaikan dengan pertumbuhan zaman. Semula bentuk wayang masih sungguh sederhana kemudian meningkat mirip kini ini. Ada yang beropini bahwa wayang kulit sudah ada sejak zaman Kediri.
Wayang kulit semula yang dibikin dari daun lontar. Sejarah wayang kulit pada zaman dulu masih ada kaitannya dengan hal-hal yang religius , yakni untuk memperingati para leluhurnya yang sudah meninggal dunia juga untuk menghormati leluhurnya yang sudah tiada. Ahli antropologi ada yang beropini bahwa wayang berasal dari suatu upacara keagamaan untuk memuja arwah nenek moyang. Arwah nenek moyang itu dinamakan hyang. Kedatangan arwah nenek moyang diwujudkan dalam bentuk bayangan. Arwah nenek moyang diminta tiba untuk menampilkan restu terhadap yang mengundangnya.
Sejarah wayang kulit dalam pertumbuhan berikutnya dibentuk dari kertas kulit kayu dengan dijapit dengan kayu. Pada zaman Majapahit wayang sudah mengalami pertumbuhan yang menyenangkan , yakni dengan sudah dibentuk seumpama insan ada rambutnya , busana , pelengkap , dan sudah diberi warna. Selanjutnya wayang kulit yang dibikin dari kulit itu terjadi di era Sunan Kalijaga pada waktu pemerintahan Raden Fatah di Demak.
Dari waktu ke waktu sejarah wayang kulit sudah mengalami pertumbuhan dan pergantian , baik dari sisi bentuk , materi dasar maupun pewarnaan. Penambahan peralatan busana wayang mirip dodot , kampuh , mahkota , dan celana dimulai pada zaman Sultan Hadiwijaya di Pajang. Sedangkan adanya para tokoh abdi dalem yakni Semar , Gareng , Petruk , Bagong , dijalankan pada zaman raja Hanyakrawati Mataram.
Menurut sejarah wayang kulit pada zaman kerajaan Kartosura wayang kulit juga mengalami penambahan , yakni ricikan wayang mirip kayongapuran. Walau keraton Kartosura pindah ke Surakarta , tetapi wayang kulit tetap eksis. Pada zaman pemerintahan Surakarta makin meningkat , pahatannya makin indah , bahkan diposisikan di suatu kotak biar lebih tersadar dan aman.
Pementasan wayang kulit pada masa saat ini kadang diselingi dengan datangnya bintang tamu baik komedian , penyanyi , maupun artis. Para bintang tamu tersebut mempunyai faedah untuk mengisi program sehingga suasana lebih hidup dan menarik.
Sejarah Wayang selaku Gambaran Watak Manusia
Media pendidikan wayang kulit bukan cuma dilihat dari isi dongeng , tetapi sanggup pula dilihat dari cara pertunjukan , dan sanggup pula dilihat dari perwujudan gambar wayang kulit itu. Menurut sejarahnya para tokoh wayang tersebut merupakan merupakan citra watak-watak manusia. Sebagian besar tabiat insan sanggup dilihat dari raut wajah , posisi wajah , dan warna muka. Perwujudan raut wajah yang mengekspresikan tabiat terdapat pada bentuk hidung , mata , lisan , dan roman muka. Posisi wajah yang mengekspresikan Watak sanggup dilihat , misalnya perilaku menunduk atau luruh , perilaku wajah yang menyaksikan kedepan atau longok , atau perilaku wajah yang menengadah ke atas atau langak masing-masing posisi wajah sanggup menggambarkan tabiat dari tokoh wayang. Segi warna juga sanggup mengekspresikan tabiat wayang , ada yang mukanya berwarna hitam , merah , dan putih.
:
Unsur-Unsur yang Berperan Dalam Pertunjukan Wayang Kulit
Tokoh Wayang Kulit , Menurut Golongannya Secara Lengkap
Jenis-Jenis Wayang di Indonesia dan Penjelasannya
Macam-Macam Kesenian Tradisional Rakyat Jawa Tengah
Macam-Macam Kesenian Jawa dengan Pengaruh Islam
:
Unsur-Unsur yang Berperan Dalam Pertunjukan Wayang Kulit
Tokoh Wayang Kulit , Menurut Golongannya Secara Lengkap
Jenis-Jenis Wayang di Indonesia dan Penjelasannya
Macam-Macam Kesenian Tradisional Rakyat Jawa Tengah
Macam-Macam Kesenian Jawa dengan Pengaruh Islam
Advertisement
Baca juga:
Advertisement
EmoticonEmoticon